Penulis: Fatmi Sunarya
Pengantin Kerinci zaman dulu/ Sumber foto https://regional.kompas.com/read/2020/10/26/11202691/cendera-mata-lapik-koto-dian-dari-kursi-depati-hingga-pelaminan?page=all
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan mempunyai naluri atau keinginan untuk hidup bermasyarakat dan juga melanjutkan keturunan. Melanjutkan keturunan tentunya melalui pernikahan. Di Kerinci, sebuah negeri di Provinsi Jambi, Sumatra, untuk menuju pernikahan melalui jenjang atau tahapan.
Suku Kerinci memandang perkawinan di dalam lingkungan atau kerabat lebih diutamakan, dibandingkan dengan perkawinan di luar kerabat. Namun seiring zaman, suku Kerinci lebih terbuka dan tidak ada larangan untuk menikah dengan di luar kerabat ataupun di luar suku Kerinci.
Pengantin Kerinci masa kini/Sumber foto Ollyn/Dokpribadi
Suku Kerinci mengenal beberapa tahap dalam mencari jodoh menuju pernikahan, pertama adalah berkenalan atau bamudo. Kalau di zaman sekarang dikenal dengan berpacaran. Dimana pasangan saling mengenal sifat dan juga keluarga masing-masing. Jika terdapat kecocokan akan dilanjutkan dengan proses batuek (bertanya, bahasa Kerinci) atau melamar.
Batuek atau melamar, pihak pria dengan melalui orang ketiga sebagai utusan akan menyambangi rumah pihak wanita. Proses ini juga dikenal dengan istilah Undain Bajaleang (runding sedang berjalan, bahasa Kerinci).
Dalam proses batuek ini, orangtua pihak wanitalah mempunyai hak untuk menolak dan menerima. Jika orangtua pihak wanita menerima maka akan dilanjutkan dengan pertemuan kedua orangtua. Pada proses ini, sudah mulai membicarakan hal-hal yang serius untuk persiapan pernikahan.
Tahap selanjutnya adalah pemberitahuan kepada Tengganai. Tengganai dalam adat Kerinci adalah saudara laki-laki dalam keluarga pihak Ibu. Karena suku Kerinci menganut sistem matrilineal mengikuti alur keturunan berasal dari pihak Ibu.
Pihak pria dan pihak wanita memberitahu kepada tengganainya masing-masing tentang rencana pernikahan. Tengganai mempunyai hak menyetujui dan juga menolak rencana pernikahan tersebut. Tentu saja harus dengan pertimbangan yang benar.
Setelah masing-masing tengganai kedua belah pihak menyetujui barulah berlanjut pada proses bertemunya kedua tengganai masing-masing pihak. Acara ini dikenal dengan nama temu ahak.
Kedua tengganai akan membicarakan acara pernikahan yang akan digelar. Mulai perundingan tentang kapan hari pernikahan, biaya dan segala sesuat persiapan pernikahan.
Dalam acara temu ahak ini sebagai kesepakatan bahwa kedua belah pihak sudah mufakat akan rencana pernikahan yang akan digelar. Biasanya kedua belah pihak saling bertukar tanda, bisa berupa cincin atau benda lainnya. Jika salah satu pihak mengingkari atau membatalkan kesepakatan ini maka akan dikenakan denda adat.
Beberapa kasus, pihak pria atau pihak wanita tiba-tiba membatalkan rencana pernikahan maka pihak yang membatalkan akan dituntut ganti rugi serta dikenakan denda adat. Berapa ganti rugi yang harus dibayarkan? Hal ini dibicarakan dalam perundingan kedua pihak tengganai.
Tahap selanjutnya adalah akad nikah dan pesta pernikahan. Akad nikah biasanya dilakukan di rumah mempelai wanita atau di masjid dan bisa juga di KUA, sesuai kesepakatan.
Mengenai pesta pernikahan, tidak wajib dilaksanakan, tergantung kemampuan pihak yang menikah. Pihak adat tidak mewajibkan pesta pernikahan yang besar-besaran, hanya akad nikah dengan makan bersama saja itu sudah cukup.
Adat Kerinci tidak mengatur besaran mahar atau maskawin, semua sesuai dengan syariat Islam yakni pemberian mahar berdasarkan kerelaan dan mahar wajib hukumnya.
Seiring perkembangan zaman, adat Kerinci tetap dipertahankan dalam proses menuju pernikahan. Jika terdapat keluarga yang tanpa memberitahukan pihak adat dan sudah melangsungkan pernikahan maka akan dikenakan sanksi adat berupa permintaan maaf kepada tengganai dan pemuka adat.
Adat istiadat yang merupakan bagian dari budaya harus tetap dipertahankan dan dilestarikan karena budaya merupakan identitas suatu bangsa.
September 2021,
Artikel ini pernah tayang di sebuah blog
Asyik ya kalau lagi nikahan apalagi pakai upacara adat