Sebagai orang tua — yang sudah punya anak bahkan cucu — jelas bunda resah. Indonesia sekarang koq krisis lagu anak Muslim? Bukan hanya bunda, umumnya para orang tua mengaku sulitnya memperoleh dan mendengar lagu khusus anak-anak. Setidaknya lirik lagunya menggambarkan dunia anak.
Kebetulan, saya juga guru dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini (TK dan PAUD) di Kota Bekasi, Jawa Barat, sedikit banyak biasa melihat anak usia dini bernyanyi. Sayangnya bukan lagi lagu khusus anak TK yang selama ini kami ajarkan, tapi sudah lagu dewasa.
Sejumlah pertanyaan itu mengusik saya selama ini, terutama karena saya selaku orangtua dari dua anak dan dua cucu sekaligus guru dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini. Terus terang miris saya.
Apalagi jika mendengar kebanyakan anak-anak, malah lebih senang menyanyikan lagu orang dewasa. Lagu cinta atau lagu patah hati, bahkan lagu berkisah tentang penghianatan cinta, perselingkuhan. Anehnya anak-anak hapal betul liriknya.
Tidak heran, jika Kiai Haji Cholil, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, merasa ikut prihatin melihat kondisi dan perkembangan lagu anak tersebut.
“Bayangkan, ada lagu anak yang mengajari kita pikun, memperkenalkan perselingkuhan kepada anak sejak kecil. Ada lagu di daerah yang mengumbar soal cinta dan nafsu, cinta dan nikah beda agama,” kata Kiai Cholil serius.
Rasa gemas yang saya rasakan ini, tidak kuasa saya pendam lebih lama lagi. Alhamdulillah akhirnya bisa terjawab pada Rabu 31 Oktober 2018 silam di gedung MUI Pusat, Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.
Di acara “Meeting Forum Musisi – Ulama” yang digelar Komisi Pembinaan Seni Dan Budaya Islam (KSBI) MUI mengambil tema “Seni Musik Sebagai Bahasa Dakwah Di Era Millenial”.
Maka ketika Dwiki Darmawan, musisi yang malang-melintang di arena festival dalam dan luar negeri, dicecar pertanyaan seorang blogger sebagai peserta pertemuan, keresahan saya selama ini seolah sudah terwakili.
“Apa sebegitu krisisnya kita di Indonesia akan lagu anak? Kemana musisi kita? Boro-boro menciptakan lagu anak, lagu anak yang ada dan sudah melagenda saja, mereka rusak,” tanya teman blogger itu kepada Dwiki Darmawan.
Dwiki Darmawan terlihat tersenyum kecut. Dia menarik napas panjang, sebelum menjawab pertanyaan teman blogger, belakangan diketahui bernama Bang Nur Terbit. Beliau blogger dari Kota Bekasi, “pensiunan” wartawan surat kabar cetak grup Pos Kota yang kini aktif menulis di online.
Coba deh dengar salah seorang murid TK PAUD bernyanyi sambil bermain di kelas saat jam istirahat. Perhatikan liriknya. Anda tentu kaget, apalagi gurunya yang selama ini merasa tidak mengajarkan lagu dewasa dan “jorok” itu.
“Cintaku klepek-klepek sama dia, cintaku klepek-klepek sama dia”.
Atau, lagu yang berlirik kata “sayang”, “pacar gelap”, “istri simpanan”, “jandamu”, atau yang lebih serem lagi, ada lirik lagu bercerita tentang “pacar menghamiliku”. Naudzubillah.
Seperti apa yang pertanyakan seorang blogger kepada Dwiki Darmawan, boro-boro musisi menciptakan lagu anak, lagu anak yang ada dan sudah melagenda saja, mereka rusak.
Contohnya lagu “Potong Bebek Angsa”. Saya kurang tahu siapa penciptanya. Tapi cukup melagenda. Pernah dengar gak? Ini lagu cukup populer dan familiar bagi anak TK sejak dulu. Syair atau liriknya seperti ini:
Potong Bebek Angsa
“Potong bebek angsa/ Angsa di kuali/ Nona minta dansa/ Dansa empat kali/Sorong ke kiri/ Sorong ke kanan/ Lalalalalalalalalaaaa…”.
Nah, bandingkan dengan judul lagu dan liriknya yang sudah “dipermak” habis oleh musisi zaman sekarang. Serius. Saya sering dengar diputar di radio swasta, dinyanyikan penyanyi yang lagi naik daun, Cita Citata, seperti ini:
Potong Bebek Jomblo
“Potong bebek jomblo/ Jomblo setiap hari/ Nyesek sampai ke hati/ Serong (selingkuh) ke kiri/ Serong ke kanan/ Lalalalalalalalalaaaa…”.
