Pedagang Pada Saat Pandemi
Oleh: Khoirul Anwar
Pandemi covid-19 di Indonesia berdampak kepada seluruh sektor kehidupan baik itu usaha dengan skala besar seperti ekspor impor ataupun yang berskala kecil seperti pedagang kaki lima atau pedagang keliling. Jika usaha dengan skala besar mengatasi masalah dampak pandemi dengan cara mengurangi karyawan atau merumahkan mereka atau bahkan mem PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), tidak begitu buat para pedagang kecil.
Pandemi covid-19 ini membuat pemerintah menganjurkan sebagian besar warga masyarakat untuk tetap tinggal di rumah, membatasi diri untuk tidak keluar rumah apapun alasannya untuk meminimalisir penyebaran dan penularan virus covid-19. Bahkan pada situasi tertentu pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar) baik yang makro maupun yang bersifat mikro. Dampak dari kebijakan tersebut adalah pergerakan masyarakat dibatasi waktu dan tempatnya. Beberapa sektor non Esensial dilarang beroperasi, seperti toko-toko sandang, toko mainan atau peralatan, dan seterusnya sehingga berdampak mereka melakukan pengurangan karyawan bahkan PHK.
Di waktu yang lain pemerintaah mengganti nama PSBB menjadi PPKM ( Pembatasan Pergerakan Kegiatan Masyarakat ). Kebijakan PPKM ini membuat para karyawan yang kena PHK atau dirumahkan sementara banyak yang beralih profesi dengan terpaksa menjadi pedagang kecil atau pedagang keliling, ada juga yang mencoba peruntungan berjualan online bagi yang memiliki cukup modal. Nah pedagang kecil atau pedagang keliling dadakan/musiman ini yang cukup menarik, karena beberapa memiliki tipe atau cara berdagang yang unik dan berbeda dengan pedagang lain yang sudah terlebih dulu ada.
Di tulisan ini penulis mencoba ceritakan beberapa pedagang kecil dan pedagang keliling yang berjualan di masa pandemi covid-19 ini.
Berikut ini akan penulis kisahkan bebrapa cerita dan pengalaman dari para pedagang kecil dan pedagang keliling bagaimana rasa dan suasan jualan di saat musim pandemi covid-19 seperti sekarang ini.
1. Pedagang Sayur Keliling
Menurut cerita dan pengalaman tukang sayur keliling; jualan saat pandemi ini lebih susah dari pada kondisi biasa. Pertama: karena saat musim pandemi ini banyak komplek perumahan dan Gang yang pintu masuknya di portal/ditutup sehingga beberapa penjual sayur terpaksa memutar cari jalan yang lain meski terkadang lebih jauh. Kedua: jika terpaksa komplek perumahan itu ditutup portal secara total akses masuknya, maka sudah dipastikan dia akan kehilangan pelanggan atau calon pembeli sayurannya. Ketiga: Banyak pelanggan terutama yang di perumahan agak besar atau elite mereka beralih membeli sayur melalui aplikasi pasar oline karena takut tertular atau menjaga diri dari penularan virus, sehigga sangat mengurangi jumlah pendapatan para penjual sayur keliling tersebut. Keempat Para pembeli sebagian pada takut atau trauma jika harus membeli sayuran di pedagang keliling karena takut berkerumun dan tertular virus covid-19. Hal ini jelas mengurangi omset penjualan dan pelanggan mereka. Belum lagi pedagang sayur keliling jumlahnya bertambah sekitar 5 sampai 10 persen sehingga persaingan juga makin nambah. Meskipun secara omset jumlah penjualan sedikit menurun, tetapi rata-rata pendapatan sehari masih dibilang cukup untuk menutupi biaya hidup, karena keuntungan yang didapat juga tergolong lumayan.
