Melawan  Lupa Hadiah  dari  Sang  Proklamator

 

Lahirnya  Sang  Putra  Fajar

Bulan  Juni  identik  dengan  bulan   Soekarno, diawali  dengan  1  Juni dengan  hari lahirnya  Pancasila. Menurutnya, negara yang damai adalah negara yang menghargai keberagaman. Sama dengan Pancasila yang menjadi pemersatu beragamnya warganya. gagasannya  yang  lahir dalam  proses  panjang  sejarah  terinspirasi  dari  gegayuhan  para  leluhur  nusantara yang  terukir  dalam  Kitab   Negarakertagama tulisan  Maha  Empu Prapanca, Juga  pada   Kitab Sutasoma   besutan  Empu Tantular

 

Melawan  Lupa Hadiah  dari  Sang  Proklamator
Melawan  Lupa Hadiah  dari  Sang  Proklamator

Dalam  pidatonya  yang  menggelegar  itu  Sang  Singa  Panggung  ini  menjelaskan  dan  menjabarkan  Pancasila  dengan  gamblang  dan  meringkasnya  dengan  kata  “  Gotong  royong “  Dia  mengidamkan  surga  bagi  Indonesia, tanah  yang  subur  makmur  indah  permai  ini di  Proklamirkannya  dengan  jerih  lelahperjuangan  tanpa  henti, berulang  kali  mengalami  penderitaan  dan  pengasingan, namun  semua  itu  tidak  menyurutkan  asanya  untuk  bumi  pertiwi  yang  dicintainya.

Tuhan  menganugerahkan  sosok  Sang  Putra  Fajar  yang  lahir  di  tanggal  6  Juni 1901 di  Surabaya. Begitu banyak cerita  yang  menggores akan perjalanan hidup dari sosok   Sang Proklamator hingga akhir hayatnya. Selain  postur  tubuhnya  yang  gagah  menawan, dengan  senyum  gingsulnya, juga  kepiawaiannya  diatas  panggung  mengobarkan  semangat  rakyatnya. Setiap  kata-katanya  berjiwa, dan  memberi  semangat  para  pendengarnya. Sepantasnyalah  dijulukki  “ Singa  Panggung” ditambah  kepiawaiannya menguasai pelbagai  bahasa  membuat  kagum  para  lawan  pun  sahabat  politiknya  dari  pelbagai  bangsa.

 

Kisah  Hidup  Sang  Prolamator

Kisah  hidup  Sang  Proklamator  telah  kukenal  selain  dari  sejarah, juga  dari  pelbagai  Buku  yang  ditulis  oleh para  penulis  terkenal  untuk  mengenangkannya. Kekagumanku  dalam  mengambil  sikap Sang  Proklamotor mengalah  seolah  kalah, namun  TIDAK!  Di  kalbunya  cinta  kepada  tanah  airnya  melebihi  dari  pada  cinta  kepada  diri  sendiri.  Ketika  diminta oleh  penguasa  Orde  Baru  untuk  meninggalkan  Istana  Negara  secepatnya, beliau  dibagikannya dasi-dasi  yang  mahal  miliknya  kepada  para  wartawan, beliau  hanya  berkaos  oblong, dan  rela  meninggalkan  istana, dengan  penuh  legowo, semua  dilakukan  untuk  menghindari  bair  darah  dan  peperangan  antar  bansa  sendiri.

Sang  proklamator yang  telah mendirikan  negara  ini. Hatinya  tidak  rela  terjadi  pertumpahan  darah yang  terjadi  pada  bangsanya. Kalau  dulu  yang  dilawan  jelas, Penjajah  Belanda, Jepang, tapi  kini, kulit  dan  rambutnya  sama  dengan kita, orang  tak  tahu  lagi  mana  lawan  mana  kawan, Kata-katanya :”  Jika  engkau  ingin  membunuhku, jauhkanlah  aku  dengan  rakyatku”  itu  bukti  bahwa  beliau  sungguh  mencintai  rakyatnya, ide-idenya  selalu  muncul  dan  terinspirasi  dari  rahyat  kecil.

Semisala  ketika  memberi  nama partai  Marhein, juga  gedung Pencakar  langit  pertama, “Sarinah”  yang   didirikan pada 17 Agustus 1962 dengan nama PT Department Store Indonesia  yang    kemudian dikenal dengan nama Sarinah, nama yang disematkan Presiden Soekarno sebagai bentuk penghormatan kepada sesosok figur yang sangat berpengaruh dalam hidupnya.

Hadiah  dari  Sang  Proklamator

Setelah  saya  masuk  biara, penulis  terkesan  akan  penuturan  para  suster  pemula  bahwa  Sr. Maria  Xavera SND ( Suster  kami  dari  Jerman )  mendapatkan  Warga  negara  langsung  dari  presiden, Sr  Maria  Xavera  datang  ke  istana  negara dihantar  oleh  Sr  Maria  Lusia.Tentu  hal  ini  merupakan  kebanggaan  tersendiri, dan  rasa  hormat  dan  terima  kasih  yang  tak  kunjung  putus kepada  Yang  mulia  Presiden.

Para  Suster  SND  juga  mendapat  Jeep  putih, untuk  transportasi  jika  para  suster  mengadakan  karya  pelayanan  kesehatan  ke  Limpung, Bandar, Kedung  Wuni  dan  daerah  pedesaan  disekitar  Pekalongan.

