KMAA 2 Miniatur Personal Branding

Terbaru32 Dilihat

2. Kang Mamat si Tukang Tomat

Pak camat jualan tomat, yang beli harus hormat. Itu sih kata lagu ya ? Lagu yang entah gubahan siapa ini, ternyata sangat populer, tentu saja di kalangan anak-anak. Saat saya buka You Tube, ternyata banyak sekali postingan lagu ini dengan beraneka modifikasi yang kreatif. Namun yang mau saya bahas di sini juga bukanlah lagu ini, tetapi saya ingin menceritakan tentang seseorang yang  jualan tomat, tapi bukan pa camat.

Seorang pemuda desa, sebut saja kang Mamat, mencari nafkah dengan cara jualan keliling dari kampung ke kampung. Barang yang dijualnya hanya satu macam saja, yaitu tomat. Tomatnya dia tempatkan di dua buah keranjang ukuran besar yang dia pikul menggunakan tali salang dan rancatan bambu. Dia berjualan menyusuri kampung-kampung  pemukiman penduduk di pinggiran kota yang tidak terlalu jauh dari desanya. Suaranya yang khas selalu lantang menawarkan barang dagangannya itu.

“Tomatnya tomaaaat…..tomat segaar tomat sehaaaat…! “

“Tomat buuuu…..! “

Setiap hari berangkat pagi, dan akan pulang saat hari menjelang petang. Terkadang satu dua orang ada yang beli, namun ada saatnya sepi tiada pembeli. Bahkan, yang paling sering kang Mamat harus gigit jari gara-gara sepanjang hari tiada seorangpun yang memanggilnya untuk beli. Namun demikian, kang Mamat tak pernah bersedih hati apalagi merasa frustasi. Esok harinya dia pasti kembali berangkat pagi berjualan tomat lagi, dengan sebongkah harapan di hati akan ketemu banyak rejeki.

Demikian dari hari ke hari dari bulan ke bulan kang Mamat menjalani hidupnya. Tetap berikhtiar jualan tomat setiap hari walau jelas-jelas sepi pembeli. Banyak orang menasihatinya agar kang Mamat berganti barang jualan atau pergi bekerja di ladang orang saja. Namun, dia tak gubris kanan-kiri, tetap dalam keyakinan menjadi tukang tomat saja.

Sebetulnya, entah mengapa orang-orang yang berada di pemukiman tempat kan Mamat jualan itu sepertinya kurang menyukai tomat, sehingga sangat jarang membelinya. Namun entah apa juga yang dipikirkan kang Mamat, sehingga dia tetap bergeming dalam pendiriannya untuk tetap berjualan tomat di sana. Yang jelas, saking dia hampir setiap hari menawarkan dagangan ke sana, mereka, masyarakat  di pemukiman itu sangat mengenal kang Mamat sebagai tukang tomat.

Ternyata, kegigihan kang Mamat berjualan tomat di pemukiman itu membuahkan hasil. Suatu hari, bos Aos, bermaksud membuka usaha baru yaitu akan memproduksi saos tomat untuk dikirim ke beberapa pedagang bakso di kota.

Salah satu pedagang bakso itu dulunya teman sekolah bos Aos. Dia mengetahui bahwa bos Aos pintar membuat saos tomat yang enak, yang jika ditambahkan ke kuah bakso akan membuatnya semakin nikmat. Selain memesan untuk dagangan bakso miliknya, dia juga merekomendasikan saos buatan bos Aos kepada beberapa pedagang bakso lainnya. Itulah sebabnya, maka bos Aos harus mampu memproduksi dan mengirimkan saos tomat dengan jumlah banyak setiap harinya.

Sebagai masyarakat di pemukiman itu, maka orang pertama yang bos Aos ingat saat dirinya membutuhkan banyak tomat adalah kang Mamat si tukang tomat yang setiap hari keliling kampungnya tersebut. Maka bos Aospun menghubungi kang Mamat dan memintanya untuk menjual tomat kepadanya setiap hari. Sejak saat itu, kang Mamat telah saling sepakat dengan bos Aos bahwa dia akan mengirimkan tomat-tomat segar untuk dijadikan bahan baku saos premiumnya bos Aos. Maka, sejak saat itu pundi-pundi rupiah kang Mamat bertambah setiap hari, hampir pasti.

Demikian kisah hidup kang Mamat si tukang tomat.

Kang Mamat yang gigih menawarkan tomat setiap hari, tanpa menghiraukan jualannya itu ada yang beli atau tidak. Kang Mamat yang hampir setiap hari lewat dengan suara lantangnya yang khas.

“Tomatnya tomaaaat…..tomat segaar tomat sehaaaat…! Tomat buuuu…..! “

Seiring berjalannya waktu, masyarakat akhirnya sangat terbiasa dengan teriakannya, terbiasanya dengan jadwalnya yang nyaris tetap setiap hari, terbiasa dengan sosoknya, dan sangat mengenal namanya: kang Mamat si tukang tomat.

Bagi masyarakat di sana, kang Mamat adalah tukang tomat. Bagi masyarakat di sana, jika butuh tomat, hubungi kang Mamat. Bagi masyarakat di sana, buah tomatitu identik dengan kang Mamat, atau setiap teringat kang Mamat, maka akan teringat buah tomat.

Kang Mamat, dengan kegigihannya menawarkan tomat setiap hari, telah berhasil mengasosiasikan dirinya dengan tomat. Kang Mamat si tukang tomat, itulah branding dia yang tanpa sadar dibangunnya dari hari ke hari.  Ini bukan personal branding seperti yang dimaksudkan di buku-buku itu, kriterianya belum pas. Namun, ini tetap branding, setidaknya berdasarkan skala tertentu, karena bagaimanapun tetap kan, adanya sesuatu yang melekat bersama nama kang Mamat.

Branding yang sederhana, branding yang tidak wah, tidak luar biasa, tapi melekat erat. Branding yang kecil, mini. Miniatur branding.

 

 

Tinggalkan Balasan