Guru Saat Pembelajaran Jarak Jauh ( PJJ )
Oleh: Khoirul Anwar
Bulan Maret tahun 2020 pemerintah secara resmi mengumumkan bahwa terdapat dua warga negara Indonesia yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19. Dua wanita tersebut tinggal di wilayah Depok Jawa Barat. Menurut keterangan pers diketahui bahwa mereka terakhir dari luar negeri dan terlibat kontak langsung dengan warga negara lain yang juga sudah terkonfirmasi positif virus Covid-19. Bermula dari mereka berdualah kabarnya virus Covid-19 itu menyebar ke seluruh Indonesia sampai sekarang ini.
Hari berganti hari, kasus terkonfirmasi positif di Indonesia makin meluas dan pada akhirnya pemerintah secara resmi mengumumkan sesuatu yang belum pernah terjadi dalam sejarah pendidikan di Indonesia, dari jaman awal kemerdekaan, orde lama, orde baru, masa reformasi bahkan sampai sekarang, yaitu penutupan seluruh sekolah di Indonesia untuk semua jenjang ( TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi ). Tanggal 15 Maret 2020 tepatnya dimulailah sistem pembelajaran model baru yang dikenal dengan istilah Pembelajaran Jarak Jauh atau sering disingkat PJJ. Ada juga yang memberi istilah lain yaitu Belajar Dari Rumah atau BDR.
Model Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ ini adalah hal baru bagi masyarakat Indonesia, khusunya bagi insan pendidikan baik dosen, guru, mahasiswa maupun siswa. Bagi penduduk perkotaan atau kota-kota besar mungkin sistem PJJ ini tidak terlalu banyak kendala, tetapi bagi daerah pedesaan atau pelosok akan sangat banyak kendala yang dihadapi, apalagi daerah terpencil seperti di pedalaman Kalimantan, atau Papua, terutama masalah jaringan internet. Bagi siswa sekolah tingkat dasar seperti TK ( Taman Kanak-kanak ) sistem PJJ sama sekali tidak dapat dilaksanakan, karena model pengajaran untuk anak TK harus melalui gerakan interaksi langsung dan masih sangat perlu pendampingan dan bimbingan fisik dari guru ataupun pendidik. Sedemikian juga di SD kelas rendah ( kelas 1 dan 2 atau mungkin juga kelas 3 ) juga masih banyak mengalami kendala dan tantangan yang berat, hal ini terutama berkaitan dengan cara belajar bagi siswa yang belum bisa membaca dan menulis di kelas 1 SD, sistem PJJ hampir dipastikan sangat sulit berjalan dengan baik.
Kelas 2 SD meski sebagian besar sudah bisa membaca dan menulis, tetapi model PJJ masih banyak kendala dihadapi, seperti jika harus memberi contoh cara hitung yang sederhana dan benar, cara beribadah ( untuk materi pelajaran agama ), cara memperagakan gerak dalam olah raga, itu semua masih penuh rintangan dan hambatan yang cukup berarti.
Bagi guru sendiri PJJ ini juga merupakan sesuatu hal yang baru, sehingga guru dipaksa secara singkat dan mendadak harus terjun langsung mengajar jarak jauh ( online / daring ), dan hal ini tidak bisa dipungkiri banyak guru-guru senior yang sudah berusia 55 tahun ke atas mengalami kesulitan karena rata-rata guru tersebut banyak yang Gaptek atau tidak melek teknologi alias tidak mengerti teknologi pengoperasian komputer secara baik dan benar. Hal ini yang akhirnya dikeluhkan oleh sebagian siswa perkotaan. Pemerintah rupanya juga menyadari hal tersebut, sehingga dalam waktu yang mendesak dan darurat, instansi dinas pendidikan sering melakukan pelatihan secara virtual tentang cara-cara mengajar secara daring. Pihak-pihak lain juga sering membagikan link atau channel yang berisi cara singkat atau tutorial mengajar secara daring.
Seminar dan pelatihan secara virtual begitu banyak diadakan baik oleh lembaga resmi pendidikan pemerintah maupun pihak swasta lain yang merasa terpanggil untuk memajukan pendidikan di Indonesia, khususnya di saat pandemi yang memakai sistem daring atau PJJ.
Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya sistem PJJ berlangsung satu tahun ajaran yaitu sampai dengan bulan Juli 2021. Hal itu berarti satu tahun penuh tahun ajaran 2020-2021 berlangsung dengan menggunakan sistem Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ.
Selanjutnya bagaimanakah pengalaman seorang guru dalam melaksanakan sistem PJJ ini selama setahun itu? Bagi guru mengajar itu bukan sekedar memberi materi, mentransfer materi atau memindahkan ilmu kepada siswa, tapi mengajar juga mengandung unsur mendidik, membimbing, membina, mengarahkan, meluruskan, memberi tahu kebenaran, memberi contoh, bahkan menggali kamampuan dan potensi siswa secara baik dan benar. Hal itu semua tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh seorang guru jika pembelajaran dilakukan jarak jauh tanpa tatap muka langsung. Jika pembelajaran melalui Online/daring maka yang sering terjadi guru lebih banyak memberi materi/mentransfer materi saja dan sangat sedikit waktu untuk membina, membimbing atau memberi contoh karakter yang ideal atau akhlak mulia. Itulah sebabnya mengapa anak-anak yang belajar melalui model PJJ, sikap dan perilaku mereka sedikit kurang tata krama atau sopan santun secara baik, karena tidak pernah melihat contoh sikap atau perilaku guru seperti saat belajar tatap muka.
