Mulai dari Diri
Pertanyaan yang mendadak muncul setelah membaca tentang pemikiran Ki Hadjar Dewantara (KHD) dalam pendidikan dan pengajaran. Sebuah pertanyaan pada diri sendiri tentang pengalaman menjadi guru selama ini. Membutuhkan perenungan yang dalam tentang implementasi Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Semboyan yang mengajarkan banyak hal terkait pendidikan dan pengajaran. Pendidikan budi pekerti, pengajaran yang merdeka, dan pembelajaran yang menempatkan murid sebagai subjek pendidikan. Pemikiran KHD terkait pendidikan dan pengajaran tidak menitikberatkan pada kualitatif semata. Namun, lebih pada upaya meningkatkan kemerdekaan murid yang memiliki budi pekerti dalam belajar mengeksplorasi kompetensi diri sesuai latar belakang sosial dan emosional.
Pemikiran KHD merupakan dasar dari merdeka belajar, baik murid, guru maupun sekolah. Selain itu, juga merupakan dasar dalam melibatkan murid dalam setiap proses pembelajaran. Sebuah kondisi yang diharapkan dapat memberikan rasa senang kepada murid untuk bisa menerima pembelajaran. Bagaimanapun juga rasa senang merupakan gerbang masuk bagi upaya menanamkan pemahaman, baik pengetahuan maupun karakter-karakter positif dalam kehidupan. Prinsip budi pekerti berupa penanaman karakter tidak akan pernah lekang oleh waktu. Sampai kapan pun akan tetap menjadi kesatuan utuh dengan proses pendidikan. Prinsip yang masih membutuhkan perjuangan guru sebagai pamong untuk mewujudkannya. Terlebih dalam situasi pandemi saat ini. Nilai budi pekerti seolah menjadi satu mata rantai yang hilang dalam proses pendidikan. Minimnya tatap muka menyebabkan guru kesulitan menanamkan karakter positif secara langsung. Beruntung di sekolah tempat saya bertugas, ada kebijakan guru kunjung. Saya pribadi lebih suka menyebutnya dengan istilah ‘KUKEJAR‘ atau Kunjungan Kelompok Belajar. Kenapa harus KUKEJAR? Iya. Kata kukejar merupakan kata kerja yang bertujuan mencapai sesuatu. Apa yang ingin dicapai? Tidak lain adalah terjaminnya penanaman karakter positif pada diri murid melalui mode guru kunjung. Tentu hal ini sangat relevan dengan prinsip budi pekerti yang diusung KHD. Sebuah upaya yang masih jauh dari cita-cita pendidikan KHD. Namun, bukan tidak mungkin akan bisa diwujudkan oleh guru, termasuk saya.
Sebagai seorang guru tentu menginginkan suasana dan rasa merdeka dalam mengajar. Sebuah rasa yang memungkinkan seorang guru mampu lebih nyaman dalam mengemban tugas. Kemerdekaan dalam aktivitas mengajar seorang guru terletak pada kebebasan dalam mengembangkan ide-ide kreatif dalam mengajar sesuai perkembangan zaman. Saya pribadi sejauh ini telah berusaha mengembangkan pengajaran yang berpihak pada murid. Namun, rasanya masih sangat jauh dari pemikiran KHD. Secara umum saya sebenarnya sedikit banyak sudah merasakan kemerdekaan mengajar. Hal ini karena memang pihak sekolah sangat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitasnya. Hanya saja dorongan itu masih belum cukup tanpa adanya masukan-masukan kreativitas seperti apa yang bisa dilakukan oleh guru dalam pembelajaran. Guru lebih banyak mengembangkan potensi diri secara mandiri. Ekosistem kolaborasi di sekolah belum benar-benar terbentuk. Ditambah lagi dorongan dari dalam diri yang timbul-tenggelam merupakan pekerjaan rumah paling berat bagi saya sebagai seorang guru.
Setelah mempelajari modul ini, saya sangat berharap bisa menjaga konsistensi diri dalam upaya menemukan ide kreatif sebagai wujud merdeka mengajar agar bisa melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid. Ke depannya juga, saya berharap murid-murid saya bisa mulai membiasakan diri sebagai subjek pendidikan. Sebuah subjek yang tak pernah lelah berusaha menggali dan mengembangkan potensi diri dalam pendidikan. Saya percaya dengan modul ini, perlahan tetapi pasti saya akan bisa berbenah menuju satu arah — berubah. Terlebih lagi jika ada kegiatan dan materi terkait contoh-contoh konkret merdeka mengajar dan belajar. Setidaknya akan memudahkan bagi Calon Guru Penggerak (CGP) untuk menentukan jalan perubahan yang akan ditempuhnya.
Guru Bergerak Indonesia Maju