Si Anak Batu
SUHARTO
MTS N 5 JAKARTA
Ada seorang santri dalam sebuah pondok pesantren. Bertahun-tahun santri tersebut menuntut ilmu, tetapi tidak pernah naik tingkat karena sulitnya menerima pelajaran dari para gurunya. sementara temannya sudah jauh meninggalkannya, bahkan sudah menjadi ustadz. Sebagai manusia biasa tentunya ada rasa minder atau malu, hal ini merupakan sebuah kewajaran dan manusiawi.
Bertahun-tahun belajar tidak membuahkan hasil, tentunya ada penyebabnya baik yang datang dalam diri atau di luar diri. Santri ini terkenal dengan sebutan Alifba, kenapa seperti itu? Karena setiap diajarkan pengetahuan yang pertama lalu diajarkan pengetahuan kedua, ditanya balik pengetahuan pertama lupa, jika pertanyaan pertama bisa, ditanya pertanyaan kedua lupa. Contoh, pertama diajarkan huruf Alif setelah huruf Alif bisa lalu naik level huruf ba, ketika huruf ba bisa ditanya huruf Alif lupa, ketika huruf Alif sudah bisa ditanya huruf ba lupa dan begitu seterusnya, hingga santri ini dilabel atau mendapatkan julukan Alifba.
Pada suatu hari Alifba menghadap gurunya.
“Pak guru, saya sepertinya sudah tidak kuat lagi menuntut ilmu karena saya tidak mampu untuk belajar, saya ingin pulang,” ucap Alifba.
“Kamu harus tetap belajar di sini, insyaAllah nanti juga kamu bisa, sabar menuntut ilmu itu harus sabar…,” jawab guru.
“Saya malu pak guru, saya mau pulang saja,” ucap Alifba lagi sambil sedikit sedih.
“Ya, sudah kalau memang itu keputusan kamu, tetapi jika kamu mau balik lagi ke pondok pesantren ini, pondok siap menerima kamu lagi, pondok pesantren terbuka untukmu,” jawab guru.
Alifba akhirnya pamitan lalu meninggalkan pondoknya. Beliaupun berjalan kaki menelusuri perkampungan, di pertengahan jalan tetiba hujan turun dengan derasnya hingga Alifba mencari tempat berlindung untuk berteduh dari derasnya air hujan. Alifba masuk ke sebuah gubuk, sambil menunggu redahnya hujan matanya melihat sesuatu yang sedikit aneh, yaitu ada sebuah batu besar yang berlubang yang sedang tertetesi oleh air yang terus-menerus tak henti-hentinya. Timbul sebuah pertanyaan dalam hatinya.
“Kenapa batu sekeras itu bisa berlubang padahal batu itu keras sekali sementara air itu sifatnya lunak,” pikir Alifba dalam hati.
Alifba lama merenungkan kejadian tersebut sambil terus bertanya pada dirinya dan mencari jawaban sendiri. Matanya terus melihat kepada batu yang tertetesi air dalam hatinya berkata “Apa ya, jawabannya,” ucap hatinya.
Setelah lama berpikir Alifba akhirnya menemukan jawabannya “Oh, ini penyebab batu bisa terkikis dan sampai berlubang, karena air itu terus-menerus menimpa batu Ok, aku paham batu saja yang keras bisa berubah dengan terus-menerus ditempa oleh air. Begitu juga dengan otakku, jika aku terus-menerus berusaha untuk belajar, pasti aku bisa seperti teman-teman bahkan bisa lebih dari mereka, sekarang aku harus balik ke pondok,” ucap Alifba dengan semangat.
Singkat cerita Alifba akhirnya menjadi pandai bahkan bisa mengalahkan yang lainnya. Beliaupun menjadi ulama besar dan banyak menghasilkan karya tulis berupa kitab-kitab yang masyhur hingga sekarang. Siapakah beliau? Beliau adalah Ibnu Hajar asqolani si anak batu. Beliau menemukan kunci belajar dari sebuah batu yang tertetesi air.
Kisah di atas tentang strategi belajar untuk mencapai kesuksesan, bisa kita jadikan pembelajaran dalam menggapai tujuan yang hendak kita capai.
Ketika kita melihat bangunan yang kokoh dan tentunya di dalamnya penuh dengan segala barang yang berharga. Kita tidak akan masuk karena tertutup rapat, jalan satu-satunya kita harus mempunyai alat untuk membuka penutup atau pintu tersebut, yaitu kunci. Dengan kunci kita bukan saja bisa membuka, tetapi lebih dari itu, bisa melihat bahkan menguasainya. Kunci itu memang kecil, tetapi kebermanfaatannya sungguh besar.
Dahulu penulis ketika duduk di sekolah menengah pertama (SMP/MTs) penulis menemukan kunci belajar hingga penulis termasuk siswa di atas rata-rata dan pada akhirnya lulus seleksi tingkat DKI Jakarta, menjadi mahasiswa undangan tanpa tets masuk perguruan tinggi negeri dan di samping itu juga penulis lulus mengikuti tes bersaing dengan tiga ribu peserta. Nama penulispun ada dua pada jurusan yang sama. Itulah manfaatnya kunci belajar.
Semua orang bisa membaca tetapi tidak semua orang mengetahui bagaimana caranya yang efektif dan efisien. Tentunya berbeda-beda caranya, tetapi ada yang sama dari semua itu, yaitu mendawamkan atau latihan terus-menerus. Pemain sepakbola semakin banyak berlatih semakin menunjukkan keprofesionalannya, begitu juga pelajar semakin terus-menerus belajar pelajar tersebut semakin pandai.
Diantara cara belajar penulis, yaitu: meringkas pelajaran, membaca berulang-ulang, membuat soal sebanyak materi yang ada sebagai acuan untuk mengukur sejauh mana materi dikuasai. Di samping itu juga penulis sering mencari tempat strategis untuk belajar.
Menjadikan diri pembelajar sebuah keharusan yang harus ditanamkan pada diri kita, begitu juga kepada anak-anak dan murid-murid kita. Jika jiwa pembelajar ini ada pada diri, anak dan murid pasti akan meningkatkan kualitas diri, haus akan ilmu pengetahuan dan tentunya selalu belajar dengan sungguh-sungguh.
Jiwa pembelajar selalu ada pada diri orang-orang sukses. Maka itu, jika kita ingin sukses jadikan diri menjadi seorang pembelajar.
Demikian, kesuksesan tidak datang dengan sendirinya, kesuksesan butuh proses. Nah, dalam proses inilah butuh strategi, teknik, cara, dan Langkah-langkah. Ketiadakannya sulit untuk mengapainya. Untuk mengetahuinya silahkan baca pada buku ketiga saya “Menuju Pribadi Unggul; Seni Menata Hidup”.