MEMBANGUN SDM DINI BERKUALITAS

Terbaru16 Dilihat

Abraham Raubun, B.Sc, S.Ikom

Anak sehat bertambah umur bertambah berat badan. Itu rumus sederhana yang disebarluaskan. Dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat tentang pentingnya memantau pertumbuhan anak Balita.

Sebenarnya bukan hanya pertumbuhan yang di dalamnya terkait bertambahnya berat dan tinggi badan. Juga perkembangannya secara intelektual, emotional dan sosial juga penting di pantau.

Di era tahun 80an-90an kegiatan memantau pertumbuhan anak gencar dilakukan. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) jadi andalan. Konsepnya merupakan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Dalam siklus satu bulan kegiatan ada satu hari yang merupakan pertemuan antara masyarakat sasaran dan provider kesehatan/keluarga berencana.

Pertemuan ini lazim disebut hari buka Posyandu. Namun dalam perkembangannya Posyandu hanya dikenal sebagai kegiatan 1-2 Kali dalam sebulan. Siklus Pelayanan di luar hari buka Posyandu nampaknya terabaikan.

Kegiatan di Posyandu mulai dari menimbang berat badan, mengukur tinggi badan, penyuluhan Kesehatan dan Gizi dan Pelayanan Kesehatan seperti imunisasi. Menimbang, mengukur tinggi/panjang badan dan penyuluhan dilakukan para kader Posyandu sebagai bentuk partisipasi masyarakat. Pelayanan Kesehatan dilakukan oleh Bidan Puskesmas atau Bidan di Desa.

Saat ini melalui transformasi Kesehatan Posyandu ditingkatkan fungsinya. Pelayanannya menjadi Pelayanan primer yang diberikan dalam wadah Posyandu Prima. Posyandu prima akan buka setiap hari. Dilengkapi tenaga Kesehatan, setidaknya seorang perawat dan bidan.

Posyandu sendiri kini telah dinyatakan sebagai Lembaga Kemasyarakatan (LKD). Ini diatur melalui Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 18 tahun 2018 tentang LKD.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan melalui Posyandu prima, dirancang dengan fokuskan pada peningkatan derajat Kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Menyasar semua kelompok umur dalam siklus hidup. Mulai dari 1000 hari Pertama kehidupan sampai lansia. Kelompok umur ini paling rentan. Ada kebutuhan dan resiko. Jika kebutuhan tidak terpenuhi, timbul resiko.

Dalam kaitannya dengan Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan Balita secara dini, kegiatan di Posyandu menjadi penting. Diteksi dini anak kekurangan Gizi dalam waktu lama dapat dilakukan. Terjadinya gangguan tumbuh kembang anak dapat dicegah. Dengan demikian anak tidak jatuh dalam kondisi “stunting”.

Disadari “stunting” mempengaruhi kualitas SDM di masa depan.
“Stunting” tidak saja hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik tetapi juga intelektual. Tubuh anak pendek, tinggi badan tidak sesuai umur dan perkembangan mentalnya terhambat.

Menyikapi hal ini, pemerintah meluncurkan kebijakan percepatan penurunan “stunting”. Target yang ditetapkan sebesar 14% di tahun 2024. Upaya ini tentu tidak mudah. Perlu keterlibatan semua pemangku kepentingan.

Jika upaya yang dilakukan setengah-setengah, kualitas SDM masa depan akan jadi taruhannya. Tantangan semakin banyak dihadapi terutama dalam perkembangan teknologi yang begitu pesat. Konsekuensi logisnya dituntut SDM berkualitas dengan kapasitas dan kompetensi memadai.

Dalam konsep Asuhan Gizi, edukasi dan konseling menjadi intervensi kunci. Pemberian makanan hanya bila diperlukan. Namun nampaknya pemberian makanan, meski juga didorong menggunakan bahan makanan lokal lebih digandrungi. Hal ini perlu diperhatikan atau dipertimbangkan sesuai situasi dan kondisi yang berkembang di lapangan. Jika mengacu pada konsep SDG’s Desa Kemendes, pemberian makanan ini terkait desa bebas kelaparan. Mungkin tidak salah juga menekankan pemberian makanan bergizi seimbang.

Di tingkat desa, antara penekanan edukasi dan konseling serta pemberian makanan dapat dilakukan secara proporsional. Prioritas Dana transfer, dalam hal ini Dana Desa sudah mencakup upaya percepatan penurunan stunting. Tinggal lagi diperkuat secara regulasi melalui Peraturan Desa (Perdes). Pertanyaannya berapa banyak desa yang sudah membuat Perdes percepatan penurunan stunting. Sudah ada memang upaya-upaya mendorong ke arah itu. Perdes ini tentu akan menjadi dasar alokasi dalam APB Desa pendukungan kegiatan edukasi dan konseling serta pemberian makanan bergizi.

Namun sejauh mana regulasi di tingkat desa diterbitkan masih perlu ditelaah lebih jauh. Sinkronisasi regulasi, khususnya pada Kementerian Dalam Negeri yang tupoksinya pembinaan Pemerintahan Desa dan Kementerian Desa yang bertugas meningkatkan pemberdayaan masyarakat berperan dalam mengatur prioritas penggunaan Dana Desa, perlu lebih ditekankan. Tak dapat dipungkiri sebagian besar perencanaan kegiatan pembangunan desa mengandalkan dukungan yang bersumber dari Dana Desa yang pengaturannya dilakukan oleh Kemendes.

Tidak banyak desa yang sudah berhasil menggali dan mendayagunakan Pendapatan Asli Desa (PAD) yang berasal dari potensi desa yang dimiliki sebagai salah satu dari 7 sumber Pendapatan Desa.

Selain itu segigih apa organisasi profesi ataupun komunitas pemerhati Gizi lain berperan dan memperjuangkan penerapan konsep Asuhan Gizi dalam rangka meningkatkan kualitas SDM DINI. Hal ini menjadi tantangan tersendiri yang perlu dicarikan solusinya.

Tinggalkan Balasan