Peristiwa  ini  sungguh  mengesankan  dan  menjadi  catatan  sejarah  bagi  kami, seorang  presiden  yang  sederhana, murah  hati dan  dermawan,meskipun  untuk  keluarganya  beliau  tidak  memberi  warisan  apa-apa, karena  memang nuraninya  yang  tidak  mau  mengambil  apa  yang  menjadi  haknya. Peristiwa  ini  pernah  kutulis  dalam  surat  kepada  Mas  Guruh (  putra  bungsunya) dan kuceritakan  kepada  GPH  Paundrakarna ( Pangeran  Mangku Negaran yang  adalah  cucunya, Putra  Ibu  Sukmawati), dari  situlah  hubungan  baik  kami  terjalin.

Kebaikan  budi  itu  juga  menurun  kepada keturunannya, dan  itu  kudengar sendiri  ketika  3  kali  menghadiri  ulang  tahun  Mas  Guruh, betapa  banyak  yang  bercerita  akan  budi  baik  dan  sifat  welas  asih  dari  putra  puteri  Sang  Proklamator.

Saat  Terakhir

Banyak  peristiwa  tragis  yang  dilakukan  Orde  Baru kepada  Sang  Pemimpin  bangsa  ini, tidak  hanya padanya  saja  tapi  juga  pada  keturunannya , rakyat  benar-benar  dijauhkan  dari Bung  Karno, seperti  anak-anak  dijauhkan  dari  bapaknya.

Tidak  ada  yang  berani  menyebut  namanya  karena takut  di  Cap  PKI, ditahan  dan  dibuang  tak  tahu  rimbanya  menjadi  momok  bagi  kebanyakan  rakyat  kecil  di  bumi  Pertiwi ini. Di penghujung  senja   hayatnya, kisahnya tak seindah jasa-jasanya untuk Kemerdekaan Indonesia.

Dalam buku Soekarno Poenja Tjerita terbitan tahun 2016. ,” tulis @sejarahRI tercatat “Semangat  Bung  Karno  sudah hilang bertahun-tahun sebelum itu. Saat Jenderal Soeharto menahannya di Wisma Yaso. Sukarno diasingkan dari rakyat yang dicintainya. Bahkan keluarga pun dipersulit untuk menjenguknya.

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto menjadi saksi bisu di detik-detik terakhir kehidupan Sang Proklamator, Sukarno.Bung Karno wafat tanpa penghargaan dan penghormatan dari bangsanya. Bahkan permintaannya  untuk  di makamkan  di  Bogorpun  tak  pernah  terwujud

Melawan  Lupa Hadiah  dari  Sang  Proklamator
Melawan  Lupa Hadiah  dari  Sang  Proklamator

Pada Minggu  pagi, 21 Juni 1970, pukul 07.07 WIB.Presiden RI Soekarno mengembuskan nafas terakhirnya di ruang perawatan RSPAD Gatot Subroto, beliau   mengidap gagal jantung, komplikasi ginjal, reumatik dan sesak nafas.

Dalam buku lain berjudul IR. Soekarno karya Wahjudi Djaja, tertulis bahwa sakit yang  diderita Sukarno sejak Agustus 1965 semakin parah. Ia kemudian memohon kepada Soeharto agar diizinkan kembali ke Jakarta melalui putrinya, Rachmawati.

Setelah mendapat izin, dengan status tahanan. Pengamanan terhadap Sang Proklamator diperketat. Bung Karno akhirnya dipindahkan ke Wisma Yaso (sekarang Museum Satria Mandala) Saat kondisinya semakin memburuk dan menurun, pada Sabtu, 20 Juni 1970, pukul 20.30 WIB, keesokan harinya mengalami koma.

Dokter yang merawat Sukarno lalu meminta putra putri Sang Proklamator untuk berkumpul. Guntur, Megawati, Sukmawati, Guruh, dan Rachmawati pun hadir di rumah sakit saat itu, Minggu, 21 Juni 1970, pukul 06.30 WIB.

Pukul tujuh lewat, perawat yang bertugas mulai mencabut selang makanan dan alat bantu pernapasan dari tubuh Sukarno. Putra  puteri  Sang  Proklamator  kemudian mengucap takbir.Melihat kondisi sang ayah, Megawati membisikkan kalimat syahadat ke telinga ayahnya. sebelum kalimat itu selesai, Sukarno mengucap nama sang pencipta.”Allah…,” bisik Sukarno perlahan  seiring embusan nafas purnanya.

Kami  cinta  damai  dan  cinta  kemerdekaan, yang  mewarisi  semangatmu  Terima  kasih  untuk  segala  yang  dikau  wariskan  bagi  Indonesia, Pancasila, dan  semangat  untuk  terus  maju  agar  Indonesia  semakin  Raya, menjadi  surge  yang  damai, saling  menghormati, bhineka  tunggal  Ika  seperti  yang  dikau  cita-citakan.

Doa  kami  tak  akan  putus  untuk  mengenang  dan  mengiringimu, semoga  jiwamu  damai  dalam  pelukkan  Kasih  dan  kerahiman  Ilahi, Terima  kasih  Sang  Proklamator, Tuhan  sungguh  Baik  menganugerahkan  dirimu  untuk  mengukir  dan  memeterai  Sejarah  Pertiwi  ini.

 

In  Meroriam    Sang  Putera  Fajar  Ir  Soekarno, Presiden  pertama  RI, Sang  Proklamator.

 

Oleh  :  Sr. Maria  Monika  SND

Artikel  ke : 14 YPTD

Tinggalkan Balasan