Peranan Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa

(Dokpri: Suasana Belajar Outdoor)

Dalam Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Makna dari ketentuan tersebut hakekatnya memandang pendidikan sebagai proses untuk membantu anak dan generasi muda untuk menjadi manusia dewasa yang cerdas, berkarakter, bermoral, berilmu dan bertaqwa, dan menguasai ketrampilan vokasional/profesional.

Karakter merupakan watak/ciri seseorang yang dapat membedakan satu dengan yang lainnya. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi terhadap tingkah laku seseorang. Karakter itu perlu dengan sengaja dibangun, dibentuk, ditempa dan dikembangkan serta dimantapkan. Didalam membangun karakter sangat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan, baik lingkungan kecil didalam rumah, didalam masyarakat, meluas didalam kehidupan berbangsa. Pembentukan karakter merupakan proses tanpa henti yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman hidup dan lingkungannya.

Lembaga pendidikan harus berupaya untuk menjadi lembaga yang benar-benar dapat memberikan kontribusi kepada negara dan bangsa khususnya, dan kepada mutu kehidupan dan kemanusiaan pada umumnya, mewujudkan program pendidikan karakter berintegritas, unggul dalam perbuatan, berbagi dengan sesama, beriman kepada Tuhan, dengan harapan dapat menyemai dan memupuk agar tumbuh pembaharuan karakter berdasarkan nilai yang dimiliki untuk mewujudkan perbuatan berbudi luhur.

Implementasi dari nilai-nilai tersebut diantaranya memfokus pada nilai kejujuran. Kejujuran adalah akhlak mulia yang senantiasa berpegang teguh kepada kebenaran dalam segala aspek kehidupan. Nilai-nilai yang ditabur itu tentu tidak secara begitu saja, atau secara gampang membentuk karakter jujur, melainkan memerlukan upaya sungguh dan sepenuh hati dalam melatih diri, membiasakan dengan tekun, sampai terbentuklah kebiasaan dan membentuk karakter.

Kekuatan karakter harus dibangun sejak awal. Membangun kekuatan karakter bisa dilakukan melalui lingkungan formal seperti sekolah, non-formal seperti masyarakat dan informal seperti keluarga. Pendidikan karakter diberikan melalui penanaman nilai-nilai karakter. Bisa berupa pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Output pendidikan karakter akan terlihat pada terciptanya hubungan baik terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama, lingkungan, masyarakat luas dan lain-lain.

Masyarakat menilai betapa pentingnya sekolah yang terutama diharapkan untuk berperan dalam membangun karakter, mengembangkan sikap jujur, kerja keras, disiplin, motivasi untuk berprestasi yang tinggi, sikap kompetitif, kreatif, ingin belajar sesuatu yang baru, serta mempunyai sikap ilmiah. Proses belajar di lingkungan sekolah bukan hanya proses dimana siswa mendapat informasi dan pengetahuan, melainkan harus menjadi proses belajar yang intensif  yang dapat mensosialisasi nilai-nilai, sikap, dan kemampuan kepada pribadi siswa.

Pendidikan karakter tidak hanya diberikan secara teoritik di sekolah, namun juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan itu adalah bukti bahwa pendidikan yang diberikan telah merasuk dalam diri seseorang. Ketika makan bersikap sopan, ketika hendak tidur berdoa, ketika keluar rumah berpamitan, tekun dan semangat mewujudkan obsesi dan cita-cita, jujur, dan berbuat baik kepada siapapun.

Kemampuan-kemampuan yang dikemukakan diatas yang diharapkan menjadi sistem nilai yang menjadi acuan setiap orang, memerlukan wahana untuk mentransformasikannya dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Salah satunya yaitu lembaga pendidikan, baik sekolah maupun luar sekolah yang diharapkan menjadi pusat kebudayaan. Pusat terjadinya proses pembudayaan moral dan akhlak mulia, dan pusat pembudayaan budaya pribadi terpuji.

Pendidikan formal yaitu sekolah mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan dan pewarisan karakter, dan hal ini merupakan suatu proses transformasi. Dalam proses transformasi itulah pendidikan berfungsi. Jadi proses pendidikan adalah proses transformasi karakter. Pendidik akan mampu memberikan peranan yang sangat berarti bagi pembangunan karakter, jika ia mampu menunjukkan keteladanan dalam bersikap, berpikir, berbicara dan bertindak selama proses pendidikan.

Kedudukan lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan sangatlah strategis dalam proses transformasi karakter. Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Sekolah membantu kelanjutan pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama diperoleh anak adalah dalam keluarga.

Peralihan bentuk pendidikan jalur luar sekolah ke jalur pendidikan sekolah (formal) memerlukan “Kerja Sama” antara orang tua dan sekolah (Pendidik), karena keluarga adalah bagian kehidupan dalam sebuah masyarakat yang pertama dan utama bagi seorang anak.

Mengenai peranan keluarga dalam mendidik generasi muda, adalah untuk memelihara nilai-nilai warisan budaya, agama, tradisi, dan nilai-nilai moral agar memiliki watak jujur, bertanggung jawab, optimis, giat, berani, gigih dan ulet, kreatif, peduli terhadap sesama, disiplin, berjiwa kebersamaan dan menjalankan pola hidup sederhana agar dipahami oleh generasi muda yang merupakan tanggung jawab keluarga.

Perlu dipahami, bahwa jika keluarga tidak dapat memperkuat proses sosialisasi yang terdapat di sekolah dan sekolah memperkuat apa yang terjadi di keluarga, tidak ada satupun program pendidikan dapat efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, terutama dalam mengefektifkan peranan pendidikan untuk memelihara dan mengembangkan karakter.

Hubungan antara sekolah dan keluarga harus dekat dalam mencapai tujuan pendidikan yang sama, yaitu untuk membuat generasi muda mampu mempertahankan nilai-nilai warisan budaya serta memiliki sikap dan kemampuan yang relevan. Kedua lembaga pendidikan tentu saja tidak akan dapat sukses tanpa mempunyai lingkungan pendidikan yang kondusif dalam masyarakat yang mendukung sosialisasi sistem nilai yang akan dipelihara dan dikembangkannya.

Titik berat pendidikan dalam keluarga adalah moral atau akhlak mulia. Kejujuran adalah akhlak mulia, oleh sebab itu faktor penanaman nilai kejujuran adalah hal yang utama karena moral kejujuran adalah moral universal, moral yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa yang modern dan beradab. Bangunan kehidupan bermasyarakat yang sehat adalah yang didasarkan atas nilai-nilai kejujuran, karena kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan (trust), dan kepercayaan merupakan salah satu modal utama dalam kehidupan sosial.

Masyarakat yang memiliki modal sikap saling percaya yang kuat akan lebih mudah melakukan transformasi perubahan, baik itu perubahan sosial maupun perubahan budaya. Inilah yang diharapkan dari keluarga sebagai pusat kebudayaan yaitu pusat untuk melaksanakan nilai-nilai demi kebaikan masyarakat dan bangsa pada umumnya.

Transformasi karakter bukan sesuatu yang dapat dilakukan melalui pernyataan, ceramah, dan bentuk komunikasi lainnya, melainkan memerlukan proses edukasi, dan sosialisasi yang intensif dan kreatif melalui berbagai lembaga sosial, baik kependidikan maupun non kependidikan, secara konsisten dan berkesinambungan. Oleh sebab itu dalam membangun karakter, harus mendapat dukungan dari lingkungan, baik lingkungan kecil didalam rumah seperti keluarga, maupun didalam masyarakat.

Tinggalkan Balasan