YPTD: MITRA PARA PENULIS NUSANTARA

YPTD263 Dilihat

YPTD: MITRA PARA PENULIS NUSANTARA

Oleh: Nanang Musafa

 

Perkenalan saya dengan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) bermula dari keikusertaan saya pada lomba blog nasional yang diprakarsai oleh Omjay (Wijaya Kusumah) pada pertengahan bulan Nopember 2021 yang lalu. Setelah mengikuti lomba blog tersebut, seakan pintu literasi terbuka lebar untuk saya. Saya bisa berkenalan dengan para penulis dan para penggerak literasi di seantero nusantara, baik secara individu maupun melalui grup-grup WhatsApp, termasuk grup WhatsApp Penerbit Buku YPTD.

Pertama mendengar kata YPTD membuat rasa penasaran saya tergelitik. Kemudian saya mencoba mencari informasi lebih lanjut tentang YPTD yang ternyata singkatan dari Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan. YPTD adalah sebuah organisasi non profit yang bergerak di bidang literasi, khususnya penerbitan buku. Dari sinilah saya akhirnya bergabung di website YPTD sebagai seorang kontributor naskah.

 

Sampai Kapan YPTD Akan Mampu Bertahan?

Pada bulan Pebruari 2021 yang lalu YPTD memberikan tantangan menulis setiap hari selama sebulan penuh. Hasil dari naskah tulisan yang diposting di website YPTD selama satu bulan (Pebruari) tersebut akan diterbitkan menjadi sebuah buku ber-ISBN secara gratis. Gratis? Benarkah? Ah biarlah, kalaupun tidak gratis saya akan tetap mengikuti tantangan dari YPTD. Sebagai seorang penulis, tentu hal yang sangat menarik jika bisa menerbitkan buku ber-ISBN. Bukankah buku adalah mahkota bagi seorang penulis? –meminjam istilahnya Pak Thamrin– Dari sinilah, membuncahnya kembali semangat saya untuk bisa menambah koleksi buku solo saya.

Dan saya patut bersyukur, akhirnya saya berhasil menaklukkan tantangan dari YPTD. Sesuai janjinya di awal, YPTD akhirnya benar-benar bisa menerbitkan kumpulan naskah yang saya posting di website YPTD menjadi sebuah buku ber-ISBN, dan benar-benar gratis. Mulai dari desain cover, pengurusan ISBN, layout naskah, hingga cetak, semuanya tak berbayar. Lagi-lagi saya dibuat penasaran. Siapa siapa sich yang ada di YPTD kok bisa menerbitkan buku secara gratis? Bukankah sekian panjangnya proses menerbitkan buku itu sangat melelahkan dan membutuhkan biaya tak sedikit?

Setelah buku saya terbit dan saya terima, saya langsung membuka di bagian awal buku. Buku saya tersebut saya beri judul “Apa Kabar Remaja Smart Indonesia?”. Jika melihat nomor yang tertera di halaman iii, buku saya adalah buku yang ke-202 terbitan YPTD. Desain sampul dikerjakan oleh Bapak Ajinata dengan nomor ISBN 978-623-6196-51-9. Di bagian berikutnya disebut juga nama DR. dr. Rommy Sebastian Koto, M.Kes sebagai donatur sehingga buku saya bisa terbit. Begitulah akhirnya rasa penasaran saya sedikit terjawab. Dan saya yakin bahwa di YPTD masih banyak para mukhlisin yang memang benar-benar ingin mengabdikan diri demi mencerdaskan dan menyejahterakan masyarakat.

Jika melihat visi misi YPTD saya tidak terlalu kaget. Yayasan yang didirikan oleh keluarga besar Pak Tamrin Dahlan tersebut sejak semula memang memiliki cita-cita ingin menerbitkan buku secara mandiri. Dengan motto “bayar seikhlasnya,” hingga bulan Agustus ini YPTD telah berhasil menerbitkan 233 judul buku  penulis dari penjuru tanah air (https://terbitkanbukugratis.id/andy-abu-faris/08/2021/yptd-hadir-laksana-pelita-di-malam-hari/). Sekarang marilah kita berhitung secara sederhana. Jika untuk menerbitkan satu judul buku membutuhkan biaya Rp. 500.000,- (Lima Ratus Ribu Rupiah), maka untuk menerbitkan 233 buku dibutuhkan dana sebesar Rp. 116.500.000.000,- (Seratus Enam Belas Juta Lima Ratus Ribu Rupiah). Suatu jumlah yang cukup besar untuk ukuran sebuah yayasan non profit.

Hingga pada tahapan ini, akhirnya muncul pertanyaan yang menggelisahkan pada diri saya tentang “Hingga kapan YPTD akan bisa bertahan di tengah keterbatasannya untuk bisa menerbitkan buku-buku para penulis yang tergabung di YPTD yang tentu dari hari ke hari akan terus bertambah?” Dan pertanyaan ini pada titik tertentu menjelma menjadi kekhawatiran tentang YPTD yang akan hilang perlahan dari dunia literasi nusantara. Sungguh sangat disayangkan jika pada akhirnya YPTD harus tenggelam karena kekurangan dana dan tidak bisa lagi menerbitkan buku.

