MENYAMBUT HARI LAHIR AMIR HAMZAH; SANG PUJANGGA
Saat ini saya berdomisili di Kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Di kota ini seorang pahlawan dan sastrawan nasional dimakamkan. Lokasi makamnya tepat di samping Mesjid Azizi. Beliaulah Amir Hamzah.
Amir Hamzah adalah seorang tokoh pahlawan nasional sekaligus sebagai sastrawan Pujangga Baru. Lahir di Binjai Langkat, 28 Februari 1911, bernama lengkap Tengku Amir Hamzah. Beliau lahir dari kalangan keluarga istana Kesultanan Langkat. Ayahnya adalah pangeran di Langkat Hulu bernama Tengku Muhammad Adil. Ibunya bernama Tengku Mahjiwa. Amir Hamzah memiliki 11 orang bersaudara. Amir Hamzah dan keluarganya memiliki kebiasaan tradisi agama Islam yang kuat. Ia juga gemar akan sejarah dan sastra Melayu klasik.
Beliau mula-mula menempuh pendidikan di Langkatsche School di Tanjung Pura pada tahun 1916, lalu di HIS Tanjungpura tahun 1924. Kemudian melanjutkan ke sekolah Christelijk MULO di Medan. Guna memantapkan pendidikannya, Amir Hamzah kemudian berhijrah ke Batavia untuk melanjutkan sekolah MULO kelas 2 dan kelas 3. Ia menamatkannya pada tahun 1927. Di tahun yang sama Amir berangkat ke Surakarta untuk mendaftar pada sekolah AMS (Algemeene Middelbare School) di jurusan Sastra Timur. Ia dikenal sebagai murid yang rajin, tak pernal bolos sekolah, dan berdisiplin. Di kota tersebut, ia mula berkenalan dengan Ilik Sundari, seorang wanita Jawa yang dicintainya dan menjadi sumber inspirasi bait-bait syairnya. Selepas tamat dari AMS, ia kemudian kembali ke Batavia untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Hakim Tinggi.
Tahun 1931, Amir Hamzah ditimpa kedukaan, ibundanya meninggal dunia. Kemudian ayahanda meninggal dunia pada tahun 1933. Meskipun begitu, ia tetap melanjutkan pendidikannya dengan dibantu oleh pamannya, yang menjadi Sultan Langkat bernama Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Syah.
Setelah pendidikannya selesai hingga meraih gelar sarjana muda hukum. Kemudian ia bekerja pertama kali sebagai guru di Perguruan Rakyat yang menjadi bagian Taman Siswa di Jakarta. Amir Hamzah mula berkenalan dengan tokoh-tokoh sastrawan nasional seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Sanusi Pane. Amir Hamzah tergabung dalam majalah Poedjangga Baroe. Ia juga banyak menulis sastra di majalah Timboel, Pandji Poestaka, Poedjangga Baroe, dan lain sebagainya.
Sultan Langkat meminta Amir Hamzah kembali ke Langkat untuk dengan Tengku Kamiliah, putri Sultan Langkat pada tahun 1935 dan diberi gelar Tengku Pangeran Indra Putra. Dari pernikahannya pasangan ini dikarunia seorang puteri bernama Tengku Tahura pada tahun 1939. Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala luhak Langkat Hilir di Tanjungpura. Lalu pindah menjadi kepala luhak Teluk Haru di Pangkalan Brandan. Tak lama setelah itu, diangkat menjadi Pangeran Langkat Hulu guna menggantikan jabatan ayahnya dahulu. Tanggal 29 Oktober 1945, Amir Hamzah ditunjuk sebagai wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang bekedudukan di Binjai, bersamaan dengan jabatannya di kesultanan sebagai Pangeran Langkat Hulu.
Tak lama setelah itu, Revolusi Sosial terjadi di Sumatera Timur pada tanggal 3 Maret 1946. Terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap keluarga bangsawan yang dianggap feodal dan kurang memihak kepada rakyat. Pada tanggal 7 Maret 1946 di Langkat, keluarga istana Kesultanan Langkat banyak yang ditangkap termasuk Sultan dan Amir Hamzah. Diketahui bahwa Amir Hamzah tewas dipancung oleh algojo pada 20 Maret 1946 malam hari. Ia merupakan salah satu korban revolusi yang difitnah sebagai seorang yang bekerjasama dengan Belanda. Amir Hamzah meninggal di usianya yang relatif muda, 35 tahun. Jenazahnya ditemukan di pemakaman massal Kuala Begumit. Ia kemudian dimakamkan secara layak di pemakaman Masjid Azizi, Tanjungpura, Langkat.
Pemerintah RI kemudian menghargai jasa dan sumbangsih Amir Hamzah dengan menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975. Ia pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Surakarta tahun 1931. Persahabatannya dengan dengan para tokoh pergerakan nasional turut mempengaruhi karya-karya sastranya.
Melalui karyanya yang ditulis dalam Bahasa Indonesia, Amir telah memberikan sumbangan besar bagi perkembangan dan pembinaan Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia. Bagi Amir, Bahasa Indonesia merupakan simbol dari kemelayuan, kepahlawanan dan keislaman. Hal ini tercermin dari syair-syair Amir yang merupakan refleksi dari relijiusitas, dan kecintaannya pada tanah air serta kegelisahan sebagai seorang pemuda Melayu.
Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Di antaranya 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Karya-karyanya tercatat dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan terjemah Baghawat Gita.
Nursinah Supardo dalam bukunya Kesusastraan Indonesia (1975) mengatakan Amir Hamzah berbeda dengan tokoh-tokoh Pujangga Baru. Amir Hamzah tidak mencontoh ke dunia Barat (Eropa) dalam memodernkan Kesusastraan Indonesia. Untuk maksud itu lebih-lebih dalam puisinya ia memilih menggali kekayaan khazanah pusaka kesusastraan Melayu lama. Mungkin karena ia dilahirkan di tanah Melayu dan di kalangan bangsawan Melayu, ada kesempatan baginya untuk menyelidiki kesusastraan lama, sehingga timbul padanya kegemaran akan hal itu. Pendidikan Islam yang didapat dari keluarganya, menyebabkan pula ia dapat termasuk seorang seorang penyair Islam di Indonesia seperti Aoh K. Hadimaja, Bangrum Rangkuti dan lain-lainnya.
sumber: pemkomedan.go.id, kemdikbud.go.id