lukisan drawing pad oleh Joko Dwiatmoko
Lukisan bunga oleh Joko Dwiatmoko (drawing pad)

Pada tulisan lalu sudah aku singgung awal mula menyukai menulis. Alasanku karena aku jatuh cinta dan susah mengungkapkan rasa hatiku dengan berbicara langsung. Maka beberapa kata aku tulis di secarik surat, dengan bunga – bunga kata yang tercipta spontan. Mungkin karena jatuh cinta membuat semuanya serba indah meskipun kadang endingnya tidaklah seindah khayalan.

Gambar Gravatar
joko Dwiatmoko

Sambil menulis, sambil tersenyum membayangkan apa yang akan terjadi bila barisan kata itu dikirimkan pada sang pujaan hati. Dalam khayalan banyak cerita yang menjadi semacam pemanis dan bayangan cinta itu akan mampir dan memberi gelegak rasa dan terbawa dalam mimpi indah.

Sebagai curhatan rasanya tulisan tidaklah buruk – buruk amat, tapi namanya tulisan baru belajar ya jangan dibandingkan dengan penulis yang jam terbangnya sudah tinggi. Namanya curahan hati bahasanya lebih ke spontanitas kata. Tidak memasukkan teori penyusunan kata, tidak menggunakan bahasa baku, lebih ke bahasa jujur dari suara hati nurani.

 

Menulis sebagai curahan hati adalah permulaan seseorang mulai mengenal bagaimana lambat laut mencintai dunia tulis menulis. Apa yang ada dalam rasa, pikiran langsung tertuang. Ketika membacanya setelah menulis, rasanya biasa saja, namun jika kemudian ditengoh setelah cukup lama sekitar 10 tahun bahkan sampai 20 tahun lebih baru terasa betapa banyak hal lucu yang dulu pernah kita rasakan. Bila tulisan curahan hati itu dibuka lagi, seperti mengorek ingatan masa lalu. Jika setiap hari cukup rutin menulis, ingatan akan kembali ke masa silam ketika belum banyak perubahan muncul dalam hidup.

Seseorang akan geli sendiri ketika dulu masih culun, masih pemalu dan susah mengungkapkan kata. Masa ketika seseorang mulai dekat dengan lawan jenis, merasa menyesal terhadap tindakan yang tidak responsive dan kurang berani maju dan berani menanggung resiko ditolak atau diterima.

Seseorang menjadi tahu banyak perubahan kehidupan, banyak pengalaman yang memberi hikmah. Banyak peristiwa yang mendewasakan. Dengan membaca tulisan curahan hati betapa banyak masalah manusia setiap hari yang silih berganti datang. Ternyata dunia yang terus bergerak itu memberi banyak pengalaman.

Tidak setiap hari manusia senang, tidak sepanjang waktu beruntung, selalu saja ada tantangan, kesulitan dan peristiwa baik sedih gembira, putus asa, patah hati, benci, cinta datang dan pergi. Semakin hari tantangan semakin berat, tapi bila bisa melewatinya akan merasa lega,bersyukur biasa melewati ujian dan tantangan.

Menulis sebagai curahan hati itu aku  lakukan, karena sebetulnya  tidak terbiasa curhat tentang kehidupan kecuali pada ibu. Buku menjadi teman yang mampu mengurai kekusutan jiwa, buku mampu menampung segala emosi. Buku tulis mampu melepaskan penat dan rasa kecewa. Setelah menulis langsung plong, pikiran tidak menjadi berat dan mampu melewati  masalah berat yang menjadi beban jiwa.

Anda pembaca beda, terbiasa curhat dan mengungkapkannya lewat bahasa verbal. Saya termasuk orang yang susah berkata- kata kecuali pada diri sendiri, Ketika ada masalah lebih suka menuliskannya daripada meminta nasihat teman atau sahabat dengan ngobrol dari hati ke hati.

 

Aku termasuk orang yang tidak mudah bergaul dan bisa dengan mudah mendapatkan teman. Sejak SMA  mulai terbiasa untuk menyelesaikan masalah pribadi dengan menulis. Maka menulis mulai menjadi sahabat  paling setia. Dulu tahun 1989 belum ada kompasiana belum ada blog, kalau koran yang aku kenal adalah Kompas, Kedaulatan Rakyat dan Bernas serta Suara Merdeka, Kalau novel yang paling favorit adalah Lupus dan novel novel Agatha Christie, serta novel Indonesia dari Mira W, atau Motinggo Busye.

Mencurahkan masalah dengan menulis kebiasaan. Meskipun tidak setiap hari menulis tapi dari jejak tulisan semacam diari yang aku tulis sebagai catatan harian itu banyak karya yang hanya disimpan sendiri dan juga semacam draft untuk menulis artikel. Semua bermula karena menulis hanya sebagai curahan hati akhirnya menjadi ketrampilan yang membuat  akhirnya bisa mengirimkan di koran, majalah, bisa menulis buku meskipun dulu hanya sempat berkhayal menjadi penulis.

Aku teringat dengan pepatah sehari selembar benar lama – lama menjadi kain. Dari menulis hanya sekedar mencurahkan perasaan akhirnya tulisan menjadi sekumpulan karya yang dibukukan. Pengalaman adalah guru terbaik.

artikel ke 3 KMAA

Tinggalkan Balasan