Kekerasan seksual pada anak masih marak diberitakan pada media sosial di seluruh dunia. Kita pasti sepakat, jika kekerasan seksual baik bagi anak, perempuan dan siapa saja merupakan perbuatan yang harus dikutuk dan tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2020 tercatat 11.637 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak dan perempuan. Sungguh angka yang besar, bukan ?
Kekerasan yang terjadi pada anak tentunya menjadi masalah serius yang harus sama-sama dipikirkan jalan keluarnya. Misalnya melalui pemberian pendidikan seks pada anak usia dini, edukasi mengenai bahaya kekerasan seksual dan lain sebagainya.
Nah, Jika membahas kekerasan yang terjadi pada anak, saya tertarik menguliknya dengan mengangkat satu kasus yang terjadi di Korea Selatan pada Desember 2008 lalu.
Kasus ini diberi nama Na-young (bukan nama sebenarnya). Na-young merupakan seorang gadis kecil berusia delapan tahun yang menjadi korban kekerasan seksual oleh seorang residivis bernama Cho Doo-soon berusia 56 tahun.
Kekerasan seksual ini terjadi ketika Na-young sedang dalam perjalanan menuju sekolahnya di Ansan, sebelah barat daya Seoul.
Kasus ini menjadi sorotan semua pihak. Hingga kemudian kasus kekerasan seksual ini digarap menjadi sebuah film berjudul Hope.
Film ini dirilis pada 2 Oktober 2013 di Korea Selatan. Naskah film ini ditulis oleh Ji Hye Kim dan disutradai oleh Joon Ik Lee. Film ini banyak mendapat antusias dari masyarakat.
Dalam perjalanannya, film Hope mendapat tujuh trofi dan masuk tiga belas nominasi ajang penghargaan. Film ini sukses mengangkat kisah nyata seorang anak yang mengalami kekerasan seksual dengan begitu mendalam dan menyentuh hati.
Saya secara pribadi turut merasakan betapa pedihnya nasib gadis tersebut beserta keluarganya. Apa yang mereka alami, hingga bagaimana kesedihan mereka, mampu membuat saya sebagai penonton meneteskan air mata.
Maka pada tulisan kali ini saya akan mengisahkan atau mereview sedikit film Hope. Yuk, mari langsung disimak.
Film ini berkisah tentang seorang anak bernama So-won (Lee Ree). Dia adalah anak yang periang dan masih berumur delapan tahun. Ayahnya bernama Dong-hoon (Sol Kyung Gu) merupakan seorang pekerja di sebuah pabrik. Ibunya bernama Mi Hee (Uhm Ji Won) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan mengurus sebuah toko kecil di rumahnya.
Kehidupan sehari-hari So-won berjalan normal seperti kebanyakan anak seusianya. Dia masih menjadi gadis periang dan bergaul bersama teman-teman di sekolahnya.
So-won memiliki seorang teman kecil bernama Han Young Soek. Ia adalah anak dari tetangga mereka yang juga merupakan teman dari orangtuanya. Mereka berdua sering pergi bersama ke sekolah. Layaknya anak-anak yang lain, mereka juga sering bertengkar karena masalah yang sepele. Begitulah anak-anak.
Hari yang penuh tragedi pun tiba. So-won sedang bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ibunya tengah sibuk mengurusi pekerjaan rumah. Ayahnya juga sedang buru-buru untuk bekerja. Kebetulan hari itu sedang turun hujan. So-won yang tidak lagi sabar menunggu ibunya, akhirnya berinisiatif pergi sendiri ke sekolah.
Dengan seragam sekolah yang lengkap. So-won memakai payung dan segera bergegas menuju ke sekolah. Mengetahui So-won pergi sendiri, ibunya pun menyusul. Namun, So-won bersikeras bisa berangkat sendiri. Ibunya pun membiarkan So-won pergi namun harus melewati jalan utama.
Namun naas tidak bisa dihindari. Ketika hampir sampai ke pintu gerbang sekolah, langkah So-won dihentikan oleh seorang lelaki yang merupakan seorang residivis kekerasan seksual.
Awalnya pria tersebut meminta So-won memayunginya ke sebuah tempat. Namun siapa sangka, akhirnya So-won dipukuli secara brutal oleh pria tersebut lalu memperkosanya. Sungguh begitu sadis.
Akibat kejadian tersebut, So-won mengalami kerusakan organ dari dubur hingga usus. Hal ini mengharuskannya untuk operasi, usus besar dan usus kecilnya harus diangkat. So-won juga harus rela menghabiskan sisa hidupnya dengan memakai kantung kolostomi sebagai pengganti anusnya.
Selain mengalami kerusakan organ dan cacat permanen. So-won juga mengalami guncangan psikologis yang cukup berat.
