Kontribusi Awardee

Terbaru0 Dilihat

“Hendaknya kita berpikir apa yang akan kita lakukan dan sumbangsih apa yang akan kita berikan kepada masyarakat untuk mengisi ibadah kita kepada Allah SWT.”, sebagai pembicara di sesi terakhir di PK Santri hari pertama, Prof. Dr. Ainun Naim, Ph.D., MBA. memberikan motivasi kepada kami semua para awardee penerima beasiswa LPDP dari jalur Santri untuk selalu menghubungkan antara amal dan niat yang dilakukan.

Sebagaimana yang dijadwalkan, setelah menunaikan shalat isya’ dan sebelumnya sudah kenyang makan malam di restoran hotel Acacia yang mewah, kami memasuki sesi terakhir untuk hari ini. Sejak pagi, pada saat pindah tempat dari kantor PBNU menuju hotel, kami langsung mengikuti acara yang sangat padat sekali. Mulai dari perkenalan oleh Mas Mukhlis dan Mas Jurfri, pemaparan tata tertib oleh PIC PK, Pak Shabahul Arafi.

Lalu dilanjutkan pengenalan LPDP sekaligus pembukaan PK oleh direktur utama LPDP, Bapak Rionald Silaban. Siang hingga sore hari mendengarkan pemaparan dan diskusi bersama Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA. tentang “Islam Nusantara”. Nah, malam ini pembicaranya adalah sekretaris jendral KEMENRISTEK DIKTI, beliau juga termasuk dosen senior di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Prof. Naim masuk ke dalam ruangan aula hotel untuk PK bersama dengan Bapak Sofan Efendi yang akan menemaninya sebagai moderator. Pada saat beliau sudah duduk di kursi yang disediakan di atas panggung. Acara tidak langsung dimulai. Sebagaimana sesi sebelumnya, seluruh peserta diminta untuk berdiri. Kami semua menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya dengan dipimpin oleh Mbak Monasari, awardee LPDP Santri yang akan melanjutkan S3 di UGM.

Selesai bernyanyi bersama lagu Indonesia raya, dilanjutkan dengan ikrar awardee LPDP. Kami semua Khidmah membacakannya. Ini adalah sesi terakhir, badan yang capek, mata yang sudah meminta untuk istirahat, menjadikan tim dari Mas Gilang bernisiatif untuk menampilkan pertunjukan seni terlebih dahulu agar suasana bisa segar kembali. Group yang beberapa hari ini paling ramai latihannya di lantai 2 PBNU hendak ditampilkan, mereka adalah para penari yang akan tampil dengan tarian saman.

Tari Saman merupakan tarian khas Nangroe Aceh Darussalam. Yang memimpin tarian ini langsung dari Aceh, dia adalah Mbak Himmatul Khoiro, satu group dengan saya di kelompok Sultan Agung. Yang bagian menari saman semuanya awardee perempuan, hanya satu laki-lakinya yakni Mas Rizki yang bertugas untuk menabuh gendang sebagai pengiring dari music yang diputarkan.

Tepuk tangan meriah sekali dari para awardee yang melihat, mendengarkan dan menikmati pertunjukan dari para penari Saman. Rasa kantuk yang awalnya akan menyerang, sejenak mulai hilang. Setelah selesai, pemandu acara diambil alih oleh Bapak Sofan Efendi, setelah mengucapkan salam, beliau memperkenalkan pembicara yang akan mengisi di sesi akhir malam ini.

Prof. Dr. Ainun Naim merupakan ketua dewan pengawas LPDP. Lahir di Kediri 1960, menyelesaikan pendidikan S1 jurusan akuntansi di Universitas Gajah Mada pada tahun 1984, lalu melanjutkan S2 di Michigan University dan selesai pada tahun 1991. Untuk gelar doctoral, beliau dapatkan dari Universitas Temple, Amerika Serikat pada tahun 1996. Bapak Sofan juga memberikan pemaparan tentang banyak sekali prestasi yang dimiliki oleh Prof. Naim. Beliau juga termasuk salah satu tokoh nasional saat ini.

Prof. Naim pada malam hari ini akan membawakan tema yang berjudul, “Isu-isu strategis dan Permasalahan Sosial, serta Tanggung Jawab Keilmuwan”. Beliau mengawali pemaparannya dengan bercerita banyak hal mengenai pengalamannya saat dulu kuliyah S2 dan S3 di Amerika Serikat. Pada waktu itu beliau termasuk salah satu mahasiswa di sana yang menyelesaikan pendidikannya dalam waktu singkat dibandingkan teman-temannya pada masanya. Semua itu tidak terlepas dari kedisiplinan beliau dalam membagi waktunya.

