KMAA#6: Berbanding Terbalik (Membimbing Private) Part 6

Novel, Terbaru26 Dilihat

Setelah sempat terdiam beberapa saat, wanita paruh baya, namun masih tampak cantik itu pun buka suara.

“Sebelum saya memanggil Parhan untuk bertemu denganmu, ada baiknya saya menginformasikan kondisi dan prilaku anak saya agar nanti nak Aisyah tidak kaget.” Ungkap Bu Nely.

Gadis itu hanya mengangguk sambil sesekali matanya melihat wajah ibu Nely yang tampak sendu sepertinya sudah lelah dan bingung menghadapi prilaku anaknya.
“Parhan adalah anak kedua saya. Dulu dia selalu ceria, suka tertawa, bercanda dengan temannya atau siapa saja. Tapi sejak setahun belakangan ini prilakunya berubah drastis. Menyendiri menjadi rutinitasnya setiap waktu. Dia selalu mengurung diri, jarang berbicara dan menarik diri dari pergaulan. Keinginannya belajar juga seperti sudah tidak ada. Nilai di sekolahnya anjlok, tugas-tugas yang diberikan guru tidak pernah mau diselesaikan tepat waktu.” Kata bu Nely panjang lebar.

Dia pun menceritakan kondisi rumah tangganya.

Aisyah memperhatikan dengan seksama penjelasan ibu Nely, kata demi kata di rekam di otaknya. Sambil berpikir keras tentang cara membantu Parhan yang sebentar lagi jadi siswa binaannya.

“Ibu minta hari ini nak Aisyah tidak usah memberikan les dulu, mungkin besok baru mulai. Kamu berkenalan dulu dengan Parhan untuk lebih mengakrabkan diri!” ujar wanita berkulit putih bersih itu. Aisyah mengangguk tanda setuju.

Setelah memberikan gambaran seadanya, wanita itu pun meninggalkan Aisyah seorang diri untuk menjemput Parhan di kamarnya. Dan selang beberapa waktu Bu Nely menggandeng tangan putranya yang berjalan sambil menunduk. Mereka duduk bertiga dalam posisi berhadapan.

Parhan, anak laki-laki remaja dengan postur tubuh yang belum terlalu tinggi, rambutnya rapi dipontong pendek, dengan kulit putihnya membuat dia terlihat tampan walaupun matanya kurang memancarkan semangat.

Ada kesenduan dalam sorot matanya seperti sedang menyembunyikan kesedihan dan kekecewaan yang mendalam.

Dengan melihat sekilas, Aisyah bisa menebak kondisi Parhan saat ini karena memang jurusan yang diambilnya banyak mengajarkan tentang prilaku manusia, penyebab dan cara mengatasinya. Maklum dia kuliah jurusan psikologi, membuatnya sangat terbantu mengatasi prilaku orang-orang yang ditemuinya selama ini. Hal ini juga yang membuat dirinya bisa mengontrol emosinya saat ada orang menghina atau memakinya. Dia masih bisa terseyum.

Tidak ada hal yang istimewa dari pertemuan Aisyah dan Parhan. Aisyah hanya berbincang-bincang seputar keseharian dan hal yang paling disukai dan sering dilakukan Parhan saat di rumah atau bertemu temannya.

Pria yang baru tumbuh remaja itu, hanya menjawab seadanya dan terkesan dipaksakan. Menandakan dia tidak begitu tertarik bertemu dan berbicara dengan orang lain. Apalagi orang yang baru dikenalnya.

Sekitar setengah jam berkenalan dengan Parhan, Aisyah pun pamit pulang kepada Bu Nely. Sepanjang jalan otaknya di penuhi kondisi keluarga Bu Nely. Satu pembelajaran yang bisa dipetik oleh gadis itu bahwa rumah mewah dan materi berlimpah tidak menjamin kebahagian seseorang.

***

Pertemuan Aisyah dengan Parhan kemarin belum membawa perubahan karena Aisyah hanya berkenalan serta melakukan pendekatan awal. Jadi Aisyah belum begitu banyak tahu tentang Parhan selain informasi dari Bu Nely.

Aisyah bisa menebak prilaku Parhan seperti itu karena bapaknya menikah lagi dan meninggalkan mereka bertiga. Kesimpulan itu Aisyah dapatkan setelah mendengar cerita dari Bu Nely.

Hari ini Aisyah berjanji menemui Parhan pukul empat sore, selesai perkuliahan. Ini salah satu kemudahan yang diberikan Bu Nely. Dia bisa memberikan private setelah kelas habis, sehingga tidak mengganggu jadwal kuliahnya.

Jam di tembok ruang kelas masih menunjukkan pukul 12.40 saat sesi terakhir perkuliahan hari ini. Jadi dia masih punya waktu membaca literatur di perpustakaan untuk menambah wawasannya.  Sekaligus mencari solusi untuk membantu Parhan.

Aisyah ingin menjalin hubungan baik dulu dengan Parhan. Gadis bermata sipit itu ingin membantu Parhan menghilangkan rasa kecewa dan menumbuhkan semangat serta percaya dirinya. Lalu Aisyah bisa melanjutkan ke materi pelajaran. Baginya percuma memberikan materi kalau kondisi Parhan masih seperti ini.

Setelah melaksanakan sholat Zuhur di mushalla perpustakaan, Aisyah mulai mencari buku-buku yang dibutuhkannya dan memilih duduk di pojok agar dia bisa lebih tenang saat memahami buku yang dibacanya. Maklum dia tidak bisa belajar kalau suasana ribut dan ramai.

Tidak terasa Aisyah sudah berjam-jam di ruang perpustakaan. Dia merasa sudah mempunyai gambaran apa yang akan dilakukan untuk pertemuan keduanya dengan Parhan. Sebelum dia meninggalkan perpustakaan dia merapikan buku-buku yang dibacanya tadi dan mengembalikannya ke tempat semula Dia tidak ingin menambah pekerjaan pegawai perpustakaan dengan membiarkan buku yang dibacanya berserakan di meja.

“Ya, Allah, bimbing hambamu dalam membantu Parhan keluar dari masalahnya,” doa Aisyah usai dia melaksanakan sholat Ashar di mushalla, sebelum akhirnya dia benar-benar meninggalkan perpustakaan. Diapun mengayuh sepedanya menuju rumah Ibu Nely. (Bersambung)

Tinggalkan Balasan