BERKARYA DI TENGAH KESIBUKAN YANG LUAR BIASA

Melawan Takut

Biasanya orang takut menulis karena takut salah. Setidak-tidaknya hal ini dialami beberapa penulis pemula. Ketika akan menulis, tidak perlu mempermasalahkan kaidah tulisan apakah sudah sesuai kaidah penulisan atau bahasa. Berusahalah untuk menulis hingga selesai apa saja yang ada dalam pikiran (Omjay, red.). Jika naskah sudah selesai, maka bacalah naskah itu berulang-ulang. Setelah itu kita dapat melakukan proses editing atas naskah yang sudah ada. Jika sejak awal, kita sudah memikirkan tentang naskah yang harus sesuai kaidah bahasa atau yang lainnya, maka akan sulit untuk mewujudkan sebuah tulisan. Biasanya, kita akan menghabiskan waktu memikirkan kata-kata yang akan ditulis. Jika sudah demikian, akan muncul tantangan berikutnya yaitu rasa jenuh dan mengantuk.

Tantangan PJJ

Tidak mudah menuangkan apa yang ada dalam pikiran menjadi rentetan kata-kata sebuah penulisan.  Terlebih, Pembelajaran Jarak Jauh di masa pandemi seperti sekarang, para guru lebih sibuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran. Pembelajaran daring memang membutuhkan persiapan yang jauh lebih banyak dibandingkan pembelajaran luring.  Malas dan jenuh menjadi masalah kedua. Skala prioritas harus selalu menjadi pilihan agar semua pekerjaan terselesaikan.

Melawan Jenuh

Gambar: Dok.Noralia

Lebih kurang, hal yang sama diuraikan oleh seorang penulis lain, Noralia Purwa Yunita, M.Pd. Ia mengawali kiprah menulisnya bukan tanpa hambatan dan tantangan. Menurutnya, malas dan jenuh menjadi tantangan kedua setelah menghadapi persiapan pembelajaran secara daring. Hal itu masih dialaminya hingga sekarang. “Saya tipikal orang yang jenuh jika mengerjakan kegiatan yang sama berulang. Karena itu, skala prioritas menjadi pilihan saya agar semua pekerjaan terselesaikan,” demikian Noralia menuturkan.

Siasat yang dilakukannya untuk mengatasi kejenuhan adalah beralih ke kegiatan lain sebagai upaya refreshing. Ia akan menonton film, membaca novel online atau kegiatan lainnya. Hal yang terpenting menurut Noralia, kegiatan itu dapat membuatnya merasa lebih nyaman. Namun, Noralia mengatakan, kegiatan seperti ini jangan dilakukan berlama-lama. Paling tidak, ia membutuhkan waktu 1-2 hari untuk bersantai. Jika semangatnya sudah recharged, maka ia akan segera “tancap gas” untuk menulis kembali.

Krisis Ide

Tantangan ketiga yang dihadapi Noralia adalah krisis ide. Dalam kondisi demikian, Noralia akan menerapkan taktik Bapak Akbar Zainuddin, seorang penulis juga. Menurutnya, segala sesuatu yang kita rasakan dan kita lihat dapat menjadi ide untuk membuat tulisan. Contohnya, ketika kita menonton sebuah film, atau berekreasi di suatu tempat, kita mungkin merasakan ada hal-hal yang menarik dari kisah dalam film atau pengalaman yang berkesan tersebut. Hal-hal yang menarik itu dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran dan kemudian menuangkannya dalam sebuah tulisan. Intinya, apapun yang kita rasakan dan kita pikirkan, kita dapat mengubahnya menjadi sebuah tulisan. “Tidak ada orang yang tidak dapat menulis, karena menulis bagi saya  sama dengan berbicara. Bedanya hanya dituangkan lewat tulisan,” demikian Noralia menuturkan pendapatnya.

Kosakata Diksi

Tantangan keempat yang dihadapi Noralia adalah masalah perbendaharaan diksi. Menurutnya, Membaca merupakan cara yang dapat dilakukan untuk memperkaya diksi kita. Ia akan membaca artikel orang lain atau membaca berbagai novel ketika ia merasa kesulitan menemukan kosa kata. Lebih jauh, ia memiliki kiat-kiat khusus dengan jargon: NIAT, PAKSA, MAU. Jika kita ingin memperoleh sebuah hasil, kita harus memiliki niat lebih dulu. Niat ini tentunya harus dipaksa agar menghasilkan kemauan.

Menciptakan Sejarah Diri

Noralia telah menulis banyak buku. Di antaranya buku yang berisi kiat-kiat penulisan bagi penulis pemula yang berisi materi dari narasumber hebat seperti Akbar Zainuddin, Munif Chatib, Wijaya Kusuma dan Prof. Eko Indrajit. Ada juga buku solo yang berjudul Kiat Menulis Modul Berbasis Riset yang merupakan hasil pengubahan tesis menjadi buku. Buku kedua Seri Ekoji Academy, buah kolaborasi penulisan bersama Prof. Eko Indrajit yang berjudul Gamifikasi, berisi tentang cara belajar yang menyenangkan seasyik bermain game. Masih ada buku lainnya yang merupakan buku antologi bersama siswa yang berjudul Aku dan Corona. Bagi Noralia, buku merupakan sejarah dirinya. “Jika raga saya sudah tidak ada, saya sudah mati nanti, buku ini akan membuat nama saya bisa diingat dan karya saya dapat dinikmati,” katanya.

Manajemen Waktu keluarga

Perihal pembagian waktu, beliau membagi waktunya dengan hati-hati. Biasanya ia mengajar hingga siang atau sore hari. Jika ada waktu luang di sela mengajar dan tidak ada kegiatan lagi, maka ia akan melanjutkan kegiatannya untuk menulis. Waktu lain yang tepat baginya untuk menulis adalah di malam hari ketika semua anaknya telah tidur. Jika sudah lelah, ia akan segera beristirahat. Kadang, ia terbangun dinihari sekedar untuk menyelesaikan apa yang belum dikerjakan sebelumnya. Sebagai ibu rumah tangga, ibu dua anak ini tetap memprioritaskan peran dan tugasnya sebagai ibu dan istri di rumah. Beruntung, ia memiliki suami yang baik dan selalu mendukungnya.

Menulis Buku

Hal yang paling penting dalam penulisan buku adalah membuat outline. Jika kita sudah punya outline, pastikan tulisan tidak keluar dari outline itu Outline akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kunci seperti apa (what), mengapa atau apa pentingnya, manfaat dan tujuan (why) yaitu mengapa, dan bagaimana (how) yang bisa berarti aplikasi, penerapan, bagaimana cara/model/metode dan lain sebagainya. Biasanya, pertanyaan kunci what dan why digunakan untuk melengkapi bab awal (pembuka). Kemudian, pertanyaan kunci how digunakan untuk menulis bab isi. Pada bab terakhir, kita akan memberikan contoh penerapan sebagai penutup.

Berkarya ketika waktu luang itu biasa, namun berkarya di tengah kesibukan yang luar biasa, itu baru istimewa (Noralia Purwa Yunita, M.Pd)

Tinggalkan Balasan