Jember terkenal dengan pantai-pantai indahnya. Daerah ini juga banyak punya pemandian dan air terjun. Jember juga dikenal sebagai kota bukit dan penghasil kopi yang unik dan sedap. Yuk kenalan dengan Jember.
Ini bukan tulisan baru, sebagian besar sudah kuunggah di blog pribadi dewipuspasari.net. aku hanya berkesempatan sekali ke Jember. Tapi mungkin suatu waktu bisa kembali ke sana.
Perjumpaanku dengan Jember berawal dari pantai-pantainya yang indah. Berangkat dari Malang pagi hari, kami terjebak macet di berbagai tempat karena masih suasana libur lebaran.
Setelah menghirup aroma lautan dan kemudian tiba di hamparan pantai-pantai yang indah, rasanya kelelahan karena perjalanan yang cukup panjang pun terbayar. Kami menikmati sisa matahari di dua pantai berurutan,Tanjung Papuma dan Watu Ulo. Keduanya sama-sama indah, hanya beda rasa.
Sudah lama aku penasaran dengan pantai terkenal di Jember. Ketika aku melihat gambar-gambar Pantai Tanjung Papuma dari internet, aku seperti merasakan nuansa pantai di Phuket, Thailand.
Rupanya perjuangan menuju Tanjung Papuma ini tidak mudah. Kami dihadapkan pada jalanan yang menanjak dan agak curam. Aku agak was-was, apakah si Putih, mobil SUV kami ini mampu melakukannya. Ternyata si Putih lagi-lagi membuktikan ketangguhannya. Ia berhasil menukik dengan gigi.
Panorama semakin indah, membuatku tak sabar untuk segera tiba. Di satu sisi masih ada ras was-was akan jalan yang berkelok-kelok dan ketika berpapasan dengan mobil dari lawan arah.
Eh ada banyak orang berhenti di sebuah bukit. Aku ikut penasaran. Dari bukit tersebut, wisatawan dapat mengintip keindahan Papuma dari sisi berbeda.
Hanya sebentar. Kami mengejar waktu. Tak berapa lama kemudian kami pun tiba di parkiran. Kami pun melangkah dan terkagum-kagum dengan keelokan pantai yang memiliki kepanjangan nama Pasir Putih Malikan. Wow indahnya!
Yang langsung menarik perhatian dari Tanjung Papuma adalah pasir putih dengan latar laut biru dan kapal nelayan. Yang bikin makin cantik adalah kehadiran karang-karangnya. Wuiiih Phi Phi Island sih menurutku lewat, lebih cakep ini.
Rasanya tak bosan-bosan memandangi hamparan panorama di depanku ini. Mumpung ke pantai kenapa tidak bermain air?
Karena sudah sore maka gelombang lautnya lebih tinggi. Anak-anak dan orang dewasa masih asyik berenang di pinggiran. Lainnya memilih naik perahu.
Aku lalu asyik berfoto-foto dan mengelilingi pantai. Rasanya masih belum puas ketika pasangan mengajak pindah ke pantai berikutnya, Watu Ulo.
Oh ya di Tanjung Papuma ini ada batu karang yang bentuknya seperti kodok. Lucu, mirip banget. Namanya Batu Kodok. Wah apa jaman dulu ada kodok yang durhaka kepada induknya ya kemudian dikutuk jadi batu?
Watu Ulo yang Melankolis
Jika suasana di Papuma itu ceria dan penuh semangat, maka nuansa di Watu Ulo itu lebih melankolis dan tenang. Meski kedua pantai ini tidak terlalu jauh, bahkan aku masih bisa melihat batu kodok dari sini, tapi penampakan pasir, pemandangan dan nuansanya di sini sungguh berbeda.
Pasir di Watu Ulo lebih kehitaman. Pengunjungnya relatif lebih sepi dibandingkan Pantai Papuma. Di sini lebih asyil bermain air karena lebih tenang. Hehehe jadi melamun deh.
Kenapa ya disebut Watu Ulo? Aku bertanya-tanya. Dimana Watu Ulonya? Aku mencari-cari. Oooh aku baru tahu jika hamparan karang itu yang disebut ulo alias ular. Tidak terlalu mirip ular sih. Kesan sisiknya itu di karang yang mirip ular.
Kami kemudian menikmati matahari terbenam di Watu Ulo. Baru kemudian kami menuju pusat kota yang rupanya bisa ditempuh kurang lebih satu jam dari sini.
Pantai Jember Bakal Lebih Baik Bila
Sebelumnya kubilang pantai Jember sangat berpotensi menjadi pantai cantik, bahkan mengalahkan pantai-pantai cantik milik negara tetangga. Namun hal itu terjadi apabila pantai Papuma itu bersih dari sampah. Masih banyak sampah di pantai Papuma yang dibuang sembarangan oleh pengunjung. Wah wah wah. Saat itu memang banyak sampah. Tapi siapa tahu kini sudah bersih.