Surat Guru untuk Guru (Berharap Anak Punya Blog)

PADA tahun 2012 saya pernah menulis semacam monolog. Catatan diri untuk diri sendiri meskipun sesungguhnya saya maksudkan untuk teman-teman guru lainnya. Menurut penilaian saya, saat itu saya belum bahkan tidaklah mahir menggunakan PC atau laptop. Hand Phone (HP) seperti Balckbarry, iPhon,  iPad atau gedget canggih lainnya waktu itu saya juga belum punya.

Saya tahu dan menyadari bahwa sebagai guru, kebutuhan penggunaan teknologi elektronik ini saya pelajari secara otodidak saja karena kebutuhan profesional. Meski sudah beberapa tahun bisa mengoperasikan komputer, tapi itu baru pada program wordexel dan power point. Itulah program utama yang memang dibutuhkan guru. Saya ingat betul, waktu itu.

Perkembangan TIK yang begitu pesat membuat kemampuan dan keterampilan menggunkan alat canggih itu tidak bisa dielakkan. Apalagi dewasa ini, hampir semua orang di semua keadaan dan di semua situasi tidak lagi bisa melepaskan dirinya dari teknologi yang bernama komputer, getget atau HP pintar lainnya. Dengan jaringan internet yang sudah ada hampir di merata tempat, sudah pasti komunikasi melalui teknologi ini menjadi bagian kehidupan sehari-hari.

Sementara secara pribadi saya sesungguhnya belumlah mahir dalam mengoperasikan komputer justeru saya bermimpi saat itu bagaimana anak-didik saya mampu melakukannya lebih hebat. Saya malah berangan-angan anak didik saya masing-masing memiliki blog pribadi tempat mereka berkreasi di bidang teknologi informasi dan komunikasi ini. Sungguh mimpi yang tidak mudah menajdi kenyataan di masa itu.

Saya sadari betu, memiliki blog saja sebenarnya belumlah ideal di awal saya baru belajar menulis di blog waktu itu. Harapan idealnya adalah mereka menjadi bloger. Sekadar memiliki akun blog saja mungkin tidak terlalu sulit. Tinggal mendaftar di situs tertentu (berbayar atau gratis) untuk membuat blog. Dengan mengikuti semua langkah yang sudah ditentukan, membuat blog tidaklah sulit. Buat nama yang diinginkan dan itu dapat diakses setiap saat selama admin situs yang dipakai memandang bahwa blog yang kita buat tidak ada masalah. Tapi waktu itu tetap saja masih menjadi mimpi saya untuk berharap murid saya memiliki blog.

Bagi para peserta didik, sesungguhnya memiliki akun blog saja di tahap awal tentu itu sudah bagus. Setiap guru TIK masuk di kelas dapat meminta anak untuk membukanya, lalu menjadikan itu sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran TIK di kelas. Artinya, memiliki blog kosong pun tetap itu mempunyai nilai tertentu bagi siswa dan guru itu sendiri. Ibarat memiliki akun FB yang jarang sekali diisi dengan status atau pesan-pesan yang bermanfaat jika dibaca.

Persoalannya, sudahkah peserta didik kita memiliki blog pribadi? Atau, sudahkah guru menyuruh, meminta atau mengajarkan membuat blog pribadi peserta didiknya? Jangan-jangan guru pun belum memiliki blog pribadi seperti pernah ditulis seorang kompasianer yang sudah terkenal sebagai bloger. Monolog ini hanya terucap dalam hati saja, tentunya.

Andai saja blog-blog  pribadi itu dibuka oleh pemiliknya, maka itu berarti akan timbul juga kecintaan kepada dunia internet yang selanjutnya akan menggringnya untuk aktif menulis. Dan akan timbul pula kecintaannya pada dunia tulis-menulis. Sangat besar manfaat yang akan diterima peserta didik dan guru andai setiap peserta didik memiliki blog pribadi. Guru sendiri tentu akan memberi reward tertentu kepada mereka.

Harapan peserta didik memiliki blog pribadi tentu saja tidak bisa disandarkan harapannya hanya kepada salah guru semisalnya TIK saja. Semua guru sejatinya berpartisipasi mendorong anak didik untuk memiliki blog pribadi. Berkaitan dengan itu ada bebrapa hal akan mempengaruhinya. Apakah gurunya sudah memiliki blog pribadi terlebih dahulu? Ini sangat berpengaruh kepada anak didik kaena akan terkait dengan keteladanan. Bagaimana memotivasi anak didik untuk memiliki blog sendiri jika gurunya tidak atau belum punya blog sendiri.

Pertanyaan lainnya, apakah guru khusus seperti Guru TIK sudah dimiliki sekolah? Setidak-tudaknya guru lain yang menyukai TIK dan dengan kecintaannya akan mempengaruhi motivasi warga sekolah khususnya siswa untuk cinta pada teknologi ini. Hal lain yang juga akan berpengaruh adalah dorongan Kepala Sekolah. Kepala Sekolah harus mendorong semua guru di bawah kepemimpinannya untuk memiliki blog pribadi, misalnya. Itu berarti, Kepala Sekolah sendiri akan lebih baik jika terlebih dahulu memiliki blog pribadi.

Sesungguhnya saling keterpengaruhan antara satu komponen dengan komponen lainnya tidak dapat dipungkiri. Termasuk pengaruh Pemnerintah melalui Dinas Pendidikan untuk mendorong agar setiap sekolah memiliki blog atau website. Website atau blog sekolah akan menjadi contoh oleh warga sekolah secara keseluruhan.

Dan tentu saja masih ada beberapa kemungkinan lain yang akan berpengaruh terhadap harapan agar anak-didik memiliki blog pribadi. Seumpama surat, catatan ini saya sampaikan kepada rekan-reman guru. Baik guru yang ada dan bersama di sekolah ini maupun rekan-rekan guru yang mengabdi di sekolah lainnya. Saya percaya bahwa harapan besar kita semua dimanapun kita berada adalah kiranya anak-didik kita kelak memiliki blog masing-masing sebagai wadah tempat mereka berkreasi di ranah literasi. Bisakah?***

Tinggalkan Balasan

1 komentar