Dusun Sade Dulu dan Kini

Terbaru, Wisata66 Dilihat


Dusun Sade adalah salah satu dusun yang masih mempertahankan adat suku Sasak. Lokasinya ada di desa Rembitan masih masuk Lombok Tengah. Dusun Sade biasanya masuk ke daftar jujugan para wisatawan apabila ke Lombok.

Ini perjumpaanku kali kedua di dusun ini. Setelah belasan tahun, dusun ini masih sama seperti dulu. Hanya dulu aku ke sini saat sore hari, tidak saat matahari telah tenggelam seperti minggu lalu.

Gapura selamat datang di Dusun Sade yang ditulis dengan aksara Sasak masih ada dan terawat. Sekilas aksaranya mirip dengan aksara Jawa. Di dalam kompleks dusun tradisional tersebut rumah-rumah adat suku Sasak juga dipertahankan.

Dusun sade

Dusun sade
Penerangan di dusun ini terasa kurang. Entah apakah memang sengaja dibiarkan seperti itu agar suasana tradisionalnya masih terasa, sehingga suasana di kompleks Dusun Sade masa kini tidak semuanya bisa terekam dengan baik di benakku.

Namun yang pasti kisah tentang rumah adat yang lantainya menggunakan campuran tanah dan kotoran sapi juga masih ada dan dipertahankan. Tenang, tidak berbau dan tidak kotor karena jenis kotoran sapinya juga khusus dan prosesnya juga pastinya khusus. Mereka juga masih suka mengepelnya dengan kotoran sapi bercampur air.

Penggunaan kotoran sapi ini mengantisipasi rumah akan nyamuk dan membuat rumah terasa hangat. Nah ini bisa jadi penelitian menarik senyawa apakah yang dikeluarkan oleh sapi Lombok sehingga bisa mengusir nyamuk.

Rumah sade
Rumahnya masih menggunakan bahan kayu, bambu, dan atapnya berlapiskan eumput gajah, ijuk, atau alang-alang. Rumahnya cukup kuat dan tahan cuaca termasuk musim hujan. Hanya memang  perlu dicek secara berkala.

Rata-rata para pria bekerja sebagai petani. Sedangkan para perempuan bekerja sebagai pemintal benang dan penenun dengan motif khas Sasak. Harganya mulai dari Rp 30 hingga ratusan ribu. Kerumitan pola dan penggunaan jenis benangnya akan menentukan harganya.

Pemintal benang

Teman-teman langsung asyik berbelanja dan menawar. Aku membeli beberapa buah untuk oleh-oleh bagi kawan-kawan. Lalu kami asyik mengobrol.

Para perempuan sejak usia 9 tahun mulai belajar menenun. Sebelum menikah, mereka harus bisa membuat satu kain. Nah kain itu ditenun dengan alat yang masih tradisional. Sehari bisa jadi, tapi faktornya bergantung pada banyak hal, pola dan juga ukuran kain tersebut.

Sebutan Inaq dan Amaq untuk ibu dan ayah juga masih digunakan. Apabila si Ana, misalnya  sudah menikah dan melahirkan anak bernama Banu maka ia akan dipanggil dengan nama Inaq Banu dan Amaq Banu.

Semoga tradisi menenun ini tetap bisa dilestarikan, tak lekang oleh perubahan jaman. Ada cerita di balik tenunan perempuan Sasak Dusun Sade.

Gambar: dokumentasi pribadi

Tinggalkan Balasan