 

Marilah Kita Bangun Komitmen dan Kemitraan

Jika boleh mengibaratkan, YPTD itu sebagai sebuah rumah ibadah –bukankah menggerakkan literasi adalah sebuah ibadah juga– maka kita yang berada di dalamnya adalah para jama’ahnya yang tentu ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan tempat ibadah tersebut. Keberlangsungan yang saya maksud di sini tentulah menyangkut keberlangsungan fisik sebagai sarana untuk keberlangsungan non fisik (kegiatan) yang ada di dalamnya. Agar kedua-duanya bisa terus berjalan maka tentu butuh dukungan para jama’ahnya.

Setidaknya ada 4 (empat) hal yang harus dibangun agar YPTD tetap eksis dalam gerakan literasi nusantara:

Pertama; komunikasi. Komunikasi menjadi jembatan terbangunnya rasa saling pengertian dan kebersamaan. Komunikasi yang terjalin dengan baik akan menihilkan suuzon (buruk sangka) dan kecurigaan. Ketika prasangka buruk menyingkir jauh dari sebuah hubungan maka tentulah program yang digulirkan akan dapat diterima dan mendapatkan dukungan nyata. Komunikasi bisa dibangun secara pribadi maupun dalam lingkup organisasi. Komunikasi yang dibangun bisa memanfaatkan segala saluran yang ada, baik digital maupun manual.

Kedua; rasa handarbeni (memiliki). Ketika rasa handarbeni telah menancap kuat pada sanubari masing-masing anggota YPTD, tentulah dengan sendirinya akan muncul kepedulian terhadap keberlangsungan YPTD. Jika kepedulian telah terbangun dengan kuat maka tentu visi “menyumbang seikhlasnya” sebagai pendukung eksistensi YPTD akan bisa berjalan sesuai harapan.

Ketiga; komitmen. Dalam sebuah organisasi tentu sangat dibutuhkan komitmen. Komitmen adalah keterikatan untuk melakukan sesuatu (https://kbbi.web.id/komitmen). Komitmen dibutuhkan dalam rangka membangun rasa saling memahami. Sebuah hubungan tidak akan bisa seiring sejalan jika tidak dilandasi komitmen. Untuk bisa memahami perbedaan visi maka dibutuhkan komitmen. Ketika muncul masalah di tengah perjalanan, maka dengan adanya komitmen masalah tersebut akan mudah dicarikan jalan pemecahan.

Keempat; kemitraan. Kemitraan mengedepankan sikap saling mendukung demi ketercapaian tujuan masing-masing tanpa harus mengabaikan salah satu pihak. Kemitraan adalah sistem paling baik dan efektif untuk bisa mencapai cita-cita bersama. Seorang penulis tentulah memiliki cita-cita bisa menerbitkan buku sebanyak-banyaknya sebagai bagian dari kegiatan literasi yang digelutinya. Di sisi lain, YPTD sebagai yayasan yang memiliki kepedulian tak terbatas terhadap pengembangan literasi di nusantara ini tentu sangat mendukung cita-cita para penulis tersebut. Maka jika kemitraan antara keduanya (penulis dan YPTD) bisa dibangun dengan baik tentulah akan berdampak luar biasa terhadap keberlangsungan kegiatan literasi di negeri ini.

Sebagai langkah konkret dari konsep sumbangan pemikiran saya di atas, ada beberapa hal yang menurut saya bisa dilakukan:

  1. Mencetak buku-buku tertentu yang dianggap layak untuk diedarkan (baca: dijual) dalam jumlah lebih sesuai kebutuhan atau pesanan, tentu saja atas seijin penulis. Hasil dari penjualan buku-buku tersebut sebagian bisa dimanfaatkan untuk “sumbangan seikhlasnya” demi keberlangsungan YPTD, sebagian tentu sebagai penghargaan untuk penulisnya –maaf, saya tidak menyebut royalti karena memang dalam lingkup non profit-. Mungkin ide ini akan menimbulkan pro kontra dan itu sangatlah wajar.
  2. Membuat buku digital atau ebook yang bisa didownload Hal ini seiring dengan perkembangan dunia digital yang memang sudah menjadi kebutuhan bukan lagi sekedar trend.
  3. Menggulirkan program literasi ke sekolah-sekolah, semisal lomba menulis artikel, cerpen, atau puisi. Atau bisa juga bimbingan menulis secara online bersertifikat. Saya sangat yakin program ini akan dapat menjadi satu program unggulan yang akan ikut membesarkan nama YPTD. Memang telah banyak lembaga di bawah bendera literasi yang telah menggulirkan program semacam ini. Sayangnya mereka belum punya akar kuat di sekolah-sekolah. Makanya tingkat keberhasilannyapun tidak maksimal. Beda dengan YPTD. Bukankah di YPTD banyak guru yang tergabung di dalamnya? Mengapa mereka tidak dimaksimalkan perannya di YPTD? Saya rasa semua guru yang tergabung di YPTD siap mengemban peran tersebut. Susun programnya, sebarkan juknisnya, dan… jangan lupa lengkapi seragamnya agar lebih berwibawa dan meyakinkan ketika action di lapangan. Hehehe

Demikian sumbangan pemikiran saya sebagai salah seorang penulis di website YPTD. Biarpun sumbangan pemikiran ini terkesan remeh-temeh, setidaknya bisa menjadi bahan masukan untuk didiskusikan oleh para sejawat di YPTD.

“SELAMAT ULANG TAHUN YPTD”

SEMOGA KE DEPAN SAYAPMU SEMAKIN MENGEMBANG

MENYEBARKAN BENIH LITERASI DI SEGALA LINI

KAMI SIAP MENJADI MITRAMU

Tinggalkan Balasan

1 komentar