2. Pedagang Jamu
Profesi penjual jamu pada masa pandemi covid-19 ini jumlahnya mengalami kanaikan atau penambahan yang cukup lumayan banyak, karena di masa pandemi itu masyarakat percaya dan yakin bahwa dengan sering dan rutin meminum jamu tradisional seperti kunyit, beras kencur, jahe, temulawak, brotowali/pahitan, sirih, dan yang lainnya maka mereka akan selalu sehat, bugar , dan dapat mencegah terjadinya penularan virus termasuk virus covid-19 itu, serta menambah imunitas tubuh. Maka tidak heran penjual jamu tradisional dadakan bermunculan. Menurut penuturan dan pengalaman mereka berjualan jamu di saat musim pandemi covid-19 ini omset dan pembelinya meningkat rata-rata dari 20 sampai 40 persen. Hampir setiap gang yang mereka lewati atau masuki selalu ada yang membeli bahkan makin bertambah tiap harinya jumlah pembelinya. Malahan ada beberapa gang atau kampung yang akhirnya berlangganan, hampir tiap hari membeli jamu jika lewat di depan rumahnya, bahkan mereka pesan untuk di teriakin jika lewat depan rumahnya, saking pengennya minum jamu tradisional tersebut. Dari segi harga juga terjadi persaingan yang cukut seru diantara para penjual jamu ini, ada yang memasang harga 4 ribu rupiah untuk segelas kecil jamu standar ( kunyit asem, jahe, beras kencur, sirih, temulawak ), tetapi ada juga yang lebih murah dari itu yaitu 3 ribu rupiah per gelas kecil. Tetapi ada juga yang memasang bandrol harga lebih mahal yaitu 5 ribu rupiah per gelas kecil, ini dikarenakan jamunya lebih kental, dan variasi jamunya lebih komplit ( seperti tukang jamu yang ada di ruko/di pinggir jalan ). Dari penuturan mereka pada masa pandemi ini permintaan jamu khususnya dengan menu tambahan telor ayam kampung + madu + jahe menjadi menu yang sering laku karena dianggap menjaga stamina dan imunitas tubuh. Kemudian menu kunyit asem, beras kencur dan jahe menjadi menu yang paling sering konsumen minum, disamping harganya yang sedikit terjangkau, juga rasanya yang lumayan segar. Konsumen meyakini jamu tradisional ini lebih bagus untuk meningkatkan imun tubuh secara alamiah bukan zat kimia. Dari sudut konsumen jamu tradisional kunyit, jahe, beras kencur, temulawak itu harganya sangat terjangkau dan menyehatkan untuk badan, sehingga mereka rutin meminumnya. Menurut penuturan para penjual jamu, jika berjualan keliling dari pagi sekitar jam 06.30 kalo lagi rame biasanya akan habis sekitar jam 10.00 atau 10.30, dan penghasilan yang diperoleh cukup lumayan tergantung berapa botol yang mereka bawa saat keliling. Tetapi jika keadaan lagi sepi biasanya mereka keliling dari pagi jam 06.30 sampai jam 11 lewat, itupun hasil yang diperoleh juga masih cukup untuk kebutuhan sehari hari.
3. Pedagang Bakso Keliling
Berdasarkan penuturan dan pengalaman pedagang bakso keliling, jualan pada masa pandemi ini juga hampir mirip dengan para pedagang yang lain, yaitu banyak perumahan, atau gang atau jalan yang ditutup portal/pintu masuknya sehingga membuat mereka berputar haluan lebih jauh untuk menghampiri langganan mereka. Bahkan beberapa komplek perumahan yang pintu aksesnya ditutup total sehingga mereka tidak dapat masuk menawarkan dagangannya ke dalam komplek tersebut, dan ini berdampak menurunnya omset penjualannya. Pedagang bakso keliling ini kebanyakan masih pedagang yang lama, sangat jarang ada pedagang yang baru/dadakan, kalaupun ada penambahan pedagang mungkin hanya sekitar 0,5 persen tutur mereka. Karena dagang bakso menurut mereka memerlukan modal yang lumayan banyak, baik untuk pembuatan gerobak maupun untuk belanja bahan-bahannya. Pedagang bakso keliling biasanya berangkat keliling sekitar jam 15.00 menjelang sore, meskipun begitu ada juga pedagang yang memulai keliling sekitar jam 12.30 siang itu tergantung area mereka berkeliling. Penuturan mereka berjualan keliling biasanya dilakukan sampai pukul 21.00 sampai 22.00 tergantung stok dagangan yang mereka bawa, dan juga tergantung seberapa banyak bakso yang sudah laku terjual. Jika waktu sudah menunjukkan jam 9 malam tetapi dagangan bakso masih cukup banyak biasanya mereka akan terus berkeliling untuk menawarkan dagangannya sampai pukul 10 malam bahkan lebih. Jika mereka berangkat dari jam 12.00 siang hari, kemudian saat jam 9 malam dagangannya tinggal sedikit, biasanya langsung diputuskan untuk pulang meski belum habis semua. Penuturan mereka omset pendapatan lumayan dan sangat cukup untuk kebutuhan sehari hari ( biasanya hari sabtu dan minggu ). Tetapi jika kondisi lagi sepi seperti saat lagi pandemi covid-19 ini pendapatan mereka menurun lumayan apalagi di saat PPKM darurat. Jadi saat pandemi ini dan saat PPKM darurat ini omset pendapatan mereka turun. Semoga pandemi ini segera berakhir dan semua kembali normal, Aamiin.