Permasalahan Psikologis
So-won mengalami gangguan psikologis yang cukup serius. Dia sangat trauma dengan kejadian yang telah dialaminya. Apalagi setelah kabar tentangnya masuk dalam sebuah siaran berita di televisi. Wartawan mencarinya ke rumah sakit. Akibatnya orangtua So-won terpaksa harus menyembunyikannya dari kejaran para wartawan. Mereka takut keadaan psikologisnya semakin memburuk.
Puncaknya adalah ketika So-won takut bertemu dengan lelaki dewasa, bahkan ia takut bertemu dengan ayahnya sendiri. Hal ini membuat ayahnya sedih. Ia tidak bisa mendampingi anaknya ketika sedang dalam keadaan yang cukup memilukan.
Namun, hal ini tidak membuat Dong-hoon kehabisan akal. Ia memakai kostum boneka kesukaan So-won dan terus bermain sepanjang hari dengannya.
Meski begitu, keadaan psikologisnya juga masih belum sepenuhnya stabil. Tidak mudah perjuangan orangtuanya dalam mengatasi permasalahan yang ada.
Nah, mungkin cuma itu sedikit sinopsis yang bisa saya ceritakan seputar film Korea berjudul Hope. Berikut akan saya rangkum beberapa cara yang ditempuh oleh keluarga So-won dalam mengatasi permasalahan psikologis yang menimpa anaknya pasca menjadi korban kekerasan seksual. Mari langsung disimak.
Dukungan Penuh Keluarga
Ini kunci pertama. Dukungan keluarga harus selalu ada ketika sedang ditimpa masalah apapun. Begitu juga yang diperlihatkan di dalam film Hope ini. Kita bisa melihat bagaimana peran ayah dari So-won dalam membantu proses penyembuhan psikologis anaknya.
Meski dalam film ini, ibu So-won tidak banyak berbuat karena juga sedang dalam keadaan sakit. Namun, semangat dan perhatian yang diberikan seorang ibu mampu membuat suasana hati So-won menjadi lebih baik.
Dukungan Orang Terdekat juga dibutuhkan
Dalam film ini, kita bisa melihat peran orang terdekat orangtua So-won begitu giat membantu mereka. Misalnya ketika teman dari Dong-hoon memberinya pinjaman uang untuk proses persidangan anaknya. Atau ketika teman dari Mi-hee yang begitu rajin berkunjung ke rumah sakit setiap harinya. Ini dia lakukan untuk memberikan Mi-hee semangat agar melewati permasalahan keluarganya dengan hati yang tenang.
Begitulah gunanya orang terdekat. Siapapun itu, ketika sedang dalam keadaan susah, punya masalah, peran orang terdekat sangatlah dibutuhkan. Apalagi ketika menghadapi kondisi seperti yang terjadi dalam film ini, rasanya sedikit berat jika melalui masalah tanpa ada dukungan dari teman-teman, dan orang terdekat lainnya.
Peran Terapis
Peran terapis juga sangat dibutuhkan dalam mengatasi masalah psikologis pada anak. dalam film ini kita bisa melihat bagaimana kehadiran sebuah yayasan terapis bernama sunflower sangat membantu proses pemulihan So-won.
Awalnya orangtua So-won menolak tawaran jasa dari yayasan sunflower. Tetapi akhirnya mereka sadar, peran terapis juga dibutuhkan.
Jangan pernah malu untuk meminta jasa terapis jika memang dibutuhkan. Karena secara ilmu, mereka lebih paham dan mengerti bagaimana caranya mengatasi permasalahan seperti ini.
Jangan Gegabah
Satu lagi yang terpenting adalah, jangan pernah gegabah memutuskan dan mengambil keputusan. Meski begitu banyak tekanan dan masalah, berpikir dengan kepala yang dingin tetap harus diutamakan.
Dalam film ini kita bisa melihat bagaimana dampak yang ditimbulkan ketika Dong-hoon salah mengambil keputusan. Ia bersikeras ingin segera menangkap pelaku yang melakukan kekerasan seksual pada anaknya. Akibatnya, So-won harus kembali mengingat kejadian tersebut agar bisa dijadikan bukti oleh pihak kepolisian.
Bukan hanya itu saja, karena kasusnya semakin membesar. Akhirnya membuat So-won menjadi pusat perhatian semua media dan wartawan. So-won pun harus sembunyi dari kejaran wartawan. Dia pun mulai tidak tenang, kenyamanannya diusik.
Begitulah dampak yang ditimbulkan karena gegabah dalam bertindak.
Nah, itulah sekelumit kisah dan pelajaran yang bisa dipetik dari film Korea berjudul Hope dalam mengatasi gangguan psikologis anak pasca trauma akibat mengalami kekerasan seksual.
Semoga Bermanfaat
Artikel ini telah tayang di Kompasiana pada akun Muhammad Nauval dengan judul yang sama.