ARTIKEL LOMBA BLOK GURU
Hari ke 6, Sabtu, 6 Februari 2021
BELAJAR TANPA BATAS
Bulah Juli 2017 adalah bulan terakhirku mengajar di sekolah yang orang bilang favorit. Dikatakan favorit karena sekolahku sangat diminati banyak siswa. Namun bulan itu jugas aku harus hengkang dari sekolah dimana telah kuberikan seluruh kemampuanku untuk mengajar. Alasan pemerataan mutu pendidikan, aku harus dipindah di sekolah yang cukup terpencil, dengan akses jalan yang rusak untuk menuju ke sana. Dengan segala kerelaan aku terima semua perintah dari yang berwenang. Berbekal do’a yang tiada henti kuucapkan agar aku sanggup menjalaninya, kulangkahkan kakiku menuju sekolah baruku. Tiba di sana aku sangat kaget menjumpai para murid yang sangat tidak sopan, beringas, kurang beradab dan sering mengungkapkan kata-kata tidak terpuji , sangat jauh berbeda dengan sekolahku dulu. Beberapa guru sering memilih keluar kelas daripada menghadapi murid yang sedemikain bandelnya. Aku memilih bertahan di kelas dengan segala perlakuan murid yang tidak menyenangkan dari murid-muridku sendiri. Tak kuhiraukan kelas yang sebelah yang ramai ditinggal gurunya. Kuperhatikan satu persatu murid baruku, kutanya apakah sudah sarapan? Ternyata 95% mengatakan belum. Kutanya lagi “ibumu dimana?” jawaban mereka “kerja di luar negeri”. Oh, ternyata mereka tidak dididik akhlak dan sopan santun di rumah. “Bapakmu dimana? Tanyaku lagi. “Bapak….”. Tidak ada jawaban dari mulutnya, hanya raut wajah yang menunjukkan kemarahan yang amat sangat mendalam dengan figur bapaknya. Aku mencari tahu ada apa dengan Bapaknya, ternyata Bapaknya menikah lagi, sejak ditinggal kerja ibunya. Bapaknya tidak lagi mengurus anaknya, dia sibuk dengan istri mudanya. Kesimpulanku, ternyata perilaku anak di sini berawal dari keluarga yang berantakan.
Sabtu, 21 Maret 2020 merupakan hari terakhirku mengajar tatap muka dengan murid-muridku. Aku menyelesaikan pembelajaran hari itu dengan perasaan lelah lahir maupun batin. Lelah mengajar karena jam mengajarku penuh dari jam pertama sampai jam terakhir. Lelah batin karena sebagian besar murid-murid di sini mempunyai tingkat kenakalan yang cukup tinggi. Ditambah lagi sebagian besar guru enggan mengajar, karena melihat siswanya juga enggan menerima pelajaran. Lengkaplah sudah penderitaanku hari itu. Tapi aku mencoba bersyukur atas segala yang kujalani hari itu. Puas rasa hatiku menunaikan kewajibanku mengajar murid-muridku, esok hari minggu, hari yang kunanti untuk berkumpul bersama keluarga tercinta.
Senin, 23 Maret 2020 hari bersejarah yang tidak akan kulupa. Sekolah ditutup selama 14 hari ke depan. Pemberitahuannya sangat mendadak dan tiba-tiba. Korona telah mewabah dan menjadi pandemi yang menakutkan, menyeramkan, dan membahayakan. Sekolah merupakan ruang publik pertama yang diliburkan. Antara senang dan sedih mendengar berita itu. Senang karena aku bebas dari murid-murid yang menjengkelkan. Sedih karena virus itu ternyata mudah menular dan mematikan, kita harus selalu waspada pada semua orang tanpa kecuali.
