SANGAT mengejutkan berita itu. Saya tidak menduganya. Serasa petir di siang blong, saya mendengar isteri saya menyebutnya. Malam itu langsung saya menulis status di Facebook (FB) begini, “Selamat Jalan, Pak H. Darmalis (Ajo Malik) bin Burhan yang berpulang kerahmatullah pada petang (saat Asar) Ahad (21/02/2021) di Kampung Baru, Meral. Insyaallah akan dikebumikan besok Senin (22/02/2021).” Walaupun terpana saya mendengar isteri saya menjelaskannya, saya masih bisa menulis status itu. Saya terbiasa menulis apa saja di dinding FB jika ada sesuatu yang mesti disampaikan.
Saya lihat begitu banyak teman-teman FB yang memberikan komentar dukanya pada status saya itu. Pada umumnya teman-teman mengucapkan doa’ ‘semoga husnul khotimah,’ meskipun ada juga kalimat lain. Saya membalas komentar mereka dengan ucapan amin. Dan saya juga melihat sore itu ada beberapa teman lainnya ikut menginformasikan kepergian Pak Malik alias Pak Darmalis dalam kalimat-kalimat sebagai status di FB. Saya sangat percaya rekan-rekan yang mengenal belyau akan merasa terkejut juga dengan berita kepergiannya sore itu.
Saya sendiri merasa sangat terkejut dengan berita bakda magrib yang disampaikan isteri saya, petang itu. Hari Ahad, ini kebetulan ada beberapa kegiatan saya dari sebelah hingga menjelang petang. Belum sempat membuka HP untuk melihat-lihat pesan di WA atau aplikasi lainnya hingga sore hari. Isteri saya yang pertama tahu karena membaca pesan WAG di grup SILATURRAHIM HAJI 2018 yang belyau dan isterinya ada di dalamnya. Waktunya persis selepas magrib ketika saya baru saja kembali dari masjid. Isteri saya juga baru selesai solat magrib di rumah karena baru saja mengemas sajadah dan mukena saat saya baru masuk kamar. Saat itulah saya kaget karena dia seperti bersuara keras menyebut Pak Malik meninggal dunia.
Selepas solat magrib, itu saya langsung ke rumah duka tanpa melepas sarung dan pakaian solat dari masjid. Saya ke rumahnya di Kampung Baru, Meral, Karimun. Jujur saja, hingga mendapatkan informasi ini, yang saya tahu Pak Malik (begitu kami memanggilnya selama ini) sehat-sehat saja. Bahwa dia ada diabet pun saya tidak begitu pasti selama ini. Tapi, kabarnya diabet inilah penyebab Allah memanggil teman saya yang kurang-lebih 40 hari bersama di Mekkah dan Madinah tiga tahun lalu. Saat itu kami sama-sama menunaikan ibadah haji.
“Selamat jalan, Pak Haji Ajo Malik. Bapak duluan berangkat kembali ke pangkuan-Nya. Kini Bapak sudah tiada.” Itulah kata-kata yang terucap oleh saya dalam kesedihan mengenang kepergiannya yang terasa begitu mendadak. Pak H. Darmalis bin Burhan yang lahir pada 7 April 1965 di Pariaman adalah teman saya bersama teman-teman satu rombongan dan satu keloter pada musim haji tahun 2018. Dia adalah salah seorang Karu (Ketua Regu) Rombongan 3 Jamaah Calon Haji asal Kabupaten Karimun. Saya dan Pak Malik pada tahun itu bersama beberapa Karu lainnya berada pada Rombongan yang sama.
Saya benar-benar merasa akrab dengannya. Selain karena sama-sama sebagai petugas haji, kebetulan dia juga untuk kedua kalinya menunaikan kewajiban Islam kelima itu sebagaimana saya juga sudah untuk kedua kalinya pada haji 2018 itu. Saya pertama kali melaksanakan ibadah haji pada musim haji 1427 (2006/7) yang lalu. Kali ini adalah sunat bagi saya tapi saya juga membawa isteri saya yang kebetulan belum melaksanakan kewajiban ini ketika saya menikahinya tahun 2011. Kami berangkat bersama pada tahun 2018. Pak Malik juga bersama isterinya.
Seperti sudah saya sebutkan di atas bahwa pada saat haji 2018 kemarin itu, saya kebetulan diamanahkan menjadi Ketua Rombongan (Karom) dengan beberapa regu. Salah satu regunya diketuai oleh Pak H. Malik. Di sinilah kesan mendalam saya dengannya. Isterinya (Hj. Ratna) selalu saya lihat kompak dan bersama dengan isteri saya walaupun sebenarnya kami tidak dalam satu regu. Hanya satu rombongan saja. Saya dan isteri saya berada pada regu yang sama dengan ketuanya Pak H. Bakri (mantan Kadisdik Kabupaten Karimun). Sedangkan dia dan isterinya pada regu lainnya walaupun kami satu rombongan yang ketuanya adalah saya sendiri.
Pak Malik tidak sedikitpun saya lihat sebagai orang yang menderita suatu penyakit waktu itu. Gerakannya sangat lincah baik di Mekkah maupun ketika kami sudah bergeser ke Madinah menjelang kembali ke Tanah Air. Bahkan hingga kami kembali di sini, yang saya tahu dan lihat belyau tetap energik. Dua bulan belakangan, saya kebetulan tidak sempat berjumpa dengannya.
Saya tahu, sebagai Karu, dia harus melayani semua anggota regunya. Terbayang oleh kita, khususnya yang sudah melaksanakan rukun Islam kelima ini bagaimana repotnya Karu pada saat jam-jam tertentu. Misalnya pada jam-jam makan atau jam-jam yang mengharuskan berkumpul karena ada kegiatan bersama. Setiap Karu akan bergerak dari kamar ke kamar hotel untuk memberikan informasi atau mengantarkan sesuatu. Ketika jatah makan (nasi kotak) datang, misalnya hanya Karu yang diberi otoritas mengambilnya. Jika harus diwakilkan, ada persyaratan dari panitia di Mekkah atau di Madinah.
Pak H. Malik saya lihat selalu melaksanakannya sendiri setiap tugas dan tanggung jawab Karu dengan baik. Jikapun dia membawa seorang atau dua orang teman, saat mengambil jatah makanan namun dia sendiri tetap ikut bersama dalam setiap kegiatan. Saya sama sekali tidak tahu kalau dia punya riwayat diabet. Dan kabarnya karena penyakit ini pula yang menjadi sebab oleh Yang Maha Kuasa untuk memanggil kembali Pak H. Malik pada sore itu.
Istimewanya, belyau oleh Allah dipanggil pada saat melaksanakan sholat Asar di sore Ahad itu. Sungguh beruntung dia, Allah berikan kesempatan untuk ‘kembali ke pangkuan-Nya’ pada saat hamba-Nya tengah menghadap-Nya. Innalillahi wainna ilaihi rojiun. Selamat jalan, Pak Malik. Kami akan doakan Bapak. Di setiap pertemuan bulanan haji 2018 yang kita laksanakan selama ini, insyaallah pertemuan itu akan terus bisa dilaksanakan. Doa-doa untuk Bapak insyaallah akan disampaikan.***