Sembahyang Kubur: Rangkaian Prosesi dari Sebuah Tradisi Turun-temurun

Altar roh milik keluarga penulis (Foto milik pribadi) 

Penulis: Jeniffer Gracellia

Dua kali dalam setahun, masyarakat kota Pontianak akan mengunjungi makam leluhur untuk melaksanakan sebuah tradisi turun temurun. Anggota keluarga pun rela mengeluarkan banyak biaya dan juga tenaga untuk mengingat dan menghormati roh leluhur dalam tradisi ini.

Menurut penulis, ini adalah salah satu ritual keturunan Tionghoa yang paling membutuhkan banyak persiapan. Tidak semua orang bisa mempersiapkan semua barang-barang yang diperlukan. Karena kesulitannya, tidak heran jika masyarakat mulai meninggalkan ritual yang sudah menjadi tradisi turun temurun ini.

Keluarga penulis termasuk dari keluarga-keluarga di Kota Pontianak yang masih menjalankan ritual ini. Lewat tulisan sederhana ini, penulis ingin membawa para pembaca untuk mengenal dan melihat persiapan salah satu tradisi yang penuh dengan makna dan tercatat sudah dilakukan sejak ribuan tahun lalu.  

 

Dua kali dalam setahun

Sembahyang Kubur atau dalam bahasa Hakka dikenal dengan Kua Ci (掛紙) dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada Festival Qingming dan pertengahan bulan 7 dalam kalender Tionghoa atau kalender Candra.

Sembahyang Kubur yang pertama dilakukan selama 15 hari sebelum Festival Qingming (清明節) yang tahun ini jatuh pada 4 April 2021. Sedangkan yang kedua pada bulan ke-7 (yang biasa disebut dengan Bulan Hantu) dilakukan pada tanggal 1 sampai 15 kalender Tionghoa di bulan tersebut.

Sembahyang Kubur bukan hanya dilakukan di Kota Pontianak, melainkan juga di kota-kota lain di Indonesia dengan masyarakat keturunan Tionghoa. Selain di China, di negara seperti Taiwan, Thailand, Singapura dan Malaysia juga melaksanakan tradisi ini.

 

Makna dari sembahyang kubur

Sembahyang kubur sendiri digunakan sebagai waktu untuk mengunjungi, membersihkan dan juga memberikan persembahan kepada leluhur, orang tua atau keluarga yang sudah meninggal. Dengan mengunjungi pemakaman keluarga yang sudah meninggal, tradisi ini juga menjadi momen yang spesial untuk berkumpul bersama seluruh anggota keluarga lainnya.

Tradisi ini juga kuat dengan ajaran keluarga Tionghoa dimana seorang anak harus melayani dan mencukupi kebutuhan orang tuanya, selama hidup maupun setelah meninggal. “Jika tidak ada mereka, maka tidak ada kita,” kira-kira seperti itu maksud sederhana dari tradisi ini.

Orang tua akan meneruskan tradisi turun temurun ini dari satu generasi ke generasi lainnya. Misalnya terjadi di penulis, sejak kecil penulis sudah diajak untuk mengikuti dan juga mempelajari persiapan dari Sembahyang Kubur. 

 

Rangkaian prosesi sembahyang kubur dalam keluarga penulis

Kue bolu kukus mekar dan kue telur yang wajib dipersembahkan (Foto milik pribadi)

  1.   Persiapan

Sembahyang kubur tahun ini keluarga penulis untuk melakukannya pada tanggal 21 Maret 2021 untuk kakek nenek dari ibu penulis dan 23 Maret 2021 untuk kakek nenek dari ayah penulis. Jauh sebelum hari yang ditentukan, keluarga sudah harus mempersiapkan setiap kebutuhan yang diperlukan.

Yang pertama adalah membeli kebutuhan seperti lilin (yang dipercaya untuk menerangi jalan para leluhur di dunia akhirat), dupa, buah-buahan dan kebutuhan leluhur seperti baju-bajuan, sepatu, baju dalam, emas, uang emas hingga kompor yang dibuat dari kertas yang nantinya akan dibakar. Menjelang sembahyang kubur, masyarakat akan mulai memenuhi toko yang menjual perlengkapan sembahyang.

Persiapan yang kedua adalah kebutuhan yang perlu dimasak seperti seekor ayam, sepotong daging babi, tahu kuning, teh, arak putih, kopi hingga nasi yang ditusuk dengan sumpit. Setiap makanan yang nantinya akan dipersembahkan harus dalam suhu yang dingin sehingga biasanya dipersiapkan malam sebelumnya.

Pemakaman ramai dengan keluarga-keluarga yang melaksanakan sembahyang kubur (Foto milik pribadi)
  1.     Bangun pagi-pagi

Walaupun tidak ada peraturan jam berapa Sembahyang Kubur dilakukan, namun sudah menjadi tradisi untuk sampai di pemakaman pada pagi hari sebelum matahari terbit.

Biasanya penulis akan bangun pada jam 03.30 dan membantu berbagai persiapan dan pengecekan ulang. Ketika jam 04.30, penulis bersama keluarga besar akan berangkat ke pemakaman umum.

Selama 15 hari sembahyang kubur, jalanan Pontianak pada subuh hari akan selalu dipenuhi oleh kendaraan yang menuju pemakaman umum.

Menata persembahan bermodal cahaya dari lampu darurat (Foto milik pribadi)

 

  1.     Bersih-bersih dan menata persembahan

Sesampainya di lokasi, keluarga penulis akan mulai membersihkan makam. Jika malam sebelumnya turun hujan, biasanya makam akan lebih kotor dan sulit dibersihkan.

Setelah makam sudah bersih, maka barang yang sudah disiapkan akan mulai disusun di altar makam. Penyusunan seperti lilin, dupa, makanan dan minuman serta kertas persembahan akan ditata sesuai urutan.

Bukan hanya altar leluhur, di setiap makam juga terdapat altar dewa. Dewa ini dipercayai sebagai dewa yang akan menuntun jalan datang dan pulang roh leluhur selama sembahyang kubur dilakukan. Persembahan seperti buah-buahan dan kertas sembahyang juga disiapkan di altar dewa.

  1.     Proses sembahyang

Setelah penataan sudah selesai, maka seluruh anggota keluarga yang datang akan berkumpul di depan altar leluhur untuk melakukan sembahyang dengan dupa yang dibakar.

Selama proses penghormatan ini, anggota keluarga biasanya memanjatkan doa-doa pribadi ataupun doa untuk roh leluhur yang sudah meninggal.

Selama sembahyang kubur, penghormatan dengan dupa akan dilakukan selama 3 kali yaitu pembuka, pertengahan dan penutup sembahyang kubur.

Melipat uang kertas sambil menunggu (Foto milik pribadi)

 

  1.     Menunggu

Setelah penghormatan yang pertama, para anggota keluarga akan menunggu. Proses menunggu ini dipercayai untuk menunggu para roh leluhur untuk melihat anggota keluarga yang datang dan untuk menikmati makanan persembahan yang sudah diberikan.

Sambil menunggu, anggota keluarga yang datang akan mengisi waktu dengan melipat uang kertas sambil bercakap-cakap. Para penjual makanan yang menyediakan sarapan juga kadang ditemukan di sekitar pemakaman umum.

Persembahan berupa uang kertas dan duplikasi kebutuhan sehari-hari (Foto milik pribadi)

 

  1.     Persembahan barang-barang duplikasi

Setelah melakukan penghormatan dupa yang terakhir, anggota keluarga akan mulai proses selanjutnya yaitu persembahan barang-barang duplikasi dari kertas berupa baju-bajuan, sepatu hingga uang emas. Barang-barang tersebut akan disusun di sebuah tempat khusus untuk dibakar. Doa akan dipanjatkan untuk roh leluhur agar dapat menerima persembahan tersebut yang dipercaya akan digunakan oleh roh leluhur di dunia akhirat hingga sembahyang kubur selanjutnya.

Sebelum dibakar, seluruh persembahan harus ditata dengan rapi agar dapat terbakar dengan rata | Foto milik pribadi

 

  1.     Membereskan barang-barang untuk persiapan pulang

Setelah persembahan dibakar, anggota keluarga akan mulai membereskan barang-barang di altar leluhur dan altar dewa. Kebanyakan makanan yang diberikan akan dibawa pulang dan dinikmati oleh para anggota keluarga sepulang ke rumah.

Uniknya, terdapat kepercayaan makanan yang sudah dipersembahkan ini rasa nikmatnya akan berkurang. Seperti buah-buahan yang rasa manisnya akan berkurang.

Namun terdapat barang-barang yang tidak dibawa pulang seperti lilin yang dipercayai akan menuntun jalan roh leluhur kembali ke dunia akhirat. Satu dari setiap jenis buah-buahan yang dipersembahkan juga akan ditinggalkan di altar leluhur.

Persembahan berupa uang kertas dan duplikasi kebutuhan sehari-hari dibakar pada akhir prosesi (Foto milik pribadi)

 

  1.     Proses pembakaran persembahan yang memakan waktu dan akhir dari prosesi

Biasanya proses pembakaran persembahan memakan cukup banyak waktu. Anggota keluarga harus menjaga agar seluruh persembahan terbakar dengan baik tanpa sisa. Jika cuaca sedang tidak baik seperti turun hujan, proses pembakaran juga akan sulit dilakukan. Sambil menunggu proses pembakaran selesai, setiap anggota keluarga akan pamit dengan roh leluhur sambil memanjatkan doa agar dilindungi dan diberkati selalu.

 

Menurut penulis, proses Sembahyang Kubur sendiri walaupun kental dengan ajaran agama Kong Hu Cu sekarang tidak dilakukan sebagai sebuah ritual agama namun sebagai sebuah ritual tradisi adat istiadat. Ini dikarenakan yang terpenting dari sebuah tradisi Sembahyang Kubur adalah sebagai sebuah bentuk bakti, hormat dan rasa sayang kepada anggota keluarga yang sudah meninggal. Hal ini juga dibuktikan walaupun anggota keluarga tidak menganut agama Kong Hu Cu, proses sembahyang kubur juga tetap dilakukan. 

Tidak dapat dipungkiri tentu beberapa bagian dari proses diatas bisa saja melanggar kepercayaan dari sebuah agama, namun dari pengamatan penulis selama ini hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk tidak melakukan sembahyang kubur. Modifikasi tertentu juga dilakukan berbagai keluarga, misalnya penghormatan tanpa menggunakan dupa diganti dengan proses berdoa bersama.

Kira-kira begitulah keseluruhan proses Sembahyang Kubur yang dilakukan oleh keluarga penulis di Kota Pontianak dari etnis Khek. Perlu ditegaskan, biasanya setiap keluarga memiliki tradisinya masing-masing sehingga terdapat perbedaan proses hingga makna. Perbedaan lokasi, seperti kota yang berbeda, juga memiliki perbedaan ritual.

(Artikel ini pernah tayang di sebuah blog)

 

 

Tinggalkan Balasan

1 komentar