Meluruskan Informasi AIDS di Pamflet KPA Kabupaten Bekasi

Humaniora133 Dilihat
Epidemi HIV/AIDS sudah ada di Indonesia sejak tahun 1987 seusai dengan pengakuan pemerintah
Shandi (Pengelola Program KPA Kabupaten Bekasi, Jabar, Shandi Ismail-Red.) menjelaskan, penularan penyakit HIV/AIDS bisa mengenai seluruh kalangan, termasuk ibu rumah tangga dan bayi. Bahkan rata-rata di usia produktif mulai usia 20 sampai 40 tahun.

Pernyataan di atas ada dalam artikel “Hadir di Ramadhan Sregep, KPA Sosialisasikan Pentingnya Cegah Penularan HIV/AIDS” (bekasikab.go.id, 6/4-2023).

Epidemi HIV/AIDS sudah ada di Indonesia sejak tahun 1987 seusai dengan pengakuan pemerintah, sedangkan secara internasional sudah dikenal sejak tahun 1981.

Baca juga: Menelusuri Akar Kasus HIV/AIDS Pertama di Indonesia

Tapi, biarpun sudah puluhan tahun tetap saja ada informasi yang tidak akurat, bahkan mengandung mitos (anggapan yang salah). Misalnya, pernyataan dalam artikel di atas ‘penularan penyakit HIV/AIDS bisa mengenai seluruh kalangan.’

Tidak semua orang di semua kalangan dan di semua jenjang usia bisa tertular HIV/AIDS karena penularan HIV sangat spesifik (khas), seperti melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah dengan pengidap HIV/AIDS.

Maka, pernyataan ‘penularan penyakit HIV/AIDS bisa mengenai seluruh kalangan’ harus diikuti dengan frasa ‘jika melakukan perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS.’

Bagi siapapun yang tidak pernah melakukan perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS tidak mungkin akan tertular HIV/AIDS.

Namun, pengecualian bagi ibu rumah tangga. Biar pun mereka tidak pernah melakukan perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, tapi mereka bisa tertular HIV/AIDS kalau suami mereka melakukan perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS. Ini fakta.

Perilaku seksual dan nonseksual yang berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1) Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di dalam nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi suami tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;

(2) Laki-laki dan perempuan dewasa melakukan hubungan seksual di luar nikah dengan pasangan yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja salah satu dari pasangan tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;

(3) Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, dengan seseorang yang sering berganti-ganti pasangan, dalam hal ini pekerja seks komersial (PSK) langsug, PSK tidak langsung dan cewek atau perempuan pelaku prostitusi online, dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja PSK tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;

(4) Laki-laki dewasa melakukan hubungan seksual dengan waria dengan kondisi laki-laki tidak pakai kondom, karena bisa saja waria tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;

(5) Perempuan dewasa melakukan hubungan seksual gigolo dengan kondisi gigolo tidak pakai kondom, karena bisa saja gigolo tersebut mengidap HIV/AIDS sehingga ada risiko penularan HIV/AIDS;

(6) Laki-laki dewasa yang sering mengisap puting susu perempuan, terutama PSK, karena HIV ada dalam jumlah yang bisa ditularkan di ASI (air susu ibu).

Perilaku nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

(7) Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering memakai jarum suntik dan tabungnya secara bersama-sama dengan bergiliran pada penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) dengan jarum suntik, karena bisa saja ada di antara mereka yang mengidap HIV/AIDS sehingga darah yang mengandung HIV