“Bumi menangis, air matanya es mencair
Suhu naik tak terkendali, musim tak lagi bersahaja
Kekeringan merajalela, sungai mengering
Banjir datang tak terduga, menghancurkan segala”
Itu salah satu bait puisi tentang perubahan iklim atau ”Climete Change”. Puisi berjudul “Perubahan Iklim” ini puisi yang memilukan. Gambaran bumi yang menangis, suhu yang naik tak terkendali. Es yang mencair perlahan, meninggalkan jejak kekeringan dan banjir yang merajalela. Suatu kondisi iklim yang merupakan perubahan suhu dan pola cuaca dalam jangka panjang. Pergeseran ini terjadi secara alami, seperti melalui variasi siklus mata hari. Dampaknya mendatangkan musibah bagi manusia di berbagai belahan dunia.Ini terkait dengan perubahan unsur-unsur iklim yaitu meliputi angin, suhu, tekanan, kelembaban. Awan dan curah hujan yang pada dasarnya adalah pengendali utama atmosfir.
Jumat, 28 Maret 2025, Myanmar dan Thailand diguncang gempa dengan kekuatan 7,7 Skala Richter, disambung dengan gempa susulan berkekuatan 6.4 Skala Richter. Tak ayal gempa tersebut menghancurkan gedung-gedung, jembatan, bendungan dan menyebabkan korban manusia. Pemerintah Jepang baru-baru ini juga mengeluarkan peringatan akan munculnya bahaya gempa yang diperkirakan berkekuatan mencapai 9 Skala Richter yang berpusat di pulai Nankai di Samudera Pasific. Beberapa kota di Asia diperkirakan akan serempak mengalami gempa serupa. Musibah semacam itu nampaknya akan datang silih berganti selama terjadi ”Climate Change”.
Mengapa perubahan iklim yang ekstrim ini terjadi? Alam seolah berontak menumpahkan amarahmya pada kehidupan manusia dan lingkungannya dengan bertubi-tubi. Curah hujan tinggi, musim kemarau berkepanjangan. Volume air meningkat akibat mencairnya es di kutub. Terjadi bencana alam angin puting beliung dan sumber air pun berkurang. Perubahan iklim mengancam kehidupan manusia membawa dampak kekeringan, banjir, tanah longsor serta kerusakan infrastruktur yang berpotensi menyebabkan kerugian ekonomis.
Sabab musabab perubahan iklim adalah terjadinya “Global Warming” atau pemanasan global yaitu peningkatan suhu rata-rata bumi secara bertahap. Fenomena ini disebabkan oleh efek rumah kaca yang menimbukan gas dalam jumlah besar menutupi atmosfir bumi, menjebak energi matahari dalam bumi dan meningkatkan suhu bumi. Dampaknya kekeringan menjadi lebih lama dan lebih ekstrem di seluruh dunia. Badai tropis menjadi lebih parah karena suhu air laut lebih hangat. Saat suhu naik, tumpukan salju di pegunungan dan daerah kutub berkurang dan salju mencair lebih cepat. Suhu di seluruh dunia meningkat karena gas rumah kaca menjebak lebih banyak panas matahari di atmosfer. Ini tak dapat dipungkiri akibat ulah manusia yang ikut memberikan andil yang signifikan.
Sejak Revolusi industri, aktivitas manusia telah melepaskan sejumlah besar karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer yang telah mengubah iklim bumi. Pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam terus meningkat. Ditambah dengan polusi sampah plastik serta metana dari peternakan, pertanian, perkebunan. Polusi asap pabrik industri, hilangnya terumbu karang, naiknya suhu air laut akibat pencairan es merupakan hal-hal yang terlibat dalam proses pemanasan global.
Lalu adakah cara mengurangi semua dampak negatif tersebut? Indonesia juga merupakan salah satu negara penandatangan Perjanjian Paris. Di dalamnya memuat kesepakatan internasional untuk memerangi perubahan iklim yang ditandatangani pada tahun 2015. Perjanjian ini bertujuan membatasi pemanasan global dan beradaptasi dengan dampaknya. Tentu berbagai upaya juga dilakukan Indonesia karena Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca global sebesar 29% pada tahun 2030. Upaya memanfaatkan sumber energi terbarukan pun dirancang secara bervariasi diantaranya meliputi upaya meningkatkan kapasitas tenaga surya fotovoltaik, Kapasitas tenaga angin dan sebagainya. Namun menurut Elon Musk seorang investor di berbagai perusahaan teknologi, bahwa perubahan sistemik transisi ke energi terbarukan jauh lebih efektif yaitu melalui Elektrifikasi transportasi dan industri dari pada hanya mematikan alat-alat Listrik saat tidak digunakan.
Mengingat ancaman dampak perubahan iklim yang mengerikan tentunya hal itu tidak dapat disikapi dengan biasa-biasa saja. Sebab itu selamatkan bumi, selamatkan generasi masa depan. Karena pilihan hari ini menentukan iklim esok. Beberapa tokoh nasional maupun dunia diantaranya Rahmat Witoelar mengatakan : Perubahan Iklim Makin Nyata, Semua harus Bekerja Sama Lakukan Aksi Nyata”. Yang lain mengatakan: Perubahan iklim tidak mengenal batas negara. Perubahan iklim tidak akan berhenti sebelum kepulauan Pasific dan seluruh Masyarakat internasional terdampak. Kita tidak bisa membakar jalan kita ke masa depan. Tentang bahaya ancaman perubahan iklim ini Ban Ki-moon mantan Sekretaris PBB pun pernah berujar ”Kita tidak bisa berpura-pura bahwa bahaya itu tidak ada, atau mengabaikannya karena hal itu memengaruhi orang lain”. Perubahan iklim terkadang disalahartikan sebagai perubahan cuaca semata. Pada kenyataannya, ini adalah tentang perubahan dalam cara hidup kita. Itu ujar Paul Polman.