Itu contoh kecil, masih banyak lagi lagu dewasa lainnya yang awalnya lagu anak, atau sebaliknya. Lagu dewasa dinyanyikan anak-anak. Selain liriknya tidak mendidik, juga jarang kita temui lagi lagu anak yang bernuansa religi. Paling tidak, lagu anak Muslim yang islami.
LAGU ANAK MUSLIM
Kembali ke soal pertanyaan blogger kepada Kang Dwiki Darmawan. Menurut musisi yang sudah berpengalaman tampil di berbagai festival, dalam dan luar negeri ini, dirinya berencana mengaransir ulang lagu anak Muslim “A ba ta tza”.
Lagu ini, kata Kang Dwiki, dulu pernah dipopulerkan Bunda Neno Warisman. Dwiki yang aransir musiknya hingg. jadi enak didengar. Lagu tersebut sempat hits di kalangan anak-anak Muslim.
“Rencana, saya perlu diaransir ulang lagu ‘A Ba Ta Tsa’ sehingga bisa menjadi alternatif lagu anak Muslim. Saya siap mengaransir lagi,” katanya.
Tujuannya, agar bisa memperkaya khazanah dunia lagu anak Muslim, mengingat saat ini kondisinya sudah dalam keadaan krisis dan kritis.
Kang Dwiki mengungkapkan pula perkembangan grup musik luar negeri sebagai pembanding. Salah satunya kelompok musik Genesis.
Pieter Gebril, personil Genesis yang belakangan pecah dengan Phill Collins, kata Dwiki, juga mengangkat musik populer negaranya dengan label world music dan dance. Sampai di era sekarang terus berkembang. Pieter tidak melihat, apakah anggotanya muslim atau bukan — tapi memang lebih banyak dari muslim.
Dwiki juga merasa prihatin melihat perkembangan musik dalam negeri. Menurutnya, sampai saat ini, masih jarang ada orang Indonesia yang tampil di festival musik dunia membawa musik Islam sambil berdakwah.
“Misal, kalau ada MTQ tingkat internasional yang pernah diikuti Indonesia, baik juga kalau ada festival musik Islam tingkat internasional. Dimana musisi dari Indonesia juga mengambil bagian,” kata Dwiki.
Diharapkan, dengan diendorse oleh MUI, kehebatan musik Indonesia bisa eksis di dalam dan bahkan di luar negeri. Tampil tidak selalu di Jakarta, tapi juga misalnya di Raja Ampat, Papua atau di Bengkulu, dan lain-lain.
Hal ini bisa dimaklumi, sebab musisi daerah belum tahu bagaimana cara memproduksi musik yang sudah bagus ini menjadi baik. Mulai dari sisi penampilan, teknis, performa dan lain sebagainya.
TESTIMONI LAGU ANAK MUSLIM
Habiburrahman El-Shirazy, Ketua Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam Majelis Ulama Indonesia (MUI) :
“Pertemuan antara musisi dan ulama ini, sebenarnya bukan yang pertama dalam bentuk halaqah serial musik. Dipilih serial musik karena dianggap sangat dekat dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Misalnya, dalam lingkungan keluarga, biasanya para ibu jika ada anak kecil yang menangis atau mau dibawa ke tempat tidur, dinyanyikan oleh ibunya dengan tembang yang bernuansa kasih ibu. Tapi itu tergantung ibunya. Kalau asalnya santriwati, ya nyanyiannya shalawatan”.
Komunitas blogger dari TDB berfoto bersama pembiara usai acara pertemuan (foto dok pribadi Bunda Sitti Rabiah)
KH Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat :
“Abad ke-X Masehi, Abu Nash alias Al-Farabi menghipnotis raja dan tamunya dengan permainan alat musiknya. Al-Farabi berhasil menciptakan not musik dan prinsip filosofi terapi musik. Bahkan membuat not musik (do re mi pa sol la si du) menggunakan huruf Hijaiyah.
Erick Yusuf, mantan vokalis band rock, kini aktif keliling berdakwah :
“Berdakwah melalui musik sangat menarik dibahas, karena di Indonesia khususnya, para Wali Songo menyebarkan agama Islam melalui musik gamelan. Budayawan Emha Ainun Najib juga mengaransemen kembali lagu “Tombo Ati” — belakangan dipopulerkan oleh Opick. Sekarang ini, seolah kita sudah menjauh dari musik karena dis-orientasi. Hal ini karena musik luar yang masuk, sudah berubah begitu masuk ke Indonesia”.
Demikian tulisan saya yang hadir ke acara ini sebagai blogger bersama komunitas Tau Dari Blogger (TDB). Semoga bermanfaat. Amin.
Salam,
Bunda Sitti Rabiah
#KMAA29
Tulisan ini juga dimuat di blog pribadi www.bugurusiti.om dengan judul : “Indonesia Krisis Lagu Anak Muslim”