Lahir untuk Sukses

Humaniora, Sosbud59 Dilihat

S‌umber gambar: Andriwongso.com

 

Hampir setiap bayi yang lahir ke dunia biasanya disertai dengan tangisan. Suara tangisan yang membuat orang disekitarnya- terutama sang ibu – merasa bahagia sehingga melupakan bahkan membuat hilang rasa sakit dan lelah selama mengandung sampai melahirkan.

Seorang bayi yang baru dilahirkan selalu bersama fitrahnya. Fitrah sebagai makhluk hidup yang butuh akan makan dan minum, butuh akan perlindungan dan kasih sayang. Secara naluri setiap bayi yang baru dilahirkan akan segera mendekat kepada sang ibu dan mencari kenyamanan dalam dekapannya seraya mencari asupan ASI sebagai bentuk kebutuhan primer yang paling ia butuhkan saat itu.

Di antara bentuk-bentuk fitrah tersebut ada bentuk lain yang justru merupakan bentuk fitrah yang paling Asasi yaitu naluri atau kebutuhan akan Tuhan. Kalau kita perhatikan seorang bayi pada masa-masa awal kelahirannya, ia akan selalu terjaga pada waktu-waktu tertentu, dan utamanya pada sepertiga malam yang akhir. Ini adalah waktu yang sangat istimewa dan mengingatkan kita bahwa saat itulah waktu yang paling tepat untuk kita mengingat sang pencipta Allah SWT seraya segera bergegas untuk sujud sebagai tanda syukur atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya.

Seorang bayi yang dilahirkan adalah bentuk kesuksesan awal darinya setelah ia melewati masa-masa sulit selama lebih dari sembilan bulan. Ia bisa hadir ke dunia setelah terpilih dari jutaan spermatozoa yang melakukan sebuah “perlombaan marathon” super dahsyat yang memperebutkan sebuah piala/medali yang bernama “ovum”.

Ia lahir ke dunia sebagai sang juara dan pemenang, namun justru ia menangis sejadi-jadinya setelah ia mencapai babak baru dalam kehidupannya. Kehidupan yang akan membawanya pada “belantara” perjuangan yang sesungguhnya dan lebih berat dari sebelumnya.

Dengan bekal nilai-nilai fitrah yang ia miliki, ia akan tumbuh menjadi makhluk baru yang akan tumbuh laksana sebuah pohon yang kokoh. Batangnya menjulang tinggi kelangit, dahannya rimbun membawa keteduhan, akarnya menghujam ke bumi, dan pada gilirannya akan menghasilkan buah yang akan menggembirakan orang yang melihatnya. Ini semua akan terjadi jika ia disemai di tanah yang subur, disirami secara teratur dan dijaga dari segala hama dan penyakit.

Tempat penyemaian tersebut bernama keluarga. Keluarga yang selalu dihiasi dengan nilai kasih sayang, saling asah asih dan asuh, keluarga yang menjunjung tinggi nilai kefitrahan sebagai pengemban amanah sang pencipta agar semuanya nanti dapat kembali dengan selamat ke kampung halaman bapak moyang manusia yaitu Jannatu Adnin.***

Tinggalkan Balasan