Sebagai ketua dewan pengawas LPDP, beliau berpesan bahwa, “Keberlangsungan LPDP ini tergantung alumninya. Kalan nanti para awardee ini bisa mengambil peran pemimpin di masyarakat. Berguna dan bermanfaat terhadap umat, LPDP akan tetap ada. Pemerintah akan tetap mengusahakan untuk menggelontorkan dananya buat beasiswa. Namun sebaliknya, jika alumninya, tidak ada yang berkontribusi di masyarakat, LPDP bisa saja dibubarkan”.

Pesan dari beliau ini sangatlah tegas. Dari semua pembicara pada hari pertama ini, dengan bahasa yang berbeda, mereka memberikan pesan yang sama. Bahkan sampai MC acara PK 144, Mas Mukhlis dan Mas Jufri juga mengajari pesan yang sama dengan jargon yang selalu diulang-ulang, saat mereka berdua bilang “Indonesia”, serentak kami menjawab “Aku Pasti Mengabdi”.

Prof. Naim melanjutkan pemaparannya bahwa keberlangsungan lembaga beasiswa LPDP ini tergantung kami semuanya, termasuk juga para alumninya nanti. Adek-adek kelas kami nanti yang akan mendapatkan beasiswa ini juga tergantung dari kontribusi yang kami lakukan di masyarakat. “LPDP akan selalu mereview output para awardee tiap tahunnya, apakah para awardee ini berkontribusi banyak kepada masyarakat atau tidak”, lanjut beliau.

Beliau memberikan sebuah contoh sederhana dari kontribusi ini, seperti seorang awardee yang memajang fotonya pada saat ikut acara PK seperti ini, lalu ada keponakannya datang dan melihat foto yang terpajang. Keponakan itu bertanya, “itu foto apa dan acara apa?”, lalu si paman menjelaskan kisahnya saat dia dulu mendapatkan beasiswa LPDP dan foto itu adalah kenang-kenangan saat dia dikumpulkan bersama seluruh penerima beasiswa dari seluruh Indonesia untuk mengikuti acara PK. Dari cerita inilah akhirnya keponakan itu bercita-cita ingin juga mendapatkan beasiswa LPDP. “Teruslah berkarya, memberikan kontribusi, kita tidak tau di titik mana bisa memberikan inspirasi kebaikan kepada orang lain”, beliau juga berpesan seperti yang dipesankan oleh Pak Rafi tadi siang.

Indonesia merupakan anggota G20 dan memiliki target untuk menjadi “Indonesia Emas” di tahun 2030, dimana prediksinya adalah akan menjadi pusat ekonomi terbaik nomor 4. Ini adalah kesempatan yang luar biasa, namun sekaligus juga menjadi tantangan. Sebagai lembaga terbesar yang memberikan beasiswa kepada para putra putri bangsa, tentu kami yang menjadi bagian dari LPDP, juga ikut menanggung mimpi 2030 ini. Mampukah kami ikut mewujudkannya?

Rasa kantuk tidak bisa tahan, tadi malam hingga jam 2 dinihari, saya keluar dari gedung PBNU bersama dengan Fadlan dan Wawan untuk nongkrong di café Syisha belakang PBNU. Saya baru tidur tidak lebih dari dua jam hari ini, belum lagi harus memforsir otak untuk mendengarkan seluruh pemaparan dari para pembicara yang semuanya isinya membuat akal untuk berfikir. Kalau sampai tertidur, bisa kena bidikan para fotografer PK termasuk Mbak Fida yang sudah mendapatkan banyak mangsa jepretan dari kamera DSLRnya.

Jari yang saya basahi dengan air yang ada di tumbler sudah tidak mempan untuk menahan kantuk yang saya rasakan. Berwudlu menjadi satu-satunya jalan keluar. Saya memutuskan untuk izin sebentar. Pintu masuk untuk menuju ke ruangan aula PK ini ada dua, di sebelah kiri dan kanan. Namun, pada saat acara sudah dimulai seluruh pintu ditutup. Ketika hendak keluar, harus izin terlebih dahulu.

Saya berjalan pelan menuju pintu. Sudah ada timnya Pak Rafi yang sedang berjaga di samping pintu, juga ada beberapa teman timnya Mas Gilang yang stand by untuk melihat acara dari belakang. “Izin ke toilet mas”, saya ucapkan kepada Mas Isep yang ada di samping pintu. “Antri mas, kartunya habis, tunggu dulu ya, kalo sudah ada yang kembali, nanti boleh keluar”, jawabnya.

