Teroris Harus Dihukum Berat Supaya Tidak Mengulangi Perbuatan Yang Serupa

Terbaru255 Dilihat
Teroris Harus Dihukum Berat Supaya Tidak Mengulangi Perbuatan Yang Serupa
Mendengar kata “teroris” bagi saya itu menyeramkan, menakutkan, sadis, dan tak punya rasa kemanusiaan. Entah pandangan orang lain.
kenyataannya teroris memang sangat berbahaya, tak segan melakukan perbuatan dengan menggunakan kekerasan, melakukan ancaman, menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, juga dapat menimbulkan korban yang bersifat massal.
Tak sampai disitu, mengakibatkan kerusakan, menghancurkan objek vital yang strategis, pengrusakan lingkungan hidup, fasilitas publik dan sejenisnya dan itu benar terjadi, maka  hal yang benar pula jika mereka para teroris harus ditindak tegas dengan hukuman yang berat.
Disini saya menulis tentang teroris, tidak bermaksud menyinggung siapapun yang mungkin pernah terlibat atau pernah menjadi korban kekejian teroris, namun berhubung topik tulisan saya tentang “Mengabadikan Sesuatu”, maka adalah penting bagi saya mengabadikan momen bincang-bincang saya dengan beberapa orang mantan “teroris” atau Tahanan Politik (Tapol).
Alasan saya,  ini adalah kesempatan yang menarik dan penting untuk saya ketahui, maka tidak ada alasan saya untuk menolak undangan bertemu dengan para mantan Tapol saat itu, meskipun jujur awalnya saya degdegan.
Terlebih  kita selaku manusia punya naluri ingin tahu.  Selain merupakan pengalaman pertama saya bincang-bincang  dengan mantan Tapol, pastinya menambah pengetahuan  mengenai ‘mengapa ada orang yang mau menjadi teroris’.
Masih ada yang  mengingat kasus Talang Sari Lampung? Bapak Fauzi Isman, salah seorang mantan Tahanan Politik (Tapol) dengan tuduhan ingin mendirikan Negara Islam?
Pak Fauzi Isman,  menjadi teman bincang-bincang atau Nara sumber saya di sebuah cafe di area Depok sekitar bulan April 2021 lalu.
Beliau menceritakan mengapa seseorang tertarik bergabung menjadi teroris, mengapa teroris terus berkembang, apakah teroris punya agama? Hingga dirinya pun terlibat kasus Talang Sari Lampung, meskipun sekarang sudah insyaf dan  kembali menjadi warga negara yang baik yang mencintai NKRI juga anti intoleran, anti radikalisme pastinya tidak lagi mendukung aksi terorisme.
Mengapa teroris terus berkembang?
Teroris terus berkembang, salah satu alasannya karena kurang lama di sel.
“Teroris ketika keluar dari sel, cenderung akan kembali melakukan hal serupa karena kurang lama di sel. Jika pun ada yang dihukum lama seperti saya 20 tahun, baru  bisa berubah namun anak buah yang belum tertangkap akan terus membina,” kata Pak Fauzi.
Alasan lainnya teroris terus berkembang, bisa terjadi lantaran politik dan keamanan yang lemah, karena kebodohan seseorang yang mudah dipengaruhi, karena faktor kemiskinan, juga iman yang lemah.
Membandingkan di era pemerintahan Soeharto, dimana berlaku undang-undang anti subversi, orang baru kumpul-kumpul saja bisa ditangkap, sementara sekarang harus ada tindakan kriminal dulu baru ditangkap, maka ketika undang-undang itu  tidak ada, saat itulah dimanfaatkan teroris.
Selain karena kurangnya pembinaan atau tidak ada kesadaran berbangsa dan bernegara, dimana tak sedikit masyarakat tidak mengenal Pancasila tetapi hanya tahu ada lima sila,  termasuk bagaimana Pancasila itu lahir juga tidak tahu  dan ini merupakan kesalahan pemerintah juga, termasuk Jokowi tidak menyadari hal ini.
“Jika ada seminar, sebaiknya jangan hanya melakukan seminar  dengan para akademini atau mengundang tokoh-tokoh, yang perlu Pancasila itu bukan para akademisi, para tokoh, tetapi masyarakat harus tau itu,” kata Fauzi.
