Wah Malang, pasti bawa oleh-oleh apel nih? Aku dulu suka tersenyum mendengar celetukan ini. Pada saat kuliah, aku suka membawakan apel manalagi yang hijau kekuningan dan apel rome beauty yang hijau dengan semburat merah ke teman-temanku. Tapi sebenarnya apel Malang kebanyakan dari Batu dan Poncokusumo. Dan cerita apel tak semanis kenyataannya.
Pada saat aku masih kecil, aku terbiasa dengan apel. Setiap kali ada tamu menginap atau sekedar singgah ke rumah, ayah suka menyiapkan oleh-oleh buat mereka berupa apel Manalagi.
Apel Manalagi ini khas. Ia berwarna hijau kekuningan. Teksturnya agak keras, renyah, asam manis, dan berair banyak. Ada juga kadang-kadang ditemui apel Manalagi yang masir, tekturnya agak berpasir dan daging buahnya agak kecokelatan.
Kenapa disebut apel Manalagi? Karena buah ini enak, sehingga bisa jadi satu buah tak cukup dan ingin mencarinya lagi.
Penjual apel Manalagi ini mudah dijumpai dulu. Selepas Bentoel menuju arah Singosari dan pasar Lawang ada banyak berjajar toko buah yang menjajakan jenis buah ini untuk buah tangan.
Ah rasanya dulu kotaku ini memang begitu lengket dengan citra apel. Bahkan pamanku sempat bekerja sama dengan petani untuk membudidayakan apel.
Lalu hadirlah varian baru jenis apel yang dikenal dengan nama apel Rome Beauty dan apel Anna. Apel Anna kuning kemerahan dan Rome Beauty hijau kemerahan. Sama-sama manis asam segar dan banyak airnya dibandingkan Manalagi, hanya tekstur apel Anna relatif lebih empuk dibandingkan kedua teman-temanya.
Ketiga jenis apel ini kemudian menjadi citra apel dari kota Malang. Aku juga bangga membawanya dan membagikannya ke teman-teman.
Kalah oleh Popularitas Si Apel Merah
Popularitas apel Malang lalu meredup dengan adanya buah-buah impor. Terutama, apel merah.
Apel dengan kulit buah merah nampak lebih menggoda. Lebih manis dan teksturnya lebih empuk. Entah sejak kapan, mungkin sejak akhir tahun 90an, apel ini semakin dikenal. Tiga raja varian apel dari kota Malang seolah-olah mulai tersingkir dari kedudukannya.
Cerita kejayaan apel Malang mulai pudar. Apel yang dijual di Jakarta dan tempat-tempat lainnya kebanyakan adalah apel merah. Jikalau ada apel hijau juga kebanyakan jenis impor.
Tak heran jika suatu ketika petani apel mengeluh. Mereka mencari tambahan pendapatan dengan menjadikan kebun apel mereka destinasi wisata alternatif wisata petik buah apel.
Syukurlah Banyak Olahan Apel
Nasib kembali berbalik seperti roda yang berputar lagi dan kini nasib apel di tengah roda. Meski tak sejaya dulu setidaknya petani apel masih bisa tersenyum.
Ya, dengan banyaknya wisatawan ke kota Malang, Batu, dan sekitarnya maka buah tangan pun banyak dicari. Olahan apel juga termasuk yang favorit.
Di toko-toko oleh-olah ada banyak varian olahan apel. Ada pai apel, pia apel, permen cokelat apel, dan dodol apel.
Olahan apel paling laris adalah sari apel. Memang sedap, asam, manis, segar. Juga ada cuka apel yang banyak manfaatnya bagi kesehatan
Yang pai apel ini enak sekali. Bentuknya cantik dan rasanya asam manis. Nikmat. Aku suka sekali membelinya jika pulang ke kampung halaman. Tapi terakhir ke sini aku tak menjumpainya, moga-moga masih eksis.
Ikon apel di Malang sendiri ada di Alun-Alun Batu Malang. Dulunya Batu adalah wilayah Kabupaten Malang, sejak 2001 menjadi kota otonom. Kini Batu dan Malang mendapat sebutan Malang Raya.
Ada kalanya aku berharap nasib apel Malang kembali indah seperti dulu. Apel Indonesia ya salah satunya apel dari kota Malang, bukan apel impor. Tapi masalah buah memang selera dan juga berkaitan dengan harga dan distribusinya.
Apakah Malang sepuluh tahun lagi masih lekat dengan citra sang kota apel?