Kemustahilan versus realita berbuah keniscayaan. Terkadang dalam menjalani kehidupan kita sering terbentur dengan keadaan yang membuat kita bingung mengambil sebuah keputusan. Mundur atau maju itu yang ada dibenak hati. Terkadang kita menyerah untuk sebuah tujuan karena terjebak berpikir tentang proses.
Berbeda dengan dua doctor ini. Beliau berdua justru tidak terlalu berpikir akan proses tetapi, beliau berdua berfokus pada tujuan. Sehingga dengan sendirinya proses mengikuti.
Lebih jelasnya mari kita simak penjelasan berikut ini!
Pernahkah kita membaca di Media sosial postingan tentang anak tukang beca sukses meraih gelar doctor (S-3) baik di perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri.
Kalau kita lihat baground ekonomi seorang penarik beca. Sudah terlintas dibenak kita income yang didapatkan. Untuk makan saja belum tentu cukup apalagi untuk biaya pendidikan sampai tuntas.
Yang menjadi pertanyaannya ko, bisa anak tukang beca berpendidikan tinggi? Secara logika tidak mungkin. Bagaimana mungkin anak tukang beca bisa? Tentunya timbul sejuta ketidak mungkinan bukan.
Ya, memang tidak mungkin, jika barometer kita hanya mengandalkan realita yang ada. Kata Nasrullah dalam bukunya Rahasia Magnit Rezeki. Dia membagi alam ini menjadi dua: alam realita dan alam quantum.
Alam realita merupakan alam tindakan atau nyata, sementara alam quantum adalah alam yang tidak nampak, yaitu: alam pikiran, alam perasaan dan alam spiritual.
Alam quantum inilah yang membuat sesuatu yang mustahil menjadi keniscayaan. Alam ini merupakan dinamisator yang mampu menggerakkan hingga yang tak munkin menjadi mungkin.
Hidup ini berproses bukan kebetulan. Anak tukang beca mampu tembus sampai ke strata tertinggi itu bukan kebetulan. Ada kekuatan yang ia miliki. Apa itu? Maindset atau pola pikir. Pola pikirnya yang menghantarkannya sampai ke puncak cita-cita. Maka itu, kesuksesan seseorang itu karena mempunyai pola pikir yang hebat dan dia yakin akan berhasil. Bukan kalah sebelum bertanding.
Sering kita dapati dalam hidup ini. Bahkan hal ini terjadi pada diri kita sendiri. Sifat Mengeluh, putus asa, mundur sebelum berjuang, tidak yakin, tidak percaya diri dan sejuta sifat menyerah sebelum bertindak.
Sifat atau mental seperti ini yang harus kita ubah, jika tidak kita takkan pernah berubah. Bahkan hidup kita akan dikendalikan olehnya. Bukankah Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’du ayat 11.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum, hingga kaum itu yang mengubahnya sendiri…,”
Artinya Allah tidak akan menghantarkan kepada apa yang hendak kita inginkan, kecuali diri kita sendiri yang bertindak. Allah bukan mengubah materialnya, yang Allah ubah jiwa atau mentalnya. Ketika kita mempunyai suatu cita-cita jangan berpikir akan prosesnya, maka kita tidak akan pernah sampai. Ini di antara contoh anak-anak tukang beca peraih doctor.
Sumber: Haibunda.com
Raeni anak dari bapak Mugiyono penarik becak asal Kendal, Jawa Tengah. Mendapat gelar Doktor pada Universitas of Birmingham Inggris lulus sikitar 2016.
Sumber: Warta Lombok.com
Lailatul Qomariah, mendapat gelar Doktor dari Universitas Di Jepang.
Coba perhatikan anak-anak tukang beca tersebut. Apakah dia berpikir tentang proses untuk mencapainya? Tidak. Tapi dia hanya berpikir dan fokus pada tujuan. Yang terpenting berpikirlah pada tujuan yang hendak dicapai, proses mengikuti dengan sendirinya.
Hidup ini laksana magnet. Adanya tarik-menarik. Ketika kita berpikir positif maka yang tertarik yang positif pula. Ketika anak tukang beca berpikir melanjutkan kuliah ke luar negeri, maka energi yang senyawa menghampiri, yaitu; beasiswa pendidikan ke luar negeri.
Hidup kita ini kedepannya seperti apa, semua kembali kepada pola pikir kita. Maka itu, ubah pola pikir kita. Pasti Allah akan memberi jalan keluarnya. Yakinlah, pasti kita bisa.
Kisah yang sangat inspiratif. Terima kasih atas informasinya.
Terima kasih sudah mampir omjay