TERAMPIL MENDENGAR

Terbaru142 Dilihat

Abraham Raubun

Telinga untuk mendengar. Semua orang tahu itu. Mengapa kita punya dua telinga dan satu mulut? banyak orang menafsirkan bahwa Tuhan menciptakan dua telinga dan satu mulut agar kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara.

Dalam kenyataan hidup sehari-hari sering kita melihat orang-orang yang sangat pandai berbicara di depan umum atau orang banyak. Ilmunya disebut dengan Public Speaking.

Di bidang pendidikan dan pelatihan keterampilan berbicara di depan orang banyak penting dan sangat diperlukan. Ini merupakan salah satu modal yang harus dimiliki pengajar, pelatih atau fasilitator dari sekian banyak keterampilan yang harus dikuasai.

Tetapi disamping berbicara ada keterampilan lain yang juga penting diperhatikan yaitu mendengar. Ada kata bijak mengatakan banyak orang tidak dapat berbicara tetapi lebih banyak lagi yang tidak bisa berhenti bicara.

Orang yang terlalu banyak bicara dalam suatu proses interaksi antara dua orang atau lebih bisa menimbulkan sumbatan komunikasi. Kawan bicaranya bisa menjadi bosan atau tidak dapat menangkap apa makna atau inti yang dibicarakan.

Komunikasi akan berjalan baik jika ada kesamaan makna antara si penyampai pesan atau komunikator dengan sipenerima pesan atau komunikan. Karena inti dari komunikasi adalah persepsi dan inti dari persepsi itu interpertasi.

Jadi jika salah interpertasi maka persepsi yang muncul keliru, reaksi ataukatau respon yang muncul bisa berbeda sehingga komunikasipun tersumbat. Antara isi pesan yang disampaikan dengan makna yang diterima berbeda.

Karena itu tidak jarang muncul masalah yaitu kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Sering juga terjadi perdebatan yang disebut debat kusir. Entah mengapa dinamakan debat kusir, tapi intinya komunikasi tidak nyambung karena masing-masing bersikeras mempertahankan pendapatnya.

Masalah ini bisa terjadi karena kurang mencermati apa inti pesan yang disampaikan. Bahkan sering pesan belum selesai disampaikan respon terlalu cepat dilontarkan. Belum lagi ada kendala-kendala muncul saat proses komunikasi berlangsung.

Noise itu disebutnya, bisa dari alat atau media yang digunakan, bisa karena bisingnya suara dari sekitar lingkungan, bisa suara ketika menyampaikan pesan kurang jelas didengar, bisa memang pesan disampaikan dalam kalimat berbelit sehingga menyembunyikan makna yang sulit di cerna. Terlebih lagi jika pendengar tidak konsen.

Disinilah pentingnya keterampilan mendengar. Sejatinya pembicara yang baik adalah pendengar yang baik. Karena pendengar yang baik dapat menerima dengan cepat dan menangkap inti pesan yang disampaikan. Jadi dapat merespon dengat tepat sehingga ada kesamaan makna, dan terjadilah komunikasi yang baik.

Kata mendengar diartikan dengan dapat menangkap suara dengan telinga. Dalam bahasa Inggris dibedakan antara “to hear” dan ” to listen”

To hear dimaknai dengan kita menangkap bunyi yang masuk ketelinga. Ketika bunyi itu datang kita mendengarnya. To listen, kita memang dengan sengaja mendengar bunyi yang datang. Jadi disini ada unsur memperhatikan. Padanan kata bahasa Indonsianya menyimak atau dalam bahasa Jawa “nyemak”

Dulu dalam mata pelajaran di Sekolah Rakyat (SR) yang sekarang dirubah namanya menjadi Sekolah Dasar (SD) ada pelajaran menyimak, bercerita atau bercakap-cakap dan menulis. Rangkaian mata pelajaran yang erat kaitannya untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Yang satu belajar mendengar, sedangkan lainnya melatih berbicara secara verbal dan mengekspresikan apa yang dipikirkan dalam bentuk tulisan. Bahkan tulisanpun ditata cantik dan teratur lewat apa yang dinamakan menulis halus atau menulis Indah dengan gerakan tangan yang memegang pena naik mengguratkan garis tipis yang halus lalu menariknya kebawah meninggalkan garis tinta yang tebal pada kertas buku yang bergaris-garis besar dan kecil. Kini buku seperti itu sudah tidak ada lagi atau jarang ditemukan lagi.

Mendengar dan berbicara dalam praktiknya juga tidak berjalan sendiri. Banyak juga disertai dengan bahasa tubuh yang lain atau gesture, seperti kontak mata, mimik wajah, gerakan memiringkan kepala atau mengeluarkan suara bergumam. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa penerima pesan sedang mendengar penuh perhatian.

Inilah seni berelasi sosial. Jika dikuasai dengan baik dapat mengatisipasi atau menangkal gagal paham yang mendatangkan konflik perkepanjangan.

Di era modern khususnya di pass pandemi ini dimana tatap muka banyak membuat interaksi dan komunikasi dibatasi, tidak semua seni mendengar dan berbicara bisa terekspresi. Gangguan pasti terjadi terutama dari alat dan media yang dipakai dalam berinteraksi.

Kini hampir semua interaksi untuk berelasi sosial terdorong atau didorong lewat dunia virtual. Besar kemungkinan orang yang mendengar dan orang yang berbicara sama-sama mendapat gangguan. Bukan hanya gangguan teknis tetapi juga sikap dan perilaku dalam proses berinteraksi di dunia virtual. Semisal dalam percakapan host atau ada peserta lupa mematikan (mute) alat bicara (mikrophon) dan suara-suara yang masuk menyelonong dengan bebas sangat dirasakan menggangu perhatian semua partisipan. Yang cukup mengesalkan yang didengar bukan lagi pesan yang disampaikan nara sumber melainkan masalah tetek bengek yang terkadang lucu dan menjengkelkan.

Nampaknya tatakrama atau tatatertib berinteraksi dalam dunia virtualpun masih harus dibenahi dan diingatkan baik bagi penyelenggara maupun para peserta.

Suatu nasihat bijak mengatakan “baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu, dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan.”

Jadi mendengar merupakan seni untuk baiknya berelasi sosial dalam menjalani kehidupan dari hari ke hari.

 

Tinggalkan Balasan