MENDULANG PENGALAMAN PEMBERIAN MAKANAN ANAK SEKOLAH

Terbaru68 Dilihat

Indonesia sebagaimana banyak negara berkembang dan maju berupaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dininya dari balita sampai usia sekolah. Program unggulan presiden Prabowo Subianto “Makan Bergizi Gratis Anak Sekolah” (MBGAS) sudah diluncurkan sejak 6 Januari 2025 di 26 provinsi di Indonesia. Program ini difokuskan untuk menyasar kelompok prioritas utama yaitu anak usia sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Ditambah pula dengan paket makanan yang diantar ke rumah-rumah untuk ibu hamil, lansia dan penyandang disabilitas yang tersebar di daerah-daerah terluar, terpinggir dan tertinggal. Untuk pengiriman makanan salah satu opsi yang disiapkan adalah mengemas makanan dengan vakum agar bisa tahan lama, tidak basi.

Gagasan meluncurkan program Makan Bergizi Gratis nampaknya tidak sontak dilontarkan begitu saja. Inisiatif ini bertumpu pada pengalaman di tatar internasional yang dilaksanakan oleh lebih kurang 93 negara di dunia dan telah berlangsung sejak tahun 1940-an. Program makan siang yang diterapkan bertujuan untuk mengatasi masalah gizi dan mengurangi kemiskinan. Selain itu memastikan akses masyarakat yang kurang mampu atau rentan terhadap kelaparan utamanya makanan yang bergizi.
Upaya yang dilakukan melalui penyediaan makanan yang sehat, seimbang, dan memenuhi kebutuhan gizi seseorang secara gratis. Program ini diarahkan membantu mengurangi tingkat kelaparan, meningkatkan status gizi masyarakat, dan meningkatkan akses terhadap makanan yang berkualitas. terutama bagi masyarakat miskin. Di Indonesia program ini hadir dengan label Makan Bergizi Gratis Anak Sekolah (MBGAS).

Program pemberian makanan anak sekolah (School Feeding) bukanlah program asing di tatar internasional. Berbagai negara seperti Amerika, Brazil, India dan sebagainya telah memiliki pengalaman menerapkannya. Pengalaman beberapa negara, program pemberian makanan pada anak sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Semisal India yang memiliki program pemberian makanan bagi anak sekolah terbesar di dunia. Hasil penelitian menunjukkan anak perempuan yang pernah mengikuti program pemberian makanan di sekolah menunjukkan mereka melahirkan bayi-bayi yang sehat. Brasil setidaknya telah mengeluarkan 1,3 miliar dollar AS per tahun untuk program gizi siswa nasionalnya, yang dikenal sebagai “Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE)”. Program ini telah dilaksanakan Brazil sejak tahun 1954 melayani 40 juta anak di hampir 250.000 sekolah di seluruh negeri setiap hari. Tak hanya memperbaiki kualitas gizi anak, program ini juga meningkatkan ekonomi rumah tangga petani dengan mewajibkan minimal 30 persen anggaran untuk membeli bahan pangan dari petani lokal.

Indonesia pun pernah mengembangkan program makanan tambahan untuk anak sekolah, meskipun jenis makanan yang disediakan berupa makanan jajanan atau kudapan untuk anak-anak sekolah dasar di desa tertinggal dan berpenduduk miskin. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS) di Indonesia dilatar belakangi fakta lapangan di suatu desa terpencil di NTT. Peristiwa yang mendorong dicetuskannya program tersebut adalah hasil kunjungan pejabat Bappenas kala itu (Soekirman dan Fasli Jalal) yang menemukan sekelompok anak di satu sekolah dasar yang tertidur dalam kelas saat belajar. Informasi yang diperoleh dari guru pengajar anak-anak-anak itu berangkat dari rumah sejak subuh tanpa sarapan. Hal ini ternyata banyak ditemukan di banyak desa di NTT dan desa-desa di daerah lain yang terpencil dan berpenduduk miskin. Berdasarkan temuan lapangan ini digagas upaya menyediakan makanan agar anak-anak dapat sarapan ketika tiba di sekolah. Dengan demikian mereka dapat belajar tanpa perut kosong sama sekali yang menyebabkan mereka tidak dapat berkonsentrasi mengikuti pelajaran. Maka dikemaslah program Pemberiaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMTAS).
PMT-AS bertujuan antara lain: (1) Memperbaiki asupan gizi; (2) Memperbaiki ketahanan fisik; (3) Meningkatkan kehadiran dan minat belajar; (4) Meningkatkan kesukaan akan makanan daerah yang bergizi; (5) Memperbaiki perilaku bersih dan sehat, termasuk kebiasaan makan yang sehat; (6) Meningkatkan partisipasi masyarakat; (7) Menambah pendapatan masyarakat melalui peningkatan penggunaan produksi setempat.

Namun program ini tidak berlanjut. Evaluasi menunjukkan berbagai kendala dihadapi baik dari aspek petunjuk teknis yang tidak merata dan menyeluruh dimiliki oleh pelaksana yang terlibat. Data telaah kuantitatif menunjukkan pengelolaan dan pemantauan program yang meliputi kurangnya koordinasi program antar jenjang, pemantauan dan pelaporan, dan jaminan mutu, terutama karena kurangnya dana yang secara khusus diperuntukkan keperluan ini. Selain itu aspek administratif juga menunjukkan Keterlambatan dalam penyerapan dana menyebabkan administrasi program menjadi tidak memadai. Pemberian obat cacing juga tidak efektif karena banyak sekolah yang tidak menerimanya. Hasil telaah atas nilai gizi makanan tambahan di sekolah sampel menunjukkan bahwa nilai gizi makanan tambahan PMT-AS dalam hal kalori, protein, kalsium, dan zat besi masih jauh di bawah standar rekomendasi PMT-AS. Rata-rata lebih dari 74 persen makanan tambahan di sekolah sampel memiliki jumlah kalori lebih rendah daripada standar yang telah ditetapkan untuk program tersebut, dan makanan tambahan yang disediakan di lebih dari 62 persen sekolah sampel memiliki jumlah rata-rata protein di bawah standar 5 gram. Baik kandungan kalsium dan zat besi jauh di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG). Banyak lagi faktor yang mempengaruhi seperti, Frekuensi Pembagian Makanan Tambahan Ketidakhadiran, Motivasi, dan Rentang Perhatian terhadap Pembelajaran dan sebagainya. Namun hasil telaah data kualitatif memerlihatkan adanya perbaikan karena jumlah anak berberat badan kurang menurun.

Sejatinya upaya pemberian makanan di sekolah yang intensif dan dan sistematik bagi anak sekolah menjadi salah satu kunci keberhasilan membentuk kualitas sumber daya manusia di masa depan secara dini, sejauh program ini tidak hanya terfokus pada pemberian makanan semata. Meski dampak yang diharapkan tertumpu pada perbaikan gizi anak sekolah namun aspek-aspek monitoring dan evaluasi untuk mengukur dampak lebih luas mulai dari perbaikan status gizi sampai kepada prestasi belajar anak perlu menjadi perhatian dan dilakukan secara intensif.

Tidak dapat dimungkiri gizi merupakan salah satu faktor penting dalam melakukan investasi terhadap pembentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan secara dini. Terlebih Indonesia memiliki “Arutala” atau cita-cita mulia membentuk generasi emas pada tahun 2045 mendatang. Hal ini perlu didukung oleh segenap komponen bangsa dengan memastikan 25% kecukupan gizi anak-anak sekolah terpenuhi dari pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis Anak Sekolah ini.

Tinggalkan Balasan