Guru saat melaksanakan PJJ harus mempersiapkan segala sesuatunya lebih baik dan menarik bahkan dituntut lebih inovatif dan tidak membosankan. Diawali guru harus menyiapkan materi lewat pembuatan Power Point ( PPt ) yang bagus dan menarik. PPt tersebut akan ditayangkan saat PJJ berlangsung. Meski sudah sempurna pun PPt itu, tetap saja guru tidak tahu bagaimana reaksi atau respon siswa secara langsung, karena biasanya hanya bisa liat melalui zoommeeting, dan itupun susah untuk mengontrol apakah semua siswa menyimak dengan baik atau bahkan bisa jadi sebagian siswa nan jauh disana tidur atau hilang entah kemana atau mungkin main game, karena guru hanya bisa lihat dilayar monitor laptop yang sangat terbatas daya jelajah pengawasan mata kita. Apalagi jika power point yang ditampilkan tidak menarik, sudah dapat dipastikan sebagian besar siswa akan bosan dan mungkin akan ditinggalkan.
Setelah menyiapkan materi dengan PPt, guru terkadang masih harus mencari model pembelajaran video tayangan yang ada di channel youtube, sebagai sesuatu tambahan yang dapat menarik minat siswa untuk mengikuti materi pelajaran tersebut. Untuk mencari materi di Youtube guru harus menyiapkan kuota yang cukup banyak, dan sudah barang tentu itu memerlukan biaya yang tidak sedikit bahkan bisa dibilang harus banyak. Bagi Guru yang sudah berstatus ASN atau PNS mungkin masih bisa diatasi masalah biaya, atau guru di sekolah yang bertaraf menengah ke atas masalah kuota mungkin tidak jadi persoalan, tetapi bagi guru honor di sekolah yang bertaraf menengah ke bawah atau sekolah di pelosok desa terpencil, masalah kuota bisa jadi menjadi kendala utama. Untungnya Pemerintah melalui Kementrian Pendidikan segera tanggap dan langsung menggulirkan bantuan kuota untuk para guru dan dosen, meski bantuan tersebut tergolong agak terlambat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, itu kata pepatah.
Jika video tayangan youtube sudah ada dan sudah ditayangkan saat PJJ, guru juga masih dituntut untuk membuat tagihan baik berupa soal-soal tugas ataupun latihan sesuai kompetensi yang diminta. Nah untuk menyiapkan soal-soal tagihan tersebut guru juga harus mencari lewat berbagai alat dan media seperti internet, buku paket, buku latihan soal, bank soal, atau dari sumber lainnya. Setelah selesai membuat tagihan, kendala juga terkadang masih menghadang atau terjadi di lapangan, seperti siswa masih ada saja yang terlambat mengerjakan atau mengumpulkan tagihan/tugas tersebut. Bahkan sering ada saja siswa yang tidak mengerjakan tagihan/tugas tersebut. Padahal gurunya sudah dengan susah payah menyiapkan dan memberi tagihan/tugas itu demi tercapainya kompetensi yang ada. Itulah salah satu tugas berat guru saat melaksanakan PJJ.
Jika tagihan/tugas dikerjakan siswa yang terkadang diberi waktu 5-7 jam selesai, itupun masih ada saja yang terlambat atau tidak mengerjakan. Jika itu terjadi maka pekerjaan guru nambah lagi yaitu mengingatkan, menagih siswa yang telat atau tidak mengerjakan tadi, dan itupun perlu waktu dan energi yaang tidak sedikit, bahkan sering menguras energi lebih banyak untuk menagih daripada untuk mengajar. Jika semua siswa sudah selesai mengerjakan tagihan/tugas, pekerjaan guru masih ada lagi yang juga lumayan melelahkan yaitu mengoreksi/memeriksa jawaban siswa. Jika tagihan berupa soal pilihan ganda di GCR ( Google Classroom ) maka sudah otomatis langsung terlihat jawaban siswa yang benar, karena sudah di setting. Tetapi jika tagihan itu berupa soal isian atau essay, maka untuk mengoreksinya memerlukan waktu yang cukup lama, apalagi kalau guru tersebut mengajar untuk kelas yang banyak, misal 6 sampai 8 kelas. Maka biasanya waktu mengoreksi bisa memakan waktu 4 sampai 5 hari, itu artinya waktu guru habis untuk kegiatan PJJ dari mulai menyiapkan materi sampai mengoreksi jawaban.
