Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri patogen ini dapat menyerang siapa saja, dari kalangan mana pun, baik anak-anak maupun orang dewasa. Pada skala dunia dunia, TB merupakan penyakit pembunuh nomor dua setelah Covid-19.
Informasi yang bikin risau adalah data yang dirilis oleh Global TB Report (GTR) per 2022 yang menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan kasus TB terbanyak. Posisi pertama ditempati negara India.
Kasus TB mencapai 354 per 100 ribu penduduk dengan dominansi kelompok pekerja pabrik. TB juga diderita oleh anak-anak, sebanyak 57.500 anak. (CNN Indonesia, 24/03/23).
Sementara itu dokter spesialis paru yang juga guru besar FKUI Erlina Burhan mengatakan, “Ada tragedi di depan mata yang kita tidaj sadar, 1.060.000 kasus (TB) per tahun. Dengan angka ematian seberar 140.700 yang kalau kita bagi, 16 orang per jam nyawa melayang akibat TB.”
Guna mengakhiri epidemi penyakit pernafasan ini Indonesia dikejar target eliminasi TB pada 2030. Untuk itu pemerintah harus menurunkan angka kasus TB hingga 65 per 100 ribu penduduk. Sementara angka kematian TB menjadi 6 per 100 ribu penduduk. Merujuk pada data yang ada dengan target tersebut menunjukkan bahwa jalan untuk eliminasi TB masih panjang.
Eliminasi TB bukanlah pekerjaan yang mudah, sebagaimana dijelaskan oleh Dokter Erlina. Dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama semua pihak agar target dan tukuan ini tercapai. Menurutnya, bukan sebatas kerja nakes saja, karena TB lebih banyak memicu masalah nonmedis. Ia menegaskan, hanya 30% dari kasus TB yang terkait medis, selebihnya masalah nonmedis.
Penanganan TB harus dilakukan secara terstruktur, masif dan terkoordinasi antar pihak. Masalahnya, di Indonesia setiap pihak cenderung bekerja sendiri-sendiri. Seharusnya, semua pihak yang terlibat disatukan sehingga harmonis dan terarah. (Liputan 6, 17-2-2024).
Ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap upaya eliminasi TB, di samping hal medis. Misalnya, kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, sanitasi lingkungan, kepadatan penduduk, gizi, polusi, juga rumah yang sehat yang bisa meminimalkan penyebaran bakteri Tuber culose.
Perlu Solusi Mendasar
Eliminasi TB tidak akan bisa berhasil jika hanya berpijak pada solusi aspek kesehatan. Saat ini obat TB telah lama tersedia, vaksin juga ada, namun kasus TB masih tetap tinggi. Oleh karenanya, dibutuhkan solusi mendasar atas berbagai faktor yang memengaruhi penularan penyakit TB. Faktor kemiskinan dengan segala dampaknya juga menjadi pemicu penyebayan TB. Karenanya perlu ditelusuri akar persoalan yang memunculkan merebaknya kasus TB ini.
WHO merilis data yang menunjukkan bahwa, secara global TB berjalan secara linier dengan kemiskinan. Tersedia data tentang hubungan antara prevalensi TB per 100 ribu penduduk dan angka gross domestic product (GDP) pada 10 negara berpenduduk terbanyak di dunia, AS adalah yang terbaik. AS memiliki GDP USD63.593 (setara Rp994 juta dengan kurs Rp15.637 per USD) dan prevalensi TB sangat rendah. Bagaimana dengan Indonesia? Dengan GDP USD4.919 (setara Rp76 juta per USD) Indonesia memiliki prevalensi TB tertinggi di antara 10 negara tersebut. Miris, bukan?
Kemiskinan berpengaruh pada kondisi lingkungan. Lingkungan yang ta sehat misalnya, pengelolaan limbah tidak memadai serta minimnya akses air bersih akan meningkatkan risiko penularan TB.
