Dulu, ada berapa buku humor dan majalah Humor pernah best seller. Laku keras dan menjadi bacaan santai. Kini buku humor sudah jarang ditemukan lagi. Menulis cerita humor menjadi buku, bolehkah meskipun kita bukan pelawak?
Buku humor yang pernah laris-manis itu antara lain buku: “Mati Ketawa Ala Rusia”, “Humor Ala Gus Dur”, atau buku pedoman stand up komedi ala Ramon Papana atau Ramon Papana Tommybens “Kitab Suci (Kiat Tahap Awal Belajar Stand Up Comedy Indonesia) diterbitkan Media Kita 2012, juga “Merem Melek”-nya Ernest Prakasa.
Dari kalangan wartawan, ada juga buku humor ala dunia jurnalis, “Wartawan Ha..Ha..Ha..” yang ditulis wartawan senior almarhum Sofyan Lubis, mantan Pemred Pos Kota dan mantan Ketua PWI DKI Jakarta dan PWI Pusat.
Sebelumnya juga pernah ada majalah “Humor” terbitan Kompas Grup apa Tempo Grup, maaf kalau keliru, saya lupa. Pernah pula grup Pos Kota menerbitkan tabloid “Idola Humor” kerja sama komedian almarhum Dono Warkop. Juga Selecta Grup, pernah meluncurkan majalah “Stop” dan lain-lain.
Tabloid “Idola Humor” Pos Kota Grup ini sendiri lanjutan dari “Majalah Remaja Idola” — mengikuti trend ketika itu, ada “Gadis” grup “Femina”, ada “Nona” grup “Kartini” dan “Hai” grup Kompas dan, banyak juga majalah dengan pangsa pasar remaja yang terbit di daerah. Seperti Bandung, Jogya, Surabaya, Semarang, Medan, Makassar dan derah lainnya.
Pemimpin Redaksi majalah remaja Idola, Zaidin Wahab, yang ketika itu gak remaja lagi. Tapi semangatnya coy, tetap masih muda. Dibuktikan dia mampu menulis cerita silat bersambung, “Si Jampang Jagoan Betawi” setiap hari di Pos Kota. Bahkan difilmkan, meski Pak Zaidin pernah mengaku kepada saya, tidak dibayar sebagai pemegang hak cipta.

Pernah mau menggugat secara perdata ke pengadilan, tapi belakangan dia batalkan. “Gak tega saya Nur, saya ikhlasin sajalah,” katanya suatu hari. Kini majalah Idola sudah tutup, lalu menjelma menjadi tabloid “esek-esek” bernama WOW — ikut trend media era reformasi yang bebas SIUP, rame-rame nekat memerkan “Pa Sekwilda” (paha dan sekitar wilayah dada). Ujung-ujungnya, tabloid WOW juga “wow” karena bubar.
Peluang Yang Bisa Diisi
Selebihnya cerita lucu-lucu masih sempat “nangkring” pada rubrik humor kata di media cetak, koran dan majalah tertentu saja. Belakangan tiba-tiba ada 3 buku humor yang juga sudah terbit — sebelum akan menyusul “Mati Ketawa Ala Koruptor” yang dimunculkan lewat status di akun FB Ramly Amin
Ketiga buku humor yang dimaksud adalah buku saya sendiri “Mati Ketawa Ala Netizen” (Nur Terbit) diterbitkan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan 2020, dan dua buku karya Baharuddin Aritonang.

Waktu saya tawarkan draft buku humor “Mati Ketawa” tersebut kepada Pak Thamrin Dahlan, beliau segera berkomunikasi dengan tim inti YPTD: Pak Dian Kelana (alm), Pak Taufik Uieks penulis yang berpetualang ke berbagai negara, Pak Ajinatha yang banyak mendesain cover buku.
“Boleh tuh Bang Nur, kayaknya belum ada buku humor yang kita terbitkan,” sambut Pak Thamrin Dahlan, mungkin setelah berunding dengan timnya hehehe… Alhamdulillah dalam tempo dua bulan di tahun 2020 lalu, YPTD terbitkan dua buku saya sekaligus : “Mati Ketawa Ala Netizen” menyusul buku sebelumnya yang sudah cetak waktu itu: “Wartawan Bangkotan”.
Sekedar diketahui, ternyata menulis cerita humor itu bukan ranah pelawak, komedian, komika saja. Buktinya, ya itu tadi, Pak Aritonang, yang pensiunan ASN dari Depkes, mantan anggota DPR RI dan mantan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini, menulis buku : “Dari Uang Rakyat Sampai Pasien Politik” (Pustaka Pergaulan, 2004) dan “Ketawa Ngakak Di Senayan” (Pustaka Pergaulan, 2003).
Baharuddin Aritonang bercerita kepada saya, bahwa dirinya memang sudah menulis sejak mahasiswa di tahun 80-an. Kini malah sudah beralih ke medsos. Karena koran dan majalah mulai bertumbangan. Atau berupa buku.
Buku humornya “Ketawa Ngakak di Senayan” itu pernah jadi best seller. Bahkan pak Agung Laksono, ketika menjadi Ketua DPR, bilang melihatnya di Library of Congress di Washington DC.
“Kau kirim ya ke sana?,” tanya Agung Laksono kepada Baharuddin Aritonang. “Ah, nggak. Tentulah mereka yang beli di Indonesia,” tambahnya. Bahkan majalah Readers Digest Indonesia pernah menjadikan “Ketawa Ngakak di Senayan” sebagai bonus untuk pembaca.
Nih dia. Kadang-kadang kata Pak Aritonang, kita hanya tahu di sekitar diri kita saja hahaha…
Yuk teman-teman penulis, ada celah peluang nih kita mengisi kekosongan buku humor. Kita bersama Pak Aritonang dan Pak Ramly, bisa berkolaborasi menulis buku humor
Menurut saya “timingnya” sudah tepat sekali ini karena di musim pandemi Covid19. Biar yang baca buku humor bisa tertawa dan meningkatkan imun tubuh menghadapi virus Corona. Setuju?
#NurTerbit #KMAA-5
* Tulisan ini bermula dari status saya di akun FB @Nur Alim Advokat