REUNI, tentu kata ini bukan asing lagi di telinga. Bahkan mungkin, kita sendiri justeru adalah bagian dari acara reuni tersebut. Entah itu reuni sesama bekas teman sekolah, teman kuliah, sesama anggota komunitas dan lain-lain.
Sampai ada yang pernah membuat status di media sosial. “Sekolah atau bergaullah dengan sebanyak mungkin teman. Sebab kalau tidak pernah sekolah dan bergaul, mana bisa Anda ikut acara reuni?” Hahaha….
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata re·u·ni /réuni/ n berarti pertemuan kembali (bekas teman sekolah, kawan seperjuangan, dan sebagainya) setelah berpisah cukup lama: tokoh-tokoh tua bulu tangkis akan mengadakan —
Nah jelas kan arti kata “reuni” itu? Tapi perlu hati-hati, kata teman saya yang “pemerhati” acara reuni. Hampir tiap minggu, tiap bulan, dia ikut acara reuni. Katanya, acara reuni itu (katanya dia nih ya) bisa menumbuhkan kembali cinta yang dulu terpendam, akan bersemi lagi cihuiii….
Eh iya, cerita empat pragraf di atas, sebenarnya hanya “kata pengantar” untuk tulisan jadoel saya di bawah ini. Biar gak “copy paste” banget dari tulisan aslinya di blog pribadi saya Nurterbit.com hahahaha..
Nah, dalam memenuhi tantangan dari Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD) dalam rangka ulang tahun pertamanya, saya menyanggupi tantangan tersebut untuk ikut menulis selama 40 hari ke depan tanpa jeda. Temanya : “Karena Menulis Aku Ada” (KMAA).
Menurut Pak Thamrin Dahlan, Bos YPTD, tidak mesti setiap hari, tapi disesuaikan dengan waktu lowong kita. Juga tidak mesti tulisan original.
Boleh ngutip tulisan lama dari blog atau media lain sepanjang masih satu tema: KMAA…dan asli tulisan sendiri. Bukan tulisan orang 😭
Itulah yang menginspirasi saya untuk menuliskan kembali tulisan jadoel saya di blog. Kebetulan masih berkaitan dunia literasi, yakni kisah seru di acara reunian sesama mantan penulis dan wartawan. Bagaimana mereka menulis dan proses kreatifnya? Begini cerita aslinya. Selamat membaca 🙏
****
Hanya dua kata — luar biasa — untuk menggambarkan pertemuan kami : Reuni para “mantan”, Minggu 7 Februari 2021, di bagian Utara Kota Bekasi, Jabar kemarin.
Tempatnya di Literacy Coffee, Jl. Raya Kaliabang Tengah No.25, RT.004/RW.005, Kaliabang Tengah, Kec. Bekasi Utara, Kota Bks, Jawa Barat 17125 (021) 8880020
https://maps.app.goo.gl/1aXWU112DMU3DZxt6
Pertemuan yang mengharukan dengan sahabat lama kami. Ya, dipertemukan di acara bedah buku : “in Memoriam KH Nurul Anwar, 38 Tahun Jejak Pengabdian”. Ditulis bertiga: Amin Idris, Nur Anwar Amin dan Dede Rosyadi.
Perasaan haru, mungkin juga dialami sahabat lainnya, saat berada di lokasi yang sama di Literacy Coffee. Tempat nongkrong unik ini, saya bertemu dengan sahabat lama, pasangan suami istri Haji Amin Idris atau nama di medsos Abu Bagus dan istri, yang tak lain pemilik tempat tongkrongan ini.
Bedah Buku, Literacy Coffee
Haji Amin Idris alias Abu Bagus, wartawan, penulis buku, pemilik Literacy Coffee tempat nongkrong asyik miliknya di Bekasi. Beliau adalah sesama “mantan” wartawan Harian Terbit, masih tergabung di komunitas ALUMNI HARIAN TERBIT.
Sekalipun kemudian, kami berdua sebenarnya masih tetap mengelola media online masing-masing. Gak ada kapoknya dua orang ini jadi wartawan hahaha…
Ada juga Lukman Hakim, sesama mantan wartawan Harain Terbit. Kini mengelola lembaga pendidikan Pusat Kegiatan Belajar (PKB) bagi anak putus sekolah.
Hari itu, Lukman Hakim – yang didaulat menjadi moderator acara bedah buku ini. Lukman juga pelukis, dosen di STIE Tribhakti, sekaligus murid/santri dari almarhum KH Nurul Anwar.
Ada juga Haji Chotim Wibowo teman jurnalis dari koran Pos Kota, Bung Zaenal Aripin dari harian Radar Bekasi. Juga tentu saja wartawan senior dari Pikiran Rakyat Bandung, Haji Imran Nasution. Mereka termasuk “orang aliem” yang religi karena masih jebolan pesantren. Subhanallah…
Ada juga Bang Zul atau Zulkarnain Siregar, wartawan senior mantan Koran Berita Kota. Kini mengelola sejumlah media, di antaranya “Harapan Indah” — tabloid internal warga penghuni perumahan mewah Harapan Indah Kota Bekasi.
Tak ketinggalan saya juga bertemu teman sesama komunitas guru dan blogger. Beliau adalah DR Bhayu Sulistiawan dan pasangan suami istri Gus Emir dan Ade Dhamroh .
Bhayu Sulistiawan, adalah Sekjen IKAA (Ikatan Keluarga Abituren At-Taqwa), sedang Gus Emir dan Ibu Ade Dhamroh guru dan pengelola sekolah madrasah ibtidaiyah (MI, setingkat SD) di Bekasi.
Di tengah pertemuan itu pula, saya dikagetkan oleh sapaan khas sahabat lama Adjie Nung, dia juga “mantan”…mantan pemain film dan produser kisah perjalanan haji. Judulnya sudah saya lupa (Panggilan Haji?) Saking lamanya film tersebut hehe..
Yang saya ingat : beliau yang nama aslinya Nur Anwar Amin, alumni Al Azhar Mesir ini, adalah salah satu dari tiga penulis buku yang dibedah di atas, sekaligus murid/santri langsung dari almarhum KH Nurul Anwar, putra pahlawan Nasional asal Bekasi, KH Noer Alie.
Nah, ketika saya menulis kedua nama beliau, plus nama pemilik Literacy Coffee (Amin Idris), saya terus terang sempat “keder” dan sering terbolak-balik. Mana Nurul Anwar, siapa Nur Anwar Amin dan Amin Idris hahaha….
Kami juga dipertemukan dengan sahabat lama di acara ini. Antara lain : Hans Munthahar, aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) dan sekarang pengurus Islamic Centre Bekasi, Ismail Ibrahim, Farid Su’udj tokoh Muhammadiyah, Hery Koswara Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat.
Subhanallah…semoga persahabatan seperti ini langgeng hingga akhir hayat dan alam akhirat….aamiin…
* Tulisan ini juga sudah dimuat di blog pribadi www.nurterbit.com
#KMAA (1) edisi #REUNI
Cakeeep
Terima kasih mbak Sukma