KMAA#2 : Berbanding Terbalik (Pendekatan Dua Insan) Part 2

Novel67 Dilihat

Kepahitan hidup yang dijalani keluarganya membuat ia tumbuh menjadi gadis mandiri, tangguh, rendah hati dan suka menolong siapa saja.

“Ais, ada pesan dari ibuku. Kamu disuruh ke alamat ini,” kata seorang gadis berjilbab kepada Aisyah saat bertemu di kampus selesai mereka mengikuti perkuliahan.  Sembari gadis itu menyodorkan kertas yang terlipat rapi dan berisi alamat yang di maksud.

Aisyah mengambil kertas lalu mengamati alamat yang tertera di sana.

“Bukannya ini komplek mewah  yang di seberang jalan kan? Tanya Aisyah kepada

Saufi yang masih berdiri di sampingnya.

“Betul,” jawabnya singkat.

“Kapan saya disuruh ke sana? Tanya Aisyah memastikan.

“Besok pagi. Kamu diminta untuk mengajar putranya les private seperti adikku. Kebetulan anaknya satu sekolah dengan adikku.” Gadis itu menjelaskan panjang lebar.

Setelah Aisyah mengucapkan terima kasih. Kedua gadis itu pun berpisah. Udara siang menyengat kulit membuat Aisyah memilih duduk di pelataran kampus.

Dia mengamati alamat yang tertera di kertas.

“Jalan Anggrek No.29 Komplek Permata Kota.

“Hmmm…Komplek Real Ested yang tidak terlalu jauh dari rumahku,” batin Aisyah.
“Sedang membaca surat cinta ya?” Suara seorang laki-laki tiba-tiba mengagetkan Aisyah yang sedang membayangkan alamat yang dipegangnya.

Gadis itu mengangkat wajahnya mencari tahu orang yang berdiri di depannya.
“Oh, Bang Umam.” Gadis berjilbab itu buru-buru memasukkan kertas tadi ke dalam tas Kehadiran lelaki itu membuat Aisyah grogi, dan salah tingkah.

“Bu…Bukan cinta bang,” sembari member isyarat dengan tangannya, tadi Saufi memberikannya saat selesai kelas,” jawabnya.

Dadanya bergemuruh kencang menahan desiran halus, napas berat, jantungnya berdebar-debar setiap dia bertemu dengan lelaki sopan dan agamais itu.

Tas ransel menempel di punggung laki-laki yang sedang berdiri di depannya, tangan kanannya memegang sebuah buku yang lumayan tebal. Celana jeans biru langit yang dipadu hem motif kotak-kotak membuat lelaki berkulit putih itu tampak gagah. Tanpa menunggu aba-aba, dia langsung duduk di samping Aisyah, membuat gadis itu menggeser duduknya agar tidak terlalu dekat.

“Oh, jadi selama ini kamu mengajar les.”

“Ya, begitulah bang,  untuk menambah biaya kuliah dan sekolah adik. Maklum penghasilan bapak sebagai pemulung tidak seberapa.”

Tanpa terasa kedua muda mudi larut dalam percakapan yang membuat mereka terlihat akrab. Sesekali terlihat tawa ceria di antara keduanya. Hingga terdengar azan Zuhur dari Masjid yang ada di sekitar kampus. Lelaki itu spontan melirik jam di pergelangan tangannya. Seakan ingin memutar jarum jam agar mundur ke belakang. Supaya dia bisa lebih lama duduk menghabiskan waktu bersama gadis yang diam-diam dikaguminya itu.

“Maaf bang saya permisi ke Msjid dulu,” ucap Aisyah sembari berdiri membawa tas berisi buku dan mukena yang selalu dibawanya kemana pun dia pergi.
“Kalau begitu kita samaan, saya juga mau salat,” ujar Umam dengan spontan.

Mereka pun berjalan beriringan menuju masjid yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka duduk. Pohon kenari berjejer rapi di pinggir jalan membuat suasana tidak terlalu panas. Sembari berjalan sesekali lelaki itu berusaha ingin tahu lebih banyak tentang gadis di sampingnya.

“Apa kamu ada kelas lagi siang ini, Ais?

“Tidak ada bang, insyaallah rencananya selesai salat saya mau ke perpustakaan, mau cari literatur untuk tugas kemarin. Memang ada apa bang, ada yang bisa saya bantu?”

Tanya gadis itu melanjutkan.

“Kebetulan saya juga mau kesana, biar setelah salat kita bisa samaan ke perpustakaan.”

Entah mengapa, ajakan pemuda di sampingnya membuat hati Aisyah semakin berbunga-bunga. Ingin rasanya ia melompat kegirangan tapi dia tidak ingin menampakkan rasa sukanya. Dia takut jika ia hanya bertepuk sebelah tangan.

Selesai salat lelaki itu duduk bersandar di tembok  masjid, sesaat kemudian Aisyah menghampiri dan mengajaknya menuju perpustakaan.

“Bagaimana bang jadi ikut ke perpustskaan” tanya Aisyah sembari membungkuk hendak memakai sepatunya.

“Kita makan bakso dulu, kebetulan tadi  sebelum salat saya sudah pesan ke kang Udin, kan mubasir kalau tidak di makan.” Ucap Umam dan memints Aisyah duduk di dekatnya.

Awalnya gadis itu menolak dengan alas an belum lapar, tapi setelah dibujuk akhirnya dengan perasaan malu ia menuruti ajakan Umam.
Kedua insan itu duduk berdampingan di pelataran masjid sambil menikmati hangatnya bakso Kang Udin sehangat perasaan mereka yang sedang saling mengenal satu sama lain. (Bersambung)

 

Tinggalkan Balasan