Belum selesai disitu tugas guru, koreksi selesai masih harus tahap berikutnya yaitu memberi skor/nilai pekerjaan siswa tadi, kemudian memasukkan ke dalam daftar nilai yang ada perkelas. Jika semua sudah dimasukkan ke dalam daftar nilai, maka tahap berikutnya adalah mencari siapa siswa yang nilainya di bawah batas ambang bawah atau istilahnya KKM ( di bawah standar yang telah ditentukan ). Jika ada maka guru mengumumkan di kelas tersebut, dan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM tersebut harus mengikuti kegiatan remedial ( pengajaran ulang sesuai materi/KD yang belum tuntas ). Ini perlu waktu dan biasanya kala PJJ sulit dilaksanakan karena faktor waktu.
Jika remedial bisa terlaksana dengan baik dan benar, maka guru tersebut masih harus memberi tes tagihan lagi untuk siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM tadi, begitu seterusnya sampai semua siswa memperoleh nilai pas KKM atau di atas KKM.
Itulah sekelumit alur cerita tugas guru yang begitu berat dan bisa dibilang luar biasa “padatnya” yang dilakukan saat melaksanakan model PJJ di masa pandemi ini. Sungguh pekerjaan yang menguras keringat, jiwa dan emosi. Disinilah guru dituntut untuk super sabar, super pinter, super kuat, super tahan iman, super tahan banting, pokoknya guru harus super power melebihi Superman atau Spiderman. Belum lagi jika menghadapi orang tua siswa yang kurang atau tidak mensupport anaknya untuk belajar, maka akan butuh tenaga doubel dan ekstra untuk itu.
Jika guru tersebut juga merangkap sebagai wali kelas, maka sudah dapat dipastikan waktu dan pekerjaan guru itu makin numpuk dan tersita untuk ngurusi siswa dan mungkin respon orang tua yang kurang mendukung anaknya. Guru itu harus ngurusi absensi ( kehadiran tiap pagi ), membangunkan lewat wa group atau bahkan ditelpon, mengingatkan untuk absen foto, untuk isi list PJJ atau isi link di GCR, mengingatkan untuk mengikuti PJJ dengan baik, mengingatkan untuk mengerjakan tugas-tugas/tagihan dari guru mata pelajaran, memberi motivasi untuk anak anaknya khususnya yang agak sedikit malas atau kurang dalam penerimaan pelajaran, belum lagi masih harus mendorong siswanya untuk mengikuti pembiasaan tiap pagi lewat zoom. Biasanya guru yang merangkap jadi wali kelas, sudah stanbye di depan laptop dan HP itu mulai jam 05.30 ( membangunkan/mengingatkan absen ), sampai selesai PJJ jam 11.30 baru guru tersebut bisa bernafas lega, itupun kalau seluruh siswa hadir di PJJ dan mengerjakan tugas semua.
Jadi Guru itu saat PJJ bekerja lewat dunia maya/ online tapi tenaganya jiwa dan raga terpakai dan terkuras, itulah pengalaman dan umumnya guru saat melakukan PJJ. Mungkin orang lain tidak menyangka jika PJJ itu SUPER BERAT dan SUPER REPOT buat Guru yang benar-benar melaksanakan tugasnya dengan benar.
Semoga sekelumit cerita ini dapat menyadarkan kita khususnya seluruh masyarakat bahwa tugas mensukseskan pendidikan anak itu bukan semata-mata tugas seorang guru, tetapi juga tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. Jadi pihak sekolah melalui guru, masyarakat dan pemerintah bekerjasama memajukan pendidikan di Idonesia. Pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan, sekolah melaksanakan kebijakan tersebut, dan masyarakat sebagai pemakai harus juga mendukung sepenuhnya kegiatan yang dilakukan oleh sekolah melalui guru mata pelajaran dengan cara mensupport dan memotivasi anak-anak mereka untuk ikut berperan aktif dengan cara belajar dengan sungguh-sungguh dan berprestasi baik akademik maupun non akademik demi meraih cita-cita. Semoga Pandemi ini segera berakhir dan Indonesia kembali bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka sehingga kualitas moral, tata krama dan sopan santun siswa dapat dibina dan dibimbing dengan sepenuh hati oleh bapak ibu guru terutama melalui keteladanan.
Itulah sedikit cerita tentang guru di saat PJJ yang tentunya hanya sebagian kecil contoh dari jutaan guru yang ada di Indonesia . Sebagai penulis saya mohon maaf jika ada beberapa hal yang mungkin kurang pas/tidak sesuai dengan kondisi bapak ibu guru, karena ini hanya ilustrasi atau contoh kecil dari kegiatan seorang guru. Penulis sadar bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu kritikan dan masukan sangat penulis butuhkan demi terciptanya karya yang lebih baik dan berdaya guna. Terima kasih diucapkan kepada pembaca, semoga memberi inspirasi buat bapak ibu guru untuk terus berkarya demi suksesnya pendidikan di Indonesia. Bravo untuk bapak ibu guru.
Tangerang Selatan, 15 Juli 2021