Kurang pergaulan atau salah bergaul pun menjadi salah satu yang gampang dipengaruhi atau disusupi paham radikalisme karena mereka  cenderung bergaul dengan kelompoknya sendiri, cenderung punya masalah, tidak melihat perbedaan, mindset-nya pun dibentuk, sementara bergaul dengan cultur budaya dan agama berbeda adalah penting.
Cerita Pak Fauzi waktu beliau di sel, disana beliau banyak mengenal orang, dengan karakter yang berbeda,  suku berbeda juga agama berbeda dan itu memberikan dampak positif bagi dirinya.
Meskipun awal keluar dari sel tak mudah diterima masyarakat adalah manusiawi, namun menurutnya menjadikan penjara sebagai tempat belajar hal-hal positif, ketimbang banyak napi lain yang kembali terjerat hukum setelah terjun kemasyarakat.
Apakah teroris memiliki agama?
“Tak perlu takut mengatakan bahwa mereka itu adalah sekelompok orang Islam yang salah dalam mahami teksnya dan sesat dan itulah mereka, jika kita tidak mau mengakui maka tidak akan bisa menyelesaikan masalah,” ucap Bapak kelahiran Lampung, 27 Februari 1967 itu.
Konon mereka yang sudah terpapar teroris senang berhalusinasi, bermain emosi, pikirannya pun jalan kemana-mana mana dan dinarasikan.
“Penjajahan pikiran merupakan salah satu yang dapat menghancurkan bangsa,” ujar Fauzi
Al-Quran bukan dihapal tetapi diamalkan.
“Masa mau masuk kedokteran harus hafal Alquran, apaan itu? Alquran bukan dihafal tetapi diamalkan, harus dilaksanakan bagaimana itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada dikatakan harus hafal tetapi yang paling penting diamalkan.
Misalnya tidak boleh menyinggung orang lain, memaki orang lain dan sebagainya. Jangan seperti praktisi hukum, ini pasal sekian itu normatif, tetapi tunjukkanlah dengan perbuatan,” kata Fauzi.
Menurutnya, yang disesalkan sekarang  banyak cendikiawan  manfaatkan itu untuk cari panggung, bahkan kemajuan teknologi yang harusnya membuat orang makin cerdas, kenyataannya tidak, justru semakin meluas pemahaman yang salah.
Maka tugas dan sikap kita agar terhindar dari ajaran yang menyesatkan adalah dengan terjun ke masyarakat, mengajak secara personal, mengenalkan keberagaman, melakukan pelatihan dan bagaimana meng-counter doktrin tersebut, dengan mengenal banyak orang dari berbagai suku dan agama otomatis ada kecenderungan untuk berubah.
“Jika mereka melakukan dengan sebuah gerakan maka kita harus menghantam dengan gerakan juga, termasuk jika mereka membangun dengan narasi, maka harus dilawan dengan narasi,” tegas Fauzi.
Lanjut Fauzi, Anggota baru atau orang-orang yang baru direkrut lebih punya semangat, maka jangan sampai dibiarkan, terjadinya pembiaran otomatis anggota semakin banyak, disinilah kita harus berbuat sesuatu, karena aparat tidak akan sanggup tanpa bantuan kita.
Benar, aparat memang memiliki peran penting, dan kita wajib  turut aktif dalam aspek pencegahan, mewaspadai penyebaran paham radikal dan aktivitas kelompok teroris.
Kehati-hatian dan waspada terhadap orang atau kelompok tertentu yang cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar atau hanya bergaul dengan kelompoknya saja, dan menganggap kelompoknya adalah yang paling benar, padahal bersosialisasi sangatlah penting, ini pun menjadi salah satu poin penting yang saya ambil dari bincang-bincang saya dengan dengan mantan Tapol.
Seperti kata beliau, “bergaul dengan cultur budaya dan agama berbeda adalah penting.” Dengan mengutip kalimat Ali bin Abi Thalib, Gus Yaqut: Mereka Yang Tidak Saudara Dalam Iman, Adalah Saudara Dalam Kemanusiaan.
“Jadi, kita semua saudara yang menciptakan kita sama, jika yang masuk surga hanya satu agama, mengapa Tuhan turunkan banyak agama?” Ucap beliau.