Rabu tanggal 25 Maret 2020 merupakan hari pertamaku mengajar lewat online. Sekolah kami menggunakan aplikasi WA untuk transfer ilmu pengetahuan. Alhamdulillah HPku cukup baru dengan kualitas yang cukup baik, sehingga tidak mengalami kesulitan yang berarti ketika harus menampung chatingan dari ratusan muridku yang tergabung dalam beberapa grup kelas. Kesulitan demi kesulitan dalam menghadapi pembelajaran jarak jauh mulai bermunculan. Mulai dari kuota internet yang sangat membebani, siswa yang cuek dengan pembelajaran jarak jauh, sampai salah masuk grup WA. Pernah suatu waktu aku memberikan materi pembelajaran ke grup Alumni SMA. Bukannya mendapat respon, malahan aku dijadikan bulan-bulanan oleh teman-temanku. Ya, anggap saja hiburan, tidak usah diambil hati.
Ghozi Ghozallah adalah nama siswa kelas 8G, anak yang pemalu, pendiam, dan mudah tersinggung. Namun anak tersebut cukup pandai, rajin, sopan, dan tertib. Jarang ditemukan anak dengan perilaku demikian di Sekolahku. Namun sayangnya anak itu terlanjur sakit hati akibat dibully teman satu bangku. Sudah dua bulan lebih anak itu tidak mau berangkat sekolah. Wali kelas dan guru BK sudah mendatangi rumahnya dan membujuknya untuk berangkat sekolah, namun anak itu kekeh tidak mau berangkat sekolah. Hatinya sudah terlanjur patah. Pembelajaran jarak jauh membuat anak itu tidak ketemu dengan teman satu bangku, satu kelas, apalagi satu sekolah. Saya mencoba menghubungi wali kelas untuk membujuk anak itu agar kembali aktif belajar. Ternyata bujukan dari wali kelas berhasil. Ghozi ternyata semangat belajar online, jauh dari teman yang membullynya. Tugas-tugas yang kuberikan selalu dikerjakan dengan baik oleh Ghozi. Rupanya moment belajar jarak jauh ini membawa hikmah tersendiri bagi Ghozi, dia menjadi siswa yang semangat belajar dengan dukungan dari guru dan orang tua di rumah. Motivasi dan dukungan dari orang tua membuat Ghozi membuatnya antusias dalam belajar. Lingkungan keluarga yang harmonis sangat mendukung keberhasilan belajar jarak jauh. Dukungan pemerintah sangat membantu kelancaran proses belajar jarak jauh.
Senin, 14 Juli 2020 hari pertamaku mengajarkan pelajaran melalui aplikasi google class room. Seakan aku memasuki kelas asing, tidak kenal wajah dan nama. Nama siswa yang tercantum dalam kelas online adalah nama yang diberikan oleh counter HP dimana anak tersebut beli HP atau mengisi Pulsa. Ada nama Ajib Jaya sell, ada nama Indonesiajaya123, ada nama Samier-samier-samier, ada pula nama Xtragame channel, dan masih banyak nama samaran lainnya. Bingung sekali ketika memasukkan nilai tugas yang sudah dikerjakan anak dengan nama yang aneh-aneh seperti itu. Terpaksa setiap hari aku harus menjapri guru wali kelasnya untuk menanyakan nama sebenarnya anak tersebut. Ternyata anak-anak tersebut belum bisa membuat email, sehingga harus minta tolong pada penjual pulsa untuk membuatkan email. Penjual pulsa tentu saja membuatkan email seperti yang biasa dia buat pada pelanggan lain, sekalian promosi tokonya. Dengan adanya aplikasi pembelajaran itu aku bisa lebih leluasa dalam mengajar, membuat tugas, mengumpulkan tugas, menampilkan power point, menayangkan video pembelajaran. Semuanya menjadi lebih mudah di aplikasi pembelajaran. Kendalanya tentu saja dari siswa, beberapa siswa tidak dapat menggunakan aplikasi kami bimbing di sekolah.
Bantuan kuota dari pemerintah sangat membantu dalam pembelajaran jarak jauh. Biaya untuk membeli kuota menjadi terbantukan. Kami tidak bosan-bosan memberi motivasi pada siswa untuk terus belajar. Kegiatan PTS sudah berlalu beberapa minggu, raport PTS sudah dibagikan tetapi masih saja ada siswa yang mau remidi hasil PTS. Tetap kami layani, apapun yang bisa membuat siswa mau belajar akan kami lakukan. Prinsip saya belajar tidak mengenal batas waktu dan ruang.