Sudah setahun Amir indekos di rumah Pak Oji, pensiunan guru sahabat ayahnya. Amir tidak tahu, peristiwa apa yang menyebabkan orang tuanya dengan Pak Oji akrab dan bersahabat. Yang ia tahu, Pak Oji adalah guru SMP pemilik kamar kos di kota, ketika ia datang ke rumahnya sebelum Amir tamat SMP.
Pak Oji mempunyai cucu seorang gadis kecil bernama Mala. Mala baru naik ke kelas empat ketika Amir mulai tinggal di rumah itu. Mala selalu minta ajari kakeknya jika ada PR dari gurunya. Seperti sore itu, Mala meminta kakeknya mengajari PR matematika tentang pecahan. Namun, karena kurang enak badan, sang kakek menyuruh Mala belajar dengan Amir tetapi Mala menolak. Bahkan, setengah berteriak ia menolak belajar dengan Amir. Suara keras Mala terdengar hingga kamar Amir. Amir hanya tersenyum kecut, “Gak mau ya sudah, belajarku malah tidak terganggu!”
Sembilan tahun berlalu. Amir sudah menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Kota Kembang, Bandung. “Nunung Komalasari!” Amir memanggil sebuah nama. Matanya beradu dengan seorang mahasiswi cantik berjilbab ungu. Raut wajah itu mengingatkannya pada seorang anak SMP, cucu bapak kosnya. Tetapi ia tidak yakin. Namun, ketika mengeja, ada nama Mala di sana. Apakah ia Mala yang dulu, tiba-tiba hati dosen lajang itu bergetar. Ada sesuatu dalam hatinya yang sulit ia ungkapkan.