Musuh Terbesar Kita Ada Di Dekat Kita
Pernah dengar dikatakan bahwa Musuh yang paling berbahaya adalah orang terdekat kita?
Orang terdekat berarti bisa keluarga sendiri, apakah itu suami, istri dan anak. Atau mertua, ipar, pacar atau teman sendiri, atau siapapun yang dekat dengan kita.
Mengapa? karena orang terdekat yang paling banyak tahu kehidupan kita, rahasia kita, kelebihan bahkan kekurangan kita yang jarang diketahui oleh orang lain.
Mengetahui segala sesuatu tentang kita, sebab kita sering mengobrol dan sharing dengan mereka, tanpa kita sadari lawan bicara kita tahu semuanya bahkan sampai detail. Termasuk saat kapan kita lagi senang atau sebaliknya.
Coba bayangkan, tetiba kita punya masalah atau berselisih paham dengan orang terdekat kita, tak menutup kemungkinan apa yang menjadi rahasia kita yang harusnya ditutup rapat bisa diobral dengan mudah ke orang-orang tertentu atau ke seseorang yang tidak menyukai kita, bahkan ke media sosial, yang membuat semua orang tau.
Inilah salah satu menjadi alasan, mengapa orang terdekat kita menjadi musuh yang paling berbahaya, bahkan dapat menghancurkan kita sekejap. Meskipun kita tidak pernah berharap ini terjadi.
Yang lebih mengkhawatirkan jika orang terdekat kita adalah orang lain artinya tidak ada hubungan keluarga dengan kita, apakah itu pacar kita atau dia teman kepercayaan kita berbagi segala unek-unek pun rahasia pribadi.
Maka berkaca dari masalah ini, artinya tidak selamanya kita dapat menjaga hubungan kita dengan orang terdekat selalu harmonis. Jangankan dengan orang asing, dengan keluarga sendiri saja banyak kita temukan ketidakharmonisan.
Hati-hati dan tidak mudah mempercayai seseorang. Tampaknya kalimat ini menjadi pengingat untuk kita supaya tidak lagi ada kalimat menyusul yang mengatakan; penyesalan selalu datangnya terlambat.
Berbicara soal percaya dan mempercayai. Saya termasuk seseorang yang bisa dikatakan, hampir tidak pernah dan tidak suka menaruh curiga terhadap siapapun, karena saya juga tidak suka dicurigai.
Juga tidak suka menyimpan suatu rahasia, karena saya tidak mau ada rahasia-rahasia an. Saya cenderung terbuka tentang apapun yang terjadi atas diri saya, apakah itu baik buruknya saya.
Dan iya benar, rupannya sifat kepercayaan (mudah percaya) saya terhadap seseorang kadang menjadi dilema untuk saya sendiri bahkan membuat hati saya benar-benar pernah tersakiti.
Tertipu, ditipu, saya pun pernah mengalami kejadian yang menyesakkan itu, tapi masih bisa saya maafkan.
Namun jika sudah menyangkut soal perasaan atau hati yang tersakiti, jujur agak sulit untuk saya memaafkan dan mentolerirnya. Apalagi orang yang berkhianat kepada kita adalah orang yang paling terdekat seperti keluarga, agak sedih sih….
Sebenarnya saya tidak ingin mengingat hal semacam ini, tetapi ada saat-saat tertentu mengingat pengalaman yang sudah berlalu supaya menjadi pelajaran berharga untuk kita, untuk selalu mawas diri, hati-hati, perlu mengenali bahkan mendalami karakter seseorang, sekalipun itu orang terdekat atau keluarga sendiri. Karena tak menutup kemungkin keluarga sendiri pun bisa berlaku sama untuk kepentingan sendiri.
Maka bagi saya, jauh lebih mudah memaafkan seorang musuh, dari pada maafkan orang terdekat.
Salam Literasi ✍️
Karena Menulis Aku Ada #30
Sukma