Salam Literasi ✍️
Karena Menulis Aku Ada
Sukma
Teroris Harus Dihukum Berat Supaya Tidak Mengulangi Perbuatan Yang Serupa
Mendengar kata “teroris” bagi saya itu menyeramkan, menakutkan, sadis, dan tak punya rasa kemanusiaan. Entah pandangan orang lain.
kenyataannya teroris memang sangat berbahaya, tak segan melakukan perbuatan dengan menggunakan kekerasan, melakukan ancaman, menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, juga dapat menimbulkan korban yang bersifat massal.
Tak sampai disitu, mengakibatkan kerusakan, menghancurkan objek vital yang strategis, pengrusakan lingkungan hidup, fasilitas publik dan sejenisnya dan itu benar terjadi, maka  hal yang benar pula jika mereka para teroris harus ditindak tegas dengan hukuman yang berat.
Disini saya menulis tentang teroris, tidak bermaksud menyinggung siapapun yang mungkin pernah terlibat atau pernah menjadi korban kekejian teroris, namun berhubung topik tulisan saya tentang “Mengabadikan Sesuatu”, maka adalah penting bagi saya mengabadikan momen bincang-bincang saya dengan beberapa orang mantan “teroris” atau Tahanan Politik (Tapol).
Alasan saya,  ini adalah kesempatan yang menarik dan penting untuk saya ketahui, maka tidak ada alasan saya untuk menolak undangan bertemu dengan para mantan Tapol saat itu, meskipun jujur awalnya saya degdegan.
Terlebih  kita selaku manusia punya naluri ingin tahu.  Selain merupakan pengalaman pertama saya bincang-bincang  dengan mantan Tapol, pastinya menambah pengetahuan  mengenai ‘mengapa ada orang yang mau menjadi teroris’.
Masih ada yang  mengingat kasus Talang Sari Lampung? Bapak Fauzi Isman, salah seorang mantan Tahanan Politik (Tapol) dengan tuduhan ingin mendirikan Negara Islam?
Pak Fauzi Isman,  menjadi teman bincang-bincang atau Nara sumber saya di sebuah cafe di area Depok sekitar bulan April 2021 lalu.
Beliau menceritakan mengapa seseorang tertarik bergabung menjadi teroris, mengapa teroris terus berkembang, apakah teroris punya agama? Hingga dirinya pun terlibat kasus Talang Sari Lampung, meskipun sekarang sudah insyaf dan  kembali menjadi warga negara yang baik yang mencintai NKRI juga anti intoleran, anti radikalisme pastinya tidak lagi mendukung aksi terorisme.
Mengapa teroris terus berkembang?
Teroris terus berkembang, salah satu alasannya karena kurang lama di sel.
“Teroris ketika keluar dari sel, cenderung akan kembali melakukan hal serupa karena kurang lama di sel. Jika pun ada yang dihukum lama seperti saya 20 tahun, baru  bisa berubah namun anak buah yang belum tertangkap akan terus membina,” kata Pak Fauzi.
Alasan lainnya teroris terus berkembang, bisa terjadi lantaran politik dan keamanan yang lemah, karena kebodohan seseorang yang mudah dipengaruhi, karena faktor kemiskinan, juga iman yang lemah.
Membandingkan di era pemerintahan Soeharto, dimana berlaku undang-undang anti subversi, orang baru kumpul-kumpul saja bisa ditangkap, sementara sekarang harus ada tindakan kriminal dulu baru ditangkap, maka ketika undang-undang itu  tidak ada, saat itulah dimanfaatkan teroris.
Selain karena kurangnya pembinaan atau tidak ada kesadaran berbangsa dan bernegara, dimana tak sedikit masyarakat tidak mengenal Pancasila tetapi hanya tahu ada lima sila,  termasuk bagaimana Pancasila itu lahir juga tidak tahu  dan ini merupakan kesalahan pemerintah juga, termasuk Jokowi tidak menyadari hal ini.
“Jika ada seminar, sebaiknya jangan hanya melakukan seminar  dengan para akademini atau mengundang tokoh-tokoh, yang perlu Pancasila itu bukan para akademisi, para tokoh, tetapi masyarakat harus tau itu,” kata Fauzi.