Di samping itu, mahalnya harga tanah dan rumah telah menciptakan kepadatan penduduk. Tingginya kasus TB juga tak lepas dari kualitas udara dalam ruangan yang buruk, perumahan yang padat penduduk, tingginya pergerakan penduduk antarwilayah, terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan, semuanya mendukung pebyebaran penyakit.
Secara realitas, semua faktor di atas ada di Indonesia dan merupakan efek samping dari buruknya sistem yang ada. Itulah sebabnya kasus TB di Indonesia sangat tinggi. Oleh karenanya, negara harus melakukan perubahan yang mendasar dalam strategi mengeliminasi TB, bukan hanya mengatasi masalah cabangnya. Perubahan tersebut harus diawali dari perubahan paradigma dari kapitalistik menjadi paradigma islam.
Dalam perspektif kapitalistik negara berlepas tangan dari pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan, papan dan kesehatan. Liberalisasi kesehatan menjadikan layanan kesehatan menjadi lahan bisnis sehingga rakyat kesulitan mengakses layanan kesehatan secara layak. Ketika masalahnya mengemuka dan disorotan dunia-seperti kasus TB- barulah pemerintah bergerak untuk menyelesaikannya, pun secara parsial.
Tingginya kasus TB merupakan hasil penerapan aturan kapitalistik di berbagai bidang bukan selama berpuluh-puluh tahun sejak negara ini ada.
Tidakkah kita menoleh pada sistem Islam, yang bersumber dari pencipta manusia. Sistem yang memosisikan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap hajat hidup rakyatnya, termasuk aspek kesehatan.
Kesehatan Tanggung Jawab Negara
Dalam sistem Islam, terwujudnya masyarakat yang sehat adalah tanggung jawab negara, termasuk upaya meminimalisir berbagai macam penyakit. Hal itu karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa di antara kamu masuk pada waktu pagi dalam keadaan sehat badannya, aman pada keluarganya, dia memiliki makanan pokoknya pada hari itu, seolah-olah seluruh dunia dikumpulkan untuknya.” (HR Ibnu Majah, no. 4141).
Penguasa dalam sistem Islam memiliki peran sebagai pengurus dan penanggung jawab urusan rakyatnya. Negara Islam akan serius mengupayakan pencegahan dan eliminasi TB secara mendasar, komprehensif, dan efektif.
Strategi Islam Mengeliminasi TB
Khilafah yang merupakan sistem pemerintahan Islam akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, tanpa pilih-pilih. Penerapan syariat ini akan menyolusi secara komprehensif berbagai faktor yang mendukung penyebaran TB. Dalam bidang ekonomi, negara akan mewujudkan kesejahteraan bagi setiap individu rakyat sehingga mampu memiliki tempat tinggal yang layak, sehat dan terpenuhi kebutuhan akan zat gizi.
Tata ruang dan wilayah merupakan tanggung jawab negara. Penataan wilayah dengan menerapkan prinsip-prinsip syariat hingga terwujud lingkungan yang sehat. Demikian juga pembangunan pemukiman penduduk, perkantoran, pabrik, gudang, pasar, jalan, sekolah, semuanya berada dalam kontrol dan kendali negara. Negara akan memberlakukan aturan yang ketat dalam hal polusi udara dan memberikan sanksi tegas pada yang melanggar.
Dalam bidang kesehatan, negara khilafah menyediakan layanan kesehatan yang terbaik dengan alat tercanggih dan SDM terbaik secara gratis sehingga tiap-tiap rakyat bisa mengaksesnya dengan mudah. Negara akan mengupayakan dan mendukung penelitian untuk menemukan metode pencegahan dan pengobatan yang efektif.
Pada aspek sosial, negara akan mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyakit TB dan upaya mencegahnya. Negara akan mempromosikan perilaku hidup bersih dan sehat secara praktis, bukan sekadar slogan atau keperluan pencitraan. Khalifah sebagai kepala negara merupakan sosok yang memastikan bahwa tiap-tiap individu rakyatnya sehat. Dengan demikian tingginya kasus DB bisa diantisipasi dengan deterapkannya Islam pada semua segi kehidupan.