Saat pagi menjelang subuh diringi sang pejantan yang berkokok bertanda fajar shidiq mulai memuncar seisi langit terdengar sayup suara tilwatil Qur’an mengalun merdu dan fasih seakan menjadi doa untuk alam yang merindukan keberkahan umur, ilmu dan rejeki.
Pagi hari ini rerintik gerimis yang menambah kesejukan sekaligus sebagai penghilang dahaga bagi tetumbuhan yang lama kering oleh kemarau, air yang menetes seolah menjadi bagian kawan setia di musim penghujan akhir bulan, namun demikian tidak akan mensurutkan niat dalam beraktifitas untuk mengisi pengajian dan materi pelajaran keagamaan lainnya sebagaimana sudah menjadi aktifitas mereka yang notabenenya adalah santri atau pelajar di pondok pesantern.
Pondok ini tidak jauh dari jalan utama perkampungan sekitar lima puluh meter dari jalan kampung Tuis, letaknya pun berdampingan dengan persawahan salah satu daerah di Kecamata Sukadiri. Sekilas tidak ada papan nama atau pintu gerbang yang menjadi identitas pondok tersebut akan tetapi bagi sebagian masyarakat sekitar pondok ini sudah masyhur dikenal dengan nama Pondok Pesantren Al-Hidayah.
Beberapa saat berlalu, Di sudut kobong (istilah nama kamar di pondok) menghadap ke selatan pintu yang terbuka ada beberapa pelajar sedang tertawa sambil sesekali meminum kopi hitam yang tersedia di gelas plastik bekas aqua dengan nikmatnya tentu saja ditemani rokok kretek yang mereka hisap sehingga menambah ke akraban mereka dalam mengobrol.
Agus, itulah nama panggilan akrabnya yang terkenal diantara teman-temannya di lingkungan pondok, ia adalah seorang remaja perantau dari seberang pulau jawa tepatnya daerah lampung. Remaja yang benama lengkap Slamet Agus Widodo terlahir dalam keluarga yang sederhana, bahkan kedua orang tuanya merupakan transmigran dari daerah Solo, Jawa tengah yang sudah lama pindah kesana.
Slamet Agus widodo, dari namanya saja sudah dapat diketahui bahwa identitas kekhasan suku jawanya tidak hilang, namun penamaan Slamet Agus widodo bukan tanpa alasan pasalnya slamet Agus sebelum terlahir sudah ada dua kakanya yang sudah ada namun begitu cepat kembali kepada sang Maha pencipta masing-masing berselang setahun setelah dilahirkan. Demikian dengan nama Slamet Agus Widodo adalah sebuah harapan baru bahwa anak ketiga ini akan “Slamet” hingga dewasa. Impian ini pun menjadi doa bagi orang tuanya, Agus mulai tumbuh hingga remaja meski demikian ia sempat mengalami sakit demam tinggi disaat usiannya baru beberapa tahun sehingga ia pun mengalami “Stip” yang membuat urat syaraf dari matanya mengalami gangguan sehingga Agus tidak melihat dengan mata kepalanya secara sempurna.
Namun dalam keadaan tidak sesempurna apapun, tidak menjadi penghalang bagi Agus untuk tetap mencari ilmu dan mengembangkan wawasan serta pengalamannya. Saat ini ia sudah tinggal selama setahun lebih berada di pondok Al-hidayah sebagai santri. Impian dan cita-citanya untuk menggapai ridho alloh dan mengabdi bagi Agama, Nusa bangsa terus terpatri dalam dadanya kendatipun baru beberapa waktu ia menempati kobong itu.
Disusun oleh:
Muhamad Aceng, Guru SMP Negeri 3 Pakuhji Kabupaten Tangerang.