Kurang pergaulan atau salah bergaul pun menjadi salah satu yang gampang dipengaruhi atau disusupi paham radikalisme karena mereka  cenderung bergaul dengan kelompoknya sendiri, cenderung punya masalah, tidak melihat perbedaan, mindset-nya pun dibentuk, sementara bergaul dengan cultur budaya dan agama berbeda adalah penting.
Cerita Pak Fauzi waktu beliau di sel, disana beliau banyak mengenal orang, dengan karakter yang berbeda,  suku berbeda juga agama berbeda dan itu memberikan dampak positif bagi dirinya.
Meskipun awal keluar dari sel tak mudah diterima masyarakat adalah manusiawi, namun menurutnya menjadikan penjara sebagai tempat belajar hal-hal positif, ketimbang banyak napi lain yang kembali terjerat hukum setelah terjun kemasyarakat.
Apakah teroris memiliki agama?
“Tak perlu takut mengatakan bahwa mereka itu adalah sekelompok orang Islam yang salah dalam mahami teksnya dan sesat dan itulah mereka, jika kita tidak mau mengakui maka tidak akan bisa menyelesaikan masalah,” ucap Bapak kelahiran Lampung, 27 Februari 1967 itu.
Konon mereka yang sudah terpapar teroris senang berhalusinasi, bermain emosi, pikirannya pun jalan kemana-mana mana dan dinarasikan.
“Penjajahan pikiran merupakan salah satu yang dapat menghancurkan bangsa,” ujar Fauzi
Al-Quran bukan dihapal tetapi diamalkan.
“Masa mau masuk kedokteran harus hafal Alquran, apaan itu? Alquran bukan dihafal tetapi diamalkan, harus dilaksanakan bagaimana itu terwujud dalam kehidupan sehari-hari, tidak ada dikatakan harus hafal tetapi yang paling penting diamalkan.
Misalnya tidak boleh menyinggung orang lain, memaki orang lain dan sebagainya. Jangan seperti praktisi hukum, ini pasal sekian itu normatif, tetapi tunjukkanlah dengan perbuatan,” kata Fauzi.
Menurutnya, yang disesalkan sekarang  banyak cendikiawan  manfaatkan itu untuk cari panggung, bahkan kemajuan teknologi yang harusnya membuat orang makin cerdas, kenyataannya tidak, justru semakin meluas pemahaman yang salah.
Maka tugas dan sikap kita agar terhindar dari ajaran yang menyesatkan adalah dengan terjun ke masyarakat, mengajak secara personal, mengenalkan keberagaman, melakukan pelatihan dan bagaimana meng-counter doktrin tersebut, dengan mengenal banyak orang dari berbagai suku dan agama otomatis ada kecenderungan untuk berubah.
“Jika mereka melakukan dengan sebuah gerakan maka kita harus menghantam dengan gerakan juga, termasuk jika mereka membangun dengan narasi, maka harus dilawan dengan narasi,” tegas Fauzi.
Lanjut Fauzi, Anggota baru atau orang-orang yang baru direkrut lebih punya semangat, maka jangan sampai dibiarkan, terjadinya pembiaran otomatis anggota semakin banyak, disinilah kita harus berbuat sesuatu, karena aparat tidak akan sanggup tanpa bantuan kita.
Benar, aparat memang memiliki peran penting, dan kita wajib  turut aktif dalam aspek pencegahan, mewaspadai penyebaran paham radikal dan aktivitas kelompok teroris.
Kehati-hatian dan waspada terhadap orang atau kelompok tertentu yang cenderung menutup diri dari lingkungan sekitar atau hanya bergaul dengan kelompoknya saja, dan menganggap kelompoknya adalah yang paling benar, padahal bersosialisasi sangatlah penting, ini pun menjadi salah satu poin penting yang saya ambil dari bincang-bincang saya dengan dengan mantan Tapol.
Seperti kata beliau, “bergaul dengan cultur budaya dan agama berbeda adalah penting.” Dengan mengutip kalimat Ali bin Abi Thalib, Gus Yaqut: Mereka Yang Tidak Saudara Dalam Iman, Adalah Saudara Dalam Kemanusiaan.
“Jadi, kita semua saudara yang menciptakan kita sama, jika yang masuk surga hanya satu agama, mengapa Tuhan turunkan banyak agama?” Ucap beliau.
Salam Literasi ✍️
Karena Menulis Aku Ada
Sukma

Tinggalkan Balasan