Rupanya Bu Nely sudah menunggu kehadiran Aisyah di teras depan rumahnya. Seyumannya mengembang begitu melihat gadis itu sudah ada di depan rumahnya. Setelah meminta pak satpam membuka gerbang, dia pun langsung menyuruh Aisyah masuk. Sebelum Bu Nely memanggil Parhan, Aisyah menyampaikan tehnik yang akan digunakan dalam membimbing Parhan agar hasilnya bisa maksimal.
Bu Nely senang sekali mendengar program yang akan diterapkan Aisyah untuk membantu anaknya dan dia mempercayakan sepenuhnya penanganan Parhan kepada Aisyah.
“Silahkan nak Aisyah kalau memang hal itu bisa membantu Parhan bisa kembali seperti dulu, ibu setuju sekali. Semuanya ibu serahkan kepada nak Aisyah.!
” Jawab Bu Nely dengan nada harap.
“Mohon doa restunya Bu, agar semuanya bisa berjalan sesuai rencana dan hasilnya sesuai harapan,” ucap Aisyah meminta doa dan diaminkan oleh Bu Nely.
Setelah pembicaraan usai baru Bu Nely mamanggil Parhan di kamarnya.
“Ayo turun, Kak Aisyah sudah menunggu di bawah,” ajak Bu Nely.
Seperti biasa dia akan mengikuti semua suruhan dari sang ibu tanpa pernah protes maupun keberatan.
“Bu, saya mau ajak Parhan keluar dulu pakai sepeda, tidak lama hanya melihat lingkungan sekitar.” Ucap Aisyah sekalian pamit.
Bu Nely menganggukkan kepala tanda setuju, sambil berpesan kepada Aisyah dan Parhan.
“Hati-hati di jalan, dan dengarkan kata Kak Aisyah, ya dek.” Ucap Bu Nely sembari mengantarkan mereka sampai depan pintu ruang tamu.
Aisyah langsung mengambil sepedanya sambil meminta Parhan duduk di belakang. Tidak ada satu patah kata pun keluar dari mulut lelaki remaja tersebut, dia hanya diam membisu.
Aisyah mengajak Parhan ke masjid yang tidak terlalu jauh dari rumah Parhan. Letak masjid berada di dataran tinggi membuat pengunjung bisa melihat dengan jelas aktifitas penduduk yang hidup di bantaran kali, serta dapat melihat pedagang kaki lima sedang menjajakan dagangannya di lampu merah.
Gadis berwajah manis itu mengajak Parhan berdiri di dekat tembok pagar masjid yang tidak terlalu tinggi, sambil sesekali mengajaknya berbicara walaupun terkadang tidak di respon oleh Parhan.
“Dek….coba lihat anak-anak yang sedang menjajakan korannya di lampu merah itu. Setiap hari dari pagi sampai sore bahkan bahkan hingga malam, mereka selalu berada di situ hanya untuk menawarkan barang dagangannya.
Tidak terhitung banyak peluh mereka yang keluar setiap hari sekedar mencari untung Rp 500. Jumlah yang tidak seberapa bagi dek Parhan, tapi bagi mereka itu luar biasa besar. Walaupun mereka harus bersusah payah menawarkan dagangannya ke setiap kendaraan yang berhenti agar uang receh 500 rupiah itu bisa mereka dapatkan.”
Terlihat mata Parhan mulai serius memperhatikan dan mendengarkan kalimat demi kalimat yang Aisyah keluarkan. Nampaknya dia mulai tertarik dengan cara gadis itu memberikannya pemahaman. Itu terlihat dari dia sudah mulai membuka suara.
“Hanya 500 rupiah kak?” Katanya dengan suara agak ditekan seolah tidak percaya.
“Ya, sepanjang hari terkadang mereka hanya mampu membawa pulang 5000 sampai 7000 rupiah upah yang bisa mereka kumpulkan. Itu pun sudah membuat mereka bersyukur dan bangga dengan diri mereka sendiri.” Ucap Aisyah sedikit memberikan Parhan pencerahan.
“Kasihan sekali Kak, padahal umur mereka lebih kecil dariku! Suara Parhan memberikan komentar sembari membandingkan dirinya. Sontak hal ini membuat hati Aisyah sangat senang melihat kemajuan Parhan yang di luar dugaan. Padahal menurut Ibu Nely dia jarang sekali berbicara. Jangankan untuk memberikan komentar, sekedar menjawab ya atau tidak saja, jarang terdengar dari mulutnya.
Semoga dengan cara seperti ini akan bisa menumbuhkan motivasi dalam dirinya.” Doa Aisyah dalam hati.
Walaupun ini belum masuk ke materi setidaknya ini juga merupakan pembelajaran hidup yang sangat berharga bagi Parhan bahwa betapa berartinya hidup dan tidak untuk disia-siakan.
Sudah lumayan lama mereka berdiri di tembok pagar masjid, matahari sudah mulai condong ke barat, menandakan sebentar lagi malam akan tiba.
“Dek…sudah dulu ya, besok kita kesini lagi. Sekarang kita pulang. Sebentar lagi Magrib,” ajak Aisyah membuyarkan perhatian Parhan yang sedari tadi matanya bahkan tak berkedip memperhatikan jalanan yang ada di bawah.
“Besok kita kesini lagi kan? Tanya Parhan memastikan ucapan gadis di sampingnya.
“Kebetulan jadwal kakak memberimu les private hanya 3 kali seminggu, jadi kakak tidak enak sama Ibu Nely kalau besok mengajakmu keluar lagi padahal bukan jadwal les. Tapi kalau ibu Nely mengizinkanmu keluar insyaallah kakak bisa mengajakmu kesini lagi.”jawab Aisyah dengan berat hati karena khawatir membuat Parhan kecewa.
Mereka pun langsung meninggalkan tempat itu. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di rumah remaja berwajah cool. Aisyah menyerahkan Parhan kepada bu Nely dan dia pun langsung pulang. (Bersambung)