4. Pedagang Bubur Kacang Hijau Keliling
Pedagang kacang hijau dan ketan hitam biasanya mereka mulai keluar keliling sekitar jam 06.00 atau 06.30 sampai sekitar jam 11.00 atau lebih, tergantung porsi yang masih tersedia di gerobak mereka. Harga perbungkus bubur kacang hijau dan ketam hitam ini dibandrol 5 ribu. Biasanya mereka berjualan keliling masuk ke dalam gang-gang kecil dalam perkampungan atau juga masuk ke dalam komplek perumahan. Menurut penuturan para pedagang tersebut pendapatan setiap hari cukup untuk menutupi kebutuhan hidup hari-hari. Bagi padagang ini pandemi covid-19 ini juga membawa dampak terhadap penjualan mereka, karena beberapa pembeli terkadang juga takut membeli dari pedagang keliling karena takut tertular virus covid-19 yang katanya bisa menularkan lewat uang kembalian yang mereka terima dari pedagang keliling, atau dari segala sesuatu yang berasal dari barang para pedagang keliling tersebut seperti plastik pembungkus dll. Tetapi ada kasus justru saat pandemi covid-19 ini omset penjualan bubur kacang hijau mereka malah naik, para pembeli bertambah karena merasa perlu sekali sarapan dengan sesuatu yang menyehatkan dan bervitamin seperti bubur kacang hijau tersebut. Tetapi secara umum pendapatan mereka saat pandemi covid-19 ini menurun sekitar 5 sampai 10 persen, hal ini dikarenakan ketakutan tadi, juga adanya penutupan beberapa pintu portal masuk suatu gang atau komplek perumahan.
5. Pedagang Bubur Ayam
Pedaggang bubur ayam yang mangkal di suatu tempat ( pinggir komplek, deket gang suatu kampung, atau di pinggir jalan raya ), menurut penuturan mereka penjualan dagangan mereka saat pandemi covid-19 ini ada yang mengalami sedikit penurunan tetapi juga ada yang tidak terpengaruh sama sekali, tetapi secara umum mereka mengalami penurunan omset penjualan sekitar 10 sampai 15 persen. Hal tersebut disebabkan oleh kekhawatiran dan ketakutan masyarakat akan penularan virus covid-19 ini melalui uang kembaliannya atau dari barang-barang dari penjual bubur ayam tersebut seperti plastik pembungkus dan yang lain. Namun karena mereka berjualan tidak keliling alias berjualan di tempat tertentu yang sudah diketahui para pembeli atau langganannya, jadi omset penjualan mereka mengalami pasang surut, terkadang naik terkadang turun. Menurut penuturan mereka pendapatan perhari cukup untuk biaya hidup hari-hari.
6. Pedagang Buah buahan
Pedagang buah buahan yang penulis ceritakan adalah yang berjualan dipinggir jalan dengan membuka tenda. Buah buahan yang dijual seperti buah Naga, Semangka, Melon, Pepaya, Jeruk, Pear, Mangga, tergantung musim yang sedang ada. Dagangan yang hampir selalu ada tanpa mengenal musim yaitu semangka dan buah naga. Menurut pedagang kedua buah tersebut selalu dikirim stoknya oleh para tengkulak dari pasar induk secara rutin. Sekali beli biasanya untuk buah naga mereka membeli 1 peti kayu, sedangkan untuk semangka 2 – 3 peti kayu, tergantung stok barang di pasar induk. Omset penjualan saat pandemi covid-19 ini penuturan mereka tidak bisa diprediksi, karena terkadang naik terkadang juga turun. Sebagian masyarakat juga khawatir akan penyebaran virus covid-19 ini lewat sentuhan para calon pembeli pada buah yang di pajang. Sebagian masyarakat yang sudah maju mereka membeli buah secara online dengan pembayaran melalui M-banking sehingga pembeli tidak bersentuhan langsung dengan penjual. Cerita para pedagang buah tersebut omset meraka sama sekali tidak bisa ditebak dan susah di rata-rata.
Itulah cerita beberapa pedagang ( 6 pedagang ) yang penulis bawakan untuk melengkapi cerita situasi dan keadaan mereka berdagang saat masa pandemi covid-19 ini. Tentunya cerita tadi tidak sepenuhnya mewakili seluruh pedagang yang ada, karena semua itu masih banyak faktor yang mempengaruhinya seperti lokasi mereka berdagang ( strategis atau tidak ), cara mereka menjajakan dagangannya juga berbeda-beda tiap pedagang, rasa dan kemasan yang mereka sajikan juga pasti berlainan, dan mungkin ada faktor lain yang penulis tidak ketahui secara detail. Namun sedikit ulasan tadi minimal pembaca sedikit punya gambaran bagaimana keadaan para pedagang tadi saat berjualan di masa pandemi sekarang ini. Tentunya kita berharap semoga pandemi covid-19 ini segera berakhir sehingga para pedagang tadi dapat menikmati indahnya berdagang pada situasi normal.
Penulis sadar bahwa tulisan ini sangat jauh dari kata sempurna, untuk itu kritikan dan masukan tetap penulis harapkan dari para pembaca khusunya rekan-rekan guru, agar ke depan akan lebih baik lagi dan makin mendekati sempurna. Tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih untuk para pembaca semoga karya sederhana ini mampu menginspirasi rekan-rekan guru untuk ikut dan dapat juga berpartisipasi menghasilkan karya sesuai kemampuan dan kompetensi yang kita miliki. Bravo untuk Guru.
Tangerang Selatan, 21 Juli 2021