Mural, Riwayatmu Kini

Sumber gambar : detik.com

Selamat pagi sobat,

Sejujurnya saya baru tahu istilah atau nama mural ini di tahun 2020. Saat itu di awal bulan Agustus 2020 saat di Perumahan saya diadakan lomba keindahan lingkungan dalam rangka merayakan Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-75 Republik Indonesia. Selain memperindah taman juga di dinding tembok pembatas Perumahan dan jalan lingkungan dihiasi oleh gambar gambar apik yang menarik perhatian warga yang melintas di dekatnya. Gambar di tembok dan jalan tersebut rupanya yang dinamakan mural.

Ternyata tidak hanya di Perumahan saya saja yang membuat mural untuk merayakan Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-75 Republik Indonesia namun di beberapa kawasan lain di kota Depok juga dihiasi oleh mural untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-75 Republik Indonesia.

Kaitan Mural ini, saya baru ingat di jalan Siliwangi dekat pertigaan ke jalan Pemuda, dinding sepanjang sekitar 30 meter dihiasi oleh mural bergambar Banteng Moncong Putih yang merupakan lambang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan juga gambar Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Maklumlah, kawasan tersebut merupakan basis pendukung fanatik dari Partai yang kini berkuasa.

Setahun setelahnya, gambar gambar yang disebut mural ini muncul dan mendadak viral di jagad media sosial. Pasalnya, mural yang muncul agak nyerempet nyerempet ke masalah politik dengan gambar mirip Presiden Joko Widodo yang pada bagian mata ditutup dengan tulisan 404 : Not Found yang viralnya di dunia maya menyebut Jokowi 404 : Not Found. Mural ini muncul di daerah Batuceper, Tangerang Provinsi Banten. Selain itu juga muncul mural lain yang tak beda dengan mural yang saya sebutkan di atas, ditemukan di tembok rumah kosong di daerah Bangil Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur dengan tulisan “Dipaksa Sehat Di Negara Yang Sakit”. Mural lainnya yang bertuliskan “Wabah sesungguhnya Adalah Kelaparan” juga sempat muncul di daerah Ciledug, Tangerang, Banten. Mural ini terpampang di sebuah pintu seng yang berlokasi di Jalan Wahidin Sudiro Husodo, Ciledug, Kota Tangerang.

Kemudian ada lagi mural di kawasan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang yang bertuliskan “Tuhan, Aku Lapar”.

Mural mural yang saya sebutkan di atas sempat viral di jagad media sosial dan menuai polemik di publik ketika pihak aparat Kepolisian dan Satpol PP setempat melakukan penghapusan mural bahkan dikabarkan pembuat mural Jokowi 404 : Not Found dimintai keterangan oleh pihak Kepolisian setempat.

Namun seperti dirilis cnnindonesia.com (23/08/2021) bahwa Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Deonijiu De Fatima menyampaikan pihaknya tidak akan menindaklanjuti kasus mural ‘404: Not Found’. Selain itu alasan penghapusan mural juga lantaran melanggar Peraturan Daerah (Perda) yang ada.

Yang patut dicermati adalah mengapa ujug ujug muncul beberapa mural seperti tersebut di atas yang maknanya hampir sama yaitu menyindir atau mengungkapkan rasa kekecewaan dari masyarakat terutama di kalangan milenial.

Seperti mural bergambar wajah orang mirip Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang pada bagian mata ditutupi tulisan “404: Not Found”.

“404: Not Found” adalah istilah dalam dunia komputer di mana laman yang dituju tak bisa diakses atau memang tidak ada sama sekali.

Banyak makna dengan mural Jokowi 404 : Not Found ini. Yang tau persis maknanya ya yang membuat mural sedangkan yang membacanya masing masing bisa menafsirkannya sendiri. Di kalangan pihak yang suka mengkritisi pemerintah menyambut gembira adanya mural ini. Sebaliknya para pendukung Pemerintah atau Jokowi mengganggapnya sebagai sesuatu yang kurang etis bahkan secara emosional ada loyalis Jokowi menyebut pembuat mural sebagai warga negara kelas Kambing. Entah apa maksudnya menyebut seperti itu, apakah di Indonesia memang ada kelas kelas dengan kualifikasi binatang ? .. Ada ada saja ..

