Paradoks Langkanya Minyak Goreng di Negeri Penghasil Minyak

 

Tetiba harga minyak jadi melambung. Mulai November 2021 hingga sekarang. Bahkan kini harganya semakin  menanjak hingga lebih dri Rp 20 ribu per liternya. Minyak seakan lenyap dari pasar. Masyarakat gaduh dan menjerit.

Melambungnya harga minyak goreng ini merupakan hal yang tidak masuk akal. Logikanya, naik turunnya harga bergantung pada demand/permintaan atau pada supply/penawaran. Padahal realitasnya saat ini di masyarakat tidak ada problem pada supply and demand.

Bila kita cemati, kenaikan pangan dengan harga yang fantastis itu bukanlah  baru beberapa tahun kemarin. Krisis minyak goreng dan pangan lainya, seperti gandum, jagung, dan kedelai telah berjalan sejak 10 tahun terakhir.

Menurut pengamat ekonomi,  Nida Saadah, krisis ekonomi itu merupakan fenomena berkaitan bursa saham  yang anjlok sejak 10 tahun lalu. Ini yang dinamakan bubble ekonomi. Imbasnya  komoditas pun harganya fantastis. Dalam sistem ekonomi sekuler, yang menggelembung realitasnya adalah surat berharga yang akan mencapai titik jenuh  sehingga terjadilah krisis.

Tata Kelola Pangan yang Amburadul

Pengamat kebijakan publik Emilda Tanjung, M.Si. juga sependapat dengan Nida Saadah. Menurutnya, pengelolaan pangan dalam perspektif sistem kapitalisme in sangat berkaitan dengan regulasi pangan. Menurutnya, ada paradigma yang mendasar  tentang pangan yang perlu disoroti.

“Dalam sistem kapitalisme sekularisme, pangan itu hanya sebatas komoditas untuk diperdagangkan. Produksi pangan bertujuan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi demi mendapatkan pendapatan, walaupun hanya segelintir orang yang merasakannya,” cetusnya pada diskusi pada Live Muslimah Bicara, “Panic Buying Minyak Goreng, Salah Tata Kelola?” di salah satu kanal YouTube, Sabtu (29/1/2022).

Padahal masalah pangan berkaitan erat dengan politik dan peran strategis sebuah negara. Ukuran pemenuhan kebutuhan rakyat oleh rakyat bukan sebatas menaikkan produksi, namun perlu jaminan agar hasil produksi ini sampai ke masyarakat.

Islam dan Jaminan Ketahanan Pangan

Menurut Emilda, agar target ketahanan pangan terealisasi, ada beberapa konsep pengaturan oleh negara. Pengaturan ini bersifat terintegratif dan terpadu dengan kebijakan do bidang lain.

Tentang pemenuhan kebutuhan bahan pangan, kuncinya ialah ketersediaan suplai bahan secara mencukupi serta harga yang terjangkau. Dalam pengaturan pangan ini, pemerataan menjadi fokus, agar tak terjadi penumpukan bahan di satu pulau, sementara di pulau lain pangan menjadi barang langka.

Pemerintah perlu waspada dari sisi penyediaan suplainya, jangan sampai didominasi oleh segelintir korporasi hingga menyebabkan kelangkaan, semisal minyak goreng hari ini. Secara real, penguasa kelapa sawit adalah korporasi raksasa, merekalah yang menstok atau menguasai suplai bahan pangan ini.

Tata Kelola Aturan Lahan dan Politik Pertanian

Di samping pengaturan suplay bahan juga perlu adanya. Saat ini beberapa perusahaan sawit telah melakukan pembabatan hutan guna dijadikan perkebunan sawit. Seharusnya, hutan yang menjadi bagian dari kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh satu pihak tertentu.

Perlu adanya pengaturan yang tegas untuk untuk menghapus dominasi korporasi terhadap penyediaan suplai bahan pangan. Peraturan yang dimaksud akan mencegah terjadinya korporatisasi, dengan mengambil alih kekuasaan terhadap lahan milik rakyat.

Pengaturan ini berkaitan dengan politik pertanian. Dalam Islam, politik pertanian memiliki dua kebijakan utama yang khas. Pertama, terkait intensifikasi lahan. Fungsi lahan yang sudah ada harus dioptimalkan oleh negara, misalnya dengan memberikan subsidi pertanian bagi para petani untuk mencegah alih fungsi lahan pertanian. Saat ini marak sekali terjadinya alih fungsi lahan yang pemerintah membiarkan. Padahal lahan merupàkan asas dari berjalannya pertanian.

Penting juga ada sarana kemajuan teknologi pertanian yang dapat diadopsi para petani. Problem saat ini adalah teknologi yang dihasilkan tidak sampai kepada petani sehingga petani tetap dalam sistem pertanian tradisional. Ini menyebabkan petani tidak bisa mengejar produksi yang tinggi.

Kedua, berkait dengan pengaturan ekstensifikasi pertanian yang bertujuan untuk memperluas lahan pertanian. Bila lahan yang tersedia tak cukup untuk memenuhi kebutuhan rskyat, maka musti dilakukan pengadaan lahan baru. Hal ini bisa dilakukan dengan cara menghidupkan semua lahan yang mati atau tandus. Masyarakat akan didorong untuk menghidupkan tanah-tanah yang mati untuk diproduktifkan sehingga potensi tanah bisa dikeluarkan. Negara juga bisa memberikan tanah milik negara kepada para petani yang memang tidak memiliki lahan untuk ditanami atau diolah agar keluar hasilnya.

Pemenuhan pangan tidak cukup pada aspek produksi, namun membutuhkan politik perdagangan guna menyokong distribusi. Dalam sistem kapitalis, negara tidak mengurus jaminan distribusi yang memadai, karena perannya hanya sebatas regulator. Sementara Islam memiliki aturan komprehensif sehingga bisa terwujud distem distribusi yang memadai.

Hal penting lain berkaitan dengan stabilitas harga. Berbagai macam penimbunan harus cepat diantisipasi dan Islam memiliki mekanisme pencegahannya. Penting dan mendesak bagi negeri ini untuk mengadopsi Islam yang memiliki serta sistem pengaturan yang paripurna, bila menginginkan keberkahan bagi semuanya. Dengan diterapkannya aturan Islam di semua segi kegidupab, baldatun thoyibatun wa Robbun ghofur, niscaya bakal terwujud.

Tinggalkan Balasan