Untuk menghindari banyaknya peserta yang alasan izin keluar. Timnya Pak Rafi sudah membuat aturan, siapa saja yang hendak keluar izin ke toilet, di samping pintu keluar, sudah disediakan sebuah kartu, “Kartu Toilet”, kira-kira seperti itu namanya. Jadi yang keluar hanya dibatasi maksimal 4 orang. Ketika kartu habis, bisa antri menunggu di samping pintu keluar, hingga yang sudah selesai menunaikan keinginannya di kamar kecil datang kembali.

Saya berdiri mengantri, bukan hanya saya saja, beberapa teman juga ikut mengantri. Seperti yang tertera dalam jadwal sesi hari ini, acara akan sampai sekitar jam 10 malam. Makin malam AC makin dingin, jadi pas sekali kalau mata sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Dengan saya berdiri menunggu giliran ke toilet dan menahan hasrat ingin buang air kecil, setidaknya rasa kantuk itu bisa terobati.

Ketika wajah terkena air wudlu, rasa segar hadir kembali. Saya tidak bisa berlama-lama di toilet, pasti di pintu keluar ruangan aula PK sudah ada yang menunggu giliran untuk mengambil Kartu Toilet yang saya pegang. Kasihan mereka. Kami harus saling mengerti dan berbagi kartu yang jumlahnya hanya dibatasi 4 ini, padahal di ruangan PK, kami berjumlah 114.

Prof. Ainin menyelesaikan pemaparannya, sesi berikutnya adalah diskusi tanya jawab. Ada sekitar 6 orang yang mengajukan pertanyaan, diantaranya adalah Mas Dodik yang dulu pernah menjadi awardee S2 di Amerika dan saat ini hendak melanjutkan S3 di luar negeri juga. Ada Mas Wahyu, dia merupakan dosen tetap di UGM mengajar mata kuliyah Ekonomi Bisnis dan akan melanjutkan kuliyah di luar negeri, termasuk Mas Sitta yang dulu satu angkatan dengan saya di Universitas Al-Azhar Mesir.

Sesi malam ini ditutup oleh Bapak Sofan Efendi. Mas Jufri mengambil alih menjadi MC kembali. Mas Jufri mengerti keadaan teman-teman yang sudah mengantuk berat, akhirnya jargon-jargon semangat mulai dia kobarkan kembali. Tidak berapa lama, mic diserahkan Mas Jufri kepada Mas Gilang sebagai ketua dari angkatan kami.

“PR kita hari ini belum selesai, masih ada tugas untuk membuat daily report, batasnya adalah sampai 3 pagi. Nanti dikirim ke emailnya PK 144 atau Mbak Ana Yulvia. Daily report berisi laporan kegiatan hari ini mulai dari pagi hari tadi, hingga sesi terakhir malam ini. Satu kelompok membuat 1 daily report”, Mas Gilang memberikan penjelasan kepada seluruh teman-teman awardee, pesan itu didapatkan dari timnya Pak Rafi.

“Akhirnya tidur kita tertunda Pak”, kata Aljabar yang sudah terlihat ngantuk berat. Sesi malam ini ditutup. Masing-masing ketua kelompok diberikan kunci kamar hotel untuk dibagikan kepada seluruh anggotanya. Saya satu kamar dengan Mas Burhan, orang Malang yang dulu kuliyah di Universitas Al-Ahgaf, Yaman. Semua barang yang kami bawa yang ada di ruangan depan aula PK kami ambil, dipindah di kamar hotel masing-masing.

Di kamar hotel, tidak bisa langsung tidur. Mas Anwar sudah menelpon satu persatu dari kelompok Sultan Agung, termasuk saya, untuk berkumpul di Lorong hotel, di depan kamarnya Mbak Ika, awardee yang nantinya akan study di Swedia. “Dilarang mengerjakan tugas daily report di kamar hotel, apalagi kelompoknya laki-laki dan perempuan”, Mas Gilang tadi bepesan seperti itu atas instruksi dari Pak Rafi. Bagaimanapun kami semua adalah santri, jadi tidak boleh khalwat, menyendiri di kamar hotel.

Saya membantu memberikan ide untuk menuliskan apa saja kejadian pada hari ini tadi. Mbak Khoira yang tadi memimpin tari saman, bertugas untuk mengetiknya. Mas Fajar juga ditemani Umar mengetik laporan yang lain. Kami berbagi tugas, ada yang mencatat untuk sesi 1 pagi hari, sesi siang hari hingga sore, hingga sesi malam hari. Tugas Daily report kami selesaikan hingga jam 2 dinihari. Saya langsung tidur. Jam 5 pada saat subuh kami harus bangun. Tidak boleh terlambat. “Jika telat, maka mengulang PK lagi di tahun depan”, itu pesan Pak Rafi. Hari ini acaranya sangat padat sekali. Pengalaman yang luar biasa. Alhamdulillah.

Tinggalkan Balasan