Lantas mural yang lain yaitu “Dipaksa sehat di Negara Yang Sakit” juga banyak makna di dalamnya. Sekali lagi, yang tau maknanya adalah si pembuat mural. Sedangkan yang membacanya hanya bisa menebak nebak makna dari mural tersebut. Salah satunya, apakah ketika Pemerintah tengah gencar melakukan program vaksinasi dalam upaya menanggulangi pandemi COVID-19 namun di dalam Pemerintahan terus terjadi kegaduhan, seperti korupsi Bansos di Kemensos, kasus suap di Kementerian KKP, kontroversi soal status pegawai di KPK yang tak kunjung tuntas, ketidakadilan di kasus kerumunan massa dan kasus kasus yang lainnya. Inikah yang dimaksud dengan Negara Yang Sakit ? Entahlah ..

Namun demikian, setiap aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat salah satunya berupa mural sebaiknya ditanggapi secara arif dan bijaksana.

Dan ternyata respon dari Presiden Joko Widodo cukup cepat dalam menanggapi kemunculan mural yang bergambar mirip dirinya

Seperti dirilis oleh pikiran-rakyat.com (20/08/2031) bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi perintah langsung pada Polri terkait “kasus” pembuatan mural “404: Not Found” di Batuceper, Kota Tangerang. Dalam perintahnya itu, Jokowi meminta polisi agar tidak reaktif menyikapi adanya mural berisi kritik.

Atas perintah itu, dikatakan Kabarekrim Polri Komjen Agus Andrianto, siap menjalankan perintah dari Kapolri dan Presiden Jokowi.

Menurut Komjen Agus Andrianto, kritik terhadap pemerintahan dibolehkan selama tidak berisi fitnah. Dia lantas mengingatkan jika negara demokrasi, penyampaian satu hal yang dilindungi undang-undang.

Akan tetapi, Kabarekrim Polri Komjen Agus Andrianto menegaskan kritik yang disampaikan tidak boleh mengandung fitnah. Apalagi kata dia, kritik yang malah berpotensi memecah belah persatuan.

Kata dia, jika Polri menemukan penyampaian pendapat yang berisi fitnah dan memecah belah, maka akan ditindak.

Apa yang disampaikan oleh Kabarekrim Polri Komjen Agus Andrianto tersebut di atas sudah tepat. Mengkritik tidak perlu disertai dengan kebencian, fitnah dan apalagi menjurus kepada memecah belah persatuan bangsa.

Pejabat di Pemerintahan sendiri sebaiknya menanggapi kritik dengan baik dan jangan juga mengumbar emosi yang tidak pantas yang justru memunculkan rasa tidak simpati dari kalangan masyarakat.

Kemudian jangan pula setiap pengkritik Pemerintah harus disertai dengan solusi.

Sesungguhnya kritik yang disampaikan tidaklah harus disertai dengan solusi namun kritik yang disampaikan anggaplah sebagai tantangan bagi Pemerintah agar bisa menemukan solusi yang tepat dan cerdas dari problem yang dikritisi oleh masyarakat. Itulah sesungguhnya tugas dan kerja dari Pemerintah.

Selanjutnya, apakah munculnya kasus mural tersebut mengindikasikan tersumbatnya aspirasi masyarakat kepada para wakilnya yang duduk di lembaga legislatif ? Hal ini juga patut dicermati mengingat salah satu tugas dari lembaga legislatif adalah menyerap aspirasi dari masyarakat dan kemudian disampaikan kepada Pemerintah.

Akankah setelah munculnya beberapa mural yang telah saya sebutkan di atas masih akan muncul lagi mural mural yang lain ?

Kita tunggu saja ..

Sobat, saatnya saya undur diri ..

Selamat beraktivitas ..

Salam sehat ..

 

NH

Depok, 24 Agustus 2021


Tinggalkan Balasan