ADA sebuah artikel pendek, mungkin terlalu pendek untuk disebut sebuah artikel. Ditulis oleh seorang teman di akun Facebook (FB)-nya. Dia teman di grup FB Media Guru Indonesia (MGI). Data keanggotaannya di FB MGI sepertinya masih baru. Tercatat sejak 11 Maret 2021 baru. Izin, saya mengulas tulisannya itu di sini. Menurut saya lebih tepat tulisannya itu sebagai sebuah postingan status FB. Tapi saya suka isi status itu.
Bunyi lengkapnya begini,
“Semalam berbincang dengan seorang bapak yang merasakan bahagia saat memilihkan anaknya belajar di sekolah Islam terpadu. Ia bercerita bahwa ketika pindah dulu hanya ingin menyekolahkan anak di sekolah negeri.
Maka pagi diantar, siang dijemput. Sore diantar lagi ke lembaga pendidikan nonformal untuk tambahan belajar agama Islam. Tapi anak sering ber ulah, sering dipanggil ke sekolah.
Suatu saat kami sepakat untuk memindahkannya ke sekolah Islam terpadu, setelah sekian lama berjalan sangat terasa perubahan dahsyat pada anak. Kehidupannya sudah teratur dan tidak berulah lagi. Syukur ada alternatif pilihan pendidikan.
Ada yang berbeda dari sekolah negeri, bukan pada fasilitas tapi lebih pada guru yang mengajar. Saya melihat ada tanggung jawab lebih dan mereka mengajar dengan ‘hati’. Anak anak betah di sekolah. Guru pun betah. Bahkan sudah jam pulang mereka masih bersama anak anak. Bukan soal gaji karena salary mereka di bawah UMR, jauh beda dengan pegawai.
#mengajar dengan hati akan diterima oleh hati
#foto hanya ilustrasi😊 (Sengaja saya miringkan tulisannya).
Pemilik akun FB itu a.n. Safrijon Azwar yang data di FB-nya menjelaskan kalau dia bekerja di Kementerian Agama. Bagi saya tidak penting pekerjaan atau tempat Pak Safrijon Azwar bekerja. Tentu saja makna dan kandungan tulisan itu yang penting bagi kita. Saya, khususnya. Bagi kita, khususnya rekan-rekan guru pengelola dan pendidik/ tenaga kependidikan di sekolah IT (Islam Terpadu) iktibar ini sangatlah berguna. Langsung atau tersirat, ada pesan buat kita. Termasuk bagi guru-guru non IT juga penting pesan tersirat di dalam status itu.
Bagaimanapun sebagai guru, kita tentu dapat melihatnya dari dua sisi. Satu, apakah kita selama ini sudah melakukan tugas dan tanggung jawab kita sebagai dengan baik dan benar sesuai konsep IT? Sekolah-sekolah IT yang tergabung dalam Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia memang mempunyai panduan dan standar pengelolaan pendidikan yang telah ditentukan. Sudahkah kita melakukannya?
Bisa juga sebaliknya, kemungkinan kedua bahwa kita belum melakukan standar JSIT dengan baik dan benar. Seandainya kita telah melaksanakan pengelolaan dan pembelajaran dengan perinsip IT maka pasti kita akan menjadikan sekolah kita bertahan dan berkembang dalam status sekolah IT-nya. Tapi jika sebaliknya maka pasti akan menjadi penyebab sekolah goyang atau akan ada gangguan. Kembali kepada kita, tepuk dada, tanya selera, kata peribahasa. Jika tidak atau belum melakukan tentu saja kita menjadi penghalang berkembangnya sekolah kita bahkan menjadi sebab akan robohnya status IT sekolah kita.
Marilah kita menjadi bagian dari guru-guru yang melaksanakan fungsi dan tanggung jawab keguruan kita dengan konsep ‘mengajar dengan hati’ yang insyaallah pembelajarannya juga akan diterima oleh hati dari anak-didik kita. Kiranya kitalah sesungguhnya yang gigih mempertahankan keberadaan sekolah kita dengan segala usaha yang kita lakukan. Bahkan dimanapun kita mengabdi. Jika sekolah kita tidak menerapkan konsep JSIT pun kita sejatinya melaksanakan tugas dengan hati.
Jika seumpama sebaliknya, entah dalam kesadaran atau dalam ketidaksengajaan, segera saja kita memutuskan untuk kembali ke niat awal, mengajar dengan hati. Niat kita untuk mengajar dan mendidik adalah bagian dari ibadah kita, maka marilah ini kita jaga.
Di YDM (Yayasan Darul Mukmin) Karimun, tempat saya saat ini mengabdi setelah pensiun dari PNS, telah disepakati menerapkan konsep IT dan sudah tergabung juga kedalam JSIT Indonesia. Sejak awal berdiri, para guru sudah mengetahui bahwa TK, SD dan SMP di bawah YDM adalah sekolah dengan konsep IT. Adalah kewajiban bagi seluruh pengelola dan pengajar yang ada untuk menerapkannya.
Dengan Budaya Kerja ADAB (Aku Datang, Aku bekerja, aku Beribadah) maka semua karyawan di sini wajib untuk membuktikannya di unit masing-masing. Untuk tambahan informasi singkatan ADAB itu sendiri adalah, AD (Aku Datang dengan integritas tinggi); AB (Aku bekerja dengan profesional dilandasi untuk Beribadah) maka setiap karyawan harus menerapkannya. Itulah adab bekerja yang dirumuskan di sini. Semoga Allah melindungi niat, keikhlasan dan kerja keras kita, amin.***