Dawuhan adalah sebuah tradisi budaya yang masih terus dipelihara oleh masyarakat di daerah Dukuh Ringinsari, Kecamatan Gladagsari, Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
Apa sih Dawuhan itu? Mari kita simak hasil wawancara saya dengan salah seorang tetua atau sesepuh dukuh, beliau bernama Pak Parno.
Dawuhan merupakan sebuah upacara budaya atau tradisi turun temurun terkait upaya warga dalam membersihkan sumber air secara kolektif, dalam hal ini sungai. Sungai dipercaya sebagai sumber kehidupan vital masyarakat yang tinggal di sekitar lereng Gunung Merbabu ini.
Kita tentu bahwa manfaat sungai sungguh penting bagi kehidupan masyarakat, terutama daerah-daerah yang mata pencahariannya tergantung pada ‘geliat’ sungai.
Manfaat besar yang diberikan sungai bagi kehidupan masyarakat itu menjadi sebuah legitimasi yang semakin kuat bagi fungsi sungai dalam kehidupan. Sungai sebagai sumber mata pencaharian, sumber pengairan bagi lahan pertanian masyarakat, sumber air bersih bagi masyarakat merupakan manfaat sungai yang telah banyak diketahui oleh kita di beberapa daerah yang bermata pencaharian ‘agraris’.
Manfaat sungai yang lain juga sangat dirasakan di daerah rekan-rekan kita di sebagian besar Kalimantan, dimana sungai juga memiliki manfaat sebagai alat transportasi. Sungai di daerah Kalimantan memang diketahui memiliki karakteristik ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sungai-sungai di Pulau Jawa, sehingga memungkinkan alat transportasi air untuk bergerak lebih leluasa sebagai alat mobilitas warga.
Kembali ke tradisi Dawuhan yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Dukuh Ringinsari. Tradisi ini benar-benar dilakukan untuk menjaga kesinambungan serta keberlangsungan dari sungai sebagai sumber kehidupan. Sebegitu pentingnya peran sungai bagi masyarakat sehingga keberadaannya harus senantiasa dijaga.
Masyarakat Dukuh Ringinsari dan 8 dukuh lainnya yang mendapatkan manfaat langsung dari sungai yang berada di daerah tersebut melestarikan tradisi Dawuhan hingga kini, hanya saja dijelaskan bahwa pada masa pandemi ini, tradisi Dawuhan tidak dilaksanakan seperti tahun-tahun sebelumnya yang menerapkan banyak sekali pembatasan-pembatasan karena menjalankan prokes yang ketat.
Esensi dari tradisi tersebut adalah mengucap syukur serta memohon perlindungan dan ridho dari Tuhan Yang Mahakuasa sehingga dukuh tetap aman dan sejahtera melalui peran sungai. Sesajian pada upacara Dawuhan tersebut diupayakan secara swadaya oleh masyarakat sekitar dan untuk kemudian dipersembahkan sebagai bagian dari upacara ‘Bersih Sumber’ atau biasa disebut sebagai Dawuhan oleh masyarakat Dukuh Ringinsari.
Membersihkan sungai merupakan agenda utama dari rangkaian upacara tradisi Dawuhan ini. Seni dalam bekerjasama dengan nama gotong royong menjadi andalan yang menambah makna mulianya tradisi ini. Disamping kolaborasi yang terjalin indah, kebersamaan merupakan ciri dan karakter kuat yang muncul pada tradisi bersih-bersih sungai di Dukuh Ringinsari.
Tak ada sekat tercipta saat setiap individu melebur untuk ikut berpartisipasi dalam merawat sungai yang dianggap sebagai sumber kehidupan tersebut. ‘Ubo rampe’ (perlengkapan upacara) diupayakan secara swadaya dan dikumpulkan di rumah Ketua RT, atau apabila yang bersangkutan berhalangan, ubo rampe tersebut akan dikumpulkan di rumah sesepuh atau tetua dukuh.
Makna penting yang terlihat adalah mengenai kesadaran penuh masyarakat di dalam merawat alam yang berperan penuh merawat kehidupan mereka juga. Rasa peduli untuk bisa turut menjaga keseimbangan alam menjadi sebuah hal penting disini. Alam tidak hanya dieksploitasi guna ‘memuaskan’ ego manusia semata, yang kerap terjadi saat-saat ini.
Dawuhan bermakna bahwa manusia begitu tergantung kepada alam ini. Alam yang dalam hal ini diwakili oleh sungai sebagai sumber kehidupan masyarakat Dukuh Ringinsari yang memang dikaruniakan Sang Pencipta sebagai salah satu media yang menjaga keberlangsungan hidup warga. Sebaliknya manusia punya kewajiban merawat dengan penghargaan penuh, sehingga manfaat sungai bisa dinikmati, bisa dirasakan dengan maksimal oleh seluruh warga.
Manusia sejatinya merupakan individu mulia yang dipenuhi oleh segala yang baik. Mengembalikan rasa syukur pada Sang Khalik melalui upaya memelihara alam merupakan sebuah support system yang saling mendukung. Alam terpelihara sehingga manusia pun sejahtera karenanya.
Tentu hal ini tidak lepas dari peran sesepuh dukuh yang terus menggemakan dan melestarikan tradisi upacara Dawuhan yang baru saja dilaksanakan beberapa minggu lalu, tepatnya 10 September 2021.
Generasi muda juga memiliki peran yang sama untuk terus melestarikan budaya-budaya kearifal lokal yang mendukung kelestarian alam ini. Kiranya tradisi yang memaknai alam dengan penghargaan tinggi ini terus bisa dilaksanakan sehingga mendukung pelestarian alam di negeri kaya dan sejahtera, Indonesia.
Apresiasi dan terima kasih saya untuk Pak Parno dan Ibu Sriyanti yang telah memberikan banyak sekali penjelasan mengenai Dawuhan.
Ditulis khusus untuk Inspirasiana – (Nita Kris)
Sungai adalah aliran kehidupan, sungguh mulia, Pak Parno telah ikhlas menjaga sungai.