Ujian Lima Tahun Perkawinan (5)

KMAA#17

Mas Aro dengan tenang bercerita bahwa dia tak tega melihatku bekerja membanting tulang sekuat tenaga demi membantu suami mencari nafkah. Aku yang tengah mengandung anak kami yang kedua memang berbeda dibanding saat aku mengandung Alif anak kami yang pertama.

Dulu saat aku mengandung Alif, kurasakan semua terasa indah, masa-masa pengantin baru, masa-masa ‘pacaran’ dengan Mas Aro. Semua yang kuinginkan terpenuhi. Kasih sayang Mas Aro semakin erat menggenggamku. Kami saling mencintai dan menyayangi, saling bermanja dan selalu berdua. Dunia serasa milik berdua, dan aku selalu lengket kemanapun dia ada, di situ aku di sisinya. Kebahagiaan kami bertambah lengkap dengan lahirnya Alif di tengah-tengah kami. Itu masa-masa indah di awal pernikahan kami.

Sebaliknya sangat berbeda saat aku hamil yang kedua ini. Aku yang menjadi guru honorer di sekolah negeri dengan gaji sepelima dari gaji yang dulu, membuatku harus berhemat. Kami makan seadanya, tidak pernah  jajan di luar apalagi jalan-jalan. Itu kami lakukan demi susu Alif tercukupi. Melihat hal ini Mas mulai terusik bagaimana mencari tambahan income untuk menopang kehidupan kami. Tapi bukan bekeja lebih ektra atau mencari sambilan pekerjaan melainkan terbujuk rayuan setan dengan terlibat bisnis investasi yang tidak jelas dan penggandaan uang dengan iming-iming bisa menghasilkan uang sekian kali lipat dari modal yang ditanam.

Sebulan dua bulan diterima hasil bagi saham dengan lancar dan memang diberi uang yang cukup menggiurkan dengan maksud menanamkan kepecayaan dari korban, termasuk Mas Aro, sehingga Mas Aro tergiur untuk menambah saham lagi dengan harapan mendapat pengembalian lebih banyak lagi. Entah bagaimana dia bisa terbujuk hingga tak memikirkan uang siapa yang dipakai dan tak bisa berpikir logis bahwa bisnis itu tak mungkin segampang menyulap lembaran kertas menjadi uang, lebih-lebih sudah lupa akan hukum dosa, halal dan haram dalam mencari uang. Dan tebukti, bulan berikutnya pengembalian uang mulai tersendat namun saham terus diminta, seakan-seakan Mas Aro sudah terhipnotis untuk menambah saham, menambah lagi dan lagi hingga puluhan juta uang kantor tersedot ke sana. Bingung cara mengembalikan uang kantor yang dia pakai, digadaikanlah sertifikat rumah kami tanpa sepengetahuanku untuk mencicil uang kantor, dan dia diPHK oleh perusahaan tanpa pesangon.

Aku tak menyadari bila Mas Aro di PHK dari perusahaan tempat dia bekerja. Tiap hari kami berangkat dan pulang bersama. Setelah menitipkan Alif ke rumah ibu, dia mengantar aku ke sekolah. Dan sore hari dia menjemputku pulang juga masih masih beseragam kantor. Lagipula tiap bulan dia masih memberikan gajinya masih dalam amplop tertutup. Selama hampir empat bulan lamanya dia bersandiwara, tidak bisa bercerita dan membohongiku. Entah karena tidak ingin mengecewakanku atau karena pengaruh hipnotis itu. Astaghfirullah …Ya, Allah ampuni suamiku. Jauhkanlah dai kemusyrikan, kembalikan Mas Aro seperti yang kukenal dulu. Tunjukilah dia ke jalan yang benar, jalan yang Engkau ridloi bukan jalan yang menyesatkan yang Engkau murkai.

bersambung…

 

Tinggalkan Balasan