Nico Thomas, seorang petinju Indonesia asal Maluku yang pernah berjaya di kancah tinju professional Indonesia, dilahirkan di Ambon, Maluku, 10 Juni 1966. Nico Thomas di usia yang masih muda, 22 tahun, telah menyandang gelar juara kelas Minimum Indonesia setelah mengalahkan Nana Suhana dengan KO di ronde kedelapan. Lima bulan kemudian ia mendapat kesempatan untuk merebut gelar juara dunia kelas Minimum versi International Boxing Federation (IBF) dengan menantang Samuth Sithnaruepol.
Ia naik ring tanggal 24 Maret 1989 untuk berusaha merebut gelar juara dunia dari juara bertahan Samuth Sithnaruepol. Dengan gemilang Ia berhasil memberikan perlawanan terhadap juara dunia asal Thailand tersebut. Nico Thomas harus puas dengan hasil pertarungan yang dinyatakan draw melalui keputusan majority decision setelah bertarung ketat selama 12 ronde di Stadion Bung Karno,Jakarta Indonesia.
Pertandingan tersebut dipimpin oleh wasit John Reilly yang memberi nilai sama/draw 117-117. Dengan para juri John Cauchi dari Australia yang juga memberi nilai sama/draw 115-115. Dan Leon Johannes dari Indonesia yang memberi nilai 117-113 untuk kemenangan Nico Thomas. Pupus sudah harapan Indonesia untuk memiliki juara dunia tinju yang kedua.
Tiga bulan kemudian, ia kembali mendapat kesempatan untuk merebut gelar juara dunia kelas Minimum versi International Boxing Federation (IBF) lewat pertarungan ulang melawan Samuth Sithnaruepol. Di usia 23 tahun, akhirnya ia berhasil menambah koleksi gelar dengan merebut gelar Juara Dunia Kelas Minimum versi International Boxing Federation (IBF) melalui kemenangan angka mutlak atas Samuth Sithnaruepol.
Pertarungan ulang tersebut digelar tanggal 17 Juni 1989 di ISTORA Senayan, Jakarta, Indonesia dipimpin oleh wasit Abraham Pacheco dari Amerika Serikat. Dengan para juri Hideo Arai dari Jepang yang memberi nilai 119-108 untuk kemenangan Nico Thomas. Louis Race dari Amerika Serikat yang memberi nilai 115-111 untuk kemenangan Nico Thomas. Dan Alex Villacampa dari Filipina yang memberi nilai 115-111 juga untuk kemenangan Nico Thomas. Nico Thomas mampu memenuhi harapan Indonesia untuk memiliki juara dunia tinju yang kedua setelah Ellyas Pical.
Sangat disayangkan, tiga bulan kemudian masih di tahun yang sama, tepatnya tanggal 21 September 1989 di gedung Lokasari, Jakarta, Indonesia ia kehilangan gelar. Nico Thomas kalah dalam usaha mempertahankan gelarnya yang pertama. Ia kalah KO di ronde kelima dari petinju Filipina, Eric Chavez.
Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 14 Maret 1993, di usia 27 tahun Nico Thomas kembali mendapat kesempatan menantang juara dunia kelas Minimum versi IBF. Ia melanglang buana ke Thailand menghadapi petinju tuan rumah Anucha Phothong di Suranaree Camp Stadium, Nakhon Ratchasima, Thailand. Dalam pertandingan tersebut ia menderita kekalahan KO di ronde ketujuh.
17 Desember 1993, setelah gagal merebut gelar juara dunia, Nico Thomas berupaya bangkit kembali. Ia menantang Juara Nasional Kelas Minimum Pian Rumbiak. Dalam pertandingan yang dijadwalkan berlangsung selama 12 ronde tersebut dimenangkan oleh Nico Thomas dengan KO di ronde keempat.
Sepanjang tahun 1994, Ia sukses mempertahankan Gelar Juara Kelas Minimum Indonesia sebanyak empat kali. Setahun kemudian di usia 29 tahun ia kembali mendapat kesempatan merebut gelar juara di level internasional.
Ia dihadapkan dengan petinju Thailand Surachai Saengmorakot untuk memperebutkan Gelar Juara Kelas Minimum Oriental and Pacific Boxing Federation (OPBF) yang lowong. Ia berhasil merebut gelar tersebut dengan kemenangan angka. Dalam rentang waktu dua tahun (1995-1997), Ia sukses mempertahankan Gelar Juara Kelas Minimum OPBF sebanyak dua kali.
Pertarungan ketiga Nico Thomas dalam upayanya mempertahankan gelar, diadakan di Tokyo, Jepang, 22 Februari 1998. Pertarungan dijadwalkan berlangsung selama 12 ronde memperebutkan Gelar Kelas Minimum OPBF melawan Wolf Tokimitsu dari Jepang. Pertandingan berakhir sampai bunyi bel ronde terakhir berbunyi, hasilnya Nico Thomas dinyatakan kalah angka sehingga ia kehilangan gelarnya.
Setelah kekalahan tersebut, dalam rentang waktu satu tahun (1998-1999), Ia sukses menjalani delapan pertandingan dengan kemenangan beruntun. Prestasi tersebut menghantarkan Nico Thomas di usia 33 tahun mencoba menantang juara di level internasional lagi.
Ia menantang Juara WBC International Minimum, Juanito Rubillar dari Filipina. Kembali ia mengalami kekalahan dalam upayanya merebut gelar juara di level internasional. Ia mengalami kekalahan TKO di ronde keenam dalam pertarungan yang direncanakan 12 ronde di Agana, Guam.
Setahun kemudian, 4 Juli 2000, Nico Thomas di usia 34 tahun mencoba menantang Juara Nasional Kelas Terbang Ringan, Muhammad Rachman. Kembali ia mengalami kekalahan dalam upayanya merebut gelar juara. Ia mengalami kekalahan TKO di ronde pertama dalam pertarungan yang direncanakan 12 ronde di Surabaya. Kekalahan tersebut membuat karier Nico Thomas meredup.
Dua tahun kemudian tepatnya tanggal 1 Agustus tahun 2002, Nico Thomas di usia yang sudah tidak muda lagi 36 tahun, kembali naik ring. Ia masih berupaya menambah koleksi gelarnya di level internasional.
Nico Thomas menantang Juara Pan Asian Boxing Association, Somporn Seeta dari Thailand di Samut Prakan, Thailand. Pertarungan yang dijadwalkan berlangsung selama 12 ronde tersebut dimenangkan oleh Somporn Seeta dengan KO di ronde pertama. Empat tahun kemudian, di usia 40 tahun, Nico Thomas mengundurkan diri.