Umar dan Seorang Budak
Suharto MTsN 5 Jakarta
Pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ada seorang budak dari golongan sahabat, setiap hari budak tersebut tugasnya menggembala ternak kambing milik tuannya. Walaupun si budak hanya golongan kelas bawah bahkan keberadaannya hampir disamakan dengan barang. bisa diperjual belikan. tidak punya kebebasan. tetapi di mata Allah semua manusia itu sama. yang membedakannya hanyalah nilai ketaqwaannya. keyakinannya terhadap Allah melebihi yang lainya dan tidak bisa di ragukan.
Suatu hari Umar ingin mengetahui sebatas apa keimanan rakyatnya, maka Umar menyamar menjadi rakyat kebanyakan. Umar walaupun seorang pemimpin tidak harus selalu ada di singgah sana kerajaan, justru Umar sering memantau langsung kondisi rakyatnya tanpa ada yang mengetahui hingga Umar mengetahui kondisi real rakyat tanpa rekayasa.
Umar ingin menguji rakyat jelata bahkan lebih dari seorang jelata. Sampailah Umar pada seorang budak yang sedang menggembala kambing milik tuannya.
“Assalamualaikum,” ucap Umar.
“Waalaikumussalam,” jawab budak.
“Domba banyak sekali, ini kepunyaan kamu?” Tanya Umar.
“Bukan Tuan, milik tuanku,” jawab budak.
“Aku beli satu,” ucap Umar menjebak budak.
“Tidak tuan, ini milik tuanku bukan milik aku,” jawab budak.
“Tuan kamu tidak tahu ini,” ucap Umar.
“Tidak tuan, ini bukan milikku,” jawab budak.
“Sudah jual saja, tuan kamu tidak akan pernah tahu,” ucap Umar sambil mendesak.
“Tidak tuan, tuanku memang tidak akan pernah mengetahui, tetapi di mana Allah…di mana Allah. Dia Maha Melihat terhadap apa yang kita perbuat,” jawab budak.
Mendengar demikian dari mulut langsung seorang budak Umar bahagia karena rakyatnya dari strata yang paling rendah tetap konsisten dalam ketaatannya kepada Allah. Kemiskinan tidak membuat budak khilaf terhadap jebakan dunia. Umar mendengar dan menyaksikan langsung apa yang diperbuat seorang budak, akhirnya Umar menghadiahkan kemerdekaan hidup si budak dengan cara menebus atau membeli budak dari tuannya. Merdekalah budak karena keimanannya.
Kisah di atas, tentang konsisten terhadap kebenaran bisa kita jadikan pembelajaran dalam berselancar mengarungi samudera kehidupan ini.
Dunia adalah fatamorgana, banyak orang tertipu dibuatnya. Berapa banyak orang yang terjatuh karena jebakannya. Dunia adalah tempat ujian kehidupan. Berkualitas atau tidaknya seseorang terlihat seberapa besar usahanya untuk melewati ujian yang mereka dapatkan.
Seorang pelajar dikatakan berhasil atau sukses setelah pelajar itu sukses melewati berbagai macam ujian yang dihadapi.
Hidup itu ujian, jika kita ingin berkualitas di atas rata-rata kita harus siap menghadapi ujian besar.
Ujian dunia itu triple TA, yaitu; Tahta, Harta, dan Wanita. Berapa banyak manusia gagal hidup gegara tahta, jabatan, atau kedudukan. Meraihnya dengan jalan yang tidak benar, melaksanakan jabatan juga tidak benar. Akhirnya berujung pada geruji besi tahanan sebagai koruptor. Nama baik diri dan keluarga serta prestasi menjadi hancur karena jalan tidak benar. Andaikan di dunia lolos dari kejaran hukum, tetapi ke mana hendak lari dari hukum Allah.
Berapa banyak orang tergilas dunia sebab harta. Kaya dan miskin adalah ujian. Coba kita lihat bagaimana Tsa’laba yang hidup pada zaman Nabi Muhammad SAW, suskses hidupnya dalam kemiskinan, tetapi tidak sukses dalam kekayaan. Begitu juga dengan Qorun yang hidup pada zaman Nabi Musa AS, hingga Allah menenggelamkan ke dalam perut bumi.
Firman Allah SWT.
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”. (QS. al-Baqarah: 155)
Wanita laksana hiasan dunia, banyak orang yang silau dibuatnya, banyak wanita yang dijadikan alat bisnis untuk meluluh lantakkan para pelaku bisnis. Kemolekan tubuh dan kecantikan wajah membuat tak berdayanya para lelaki. Tentunya bukan wanita saja priapun sama, hanya saja wanita lebih dominan.
Rasulullah bersabda:
“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah isteri yang shalihah.” (HR Muslim dari Abdullah bin Amr).
Demikian, hidup ini adalah ujian. Tergangtung bagaimana cara menyikapinya. Ujian-ujian datang silih berganti semua itu hanya untuk meningkatkan kualitas diri agar menjadi manusia sejati yang selalu percaya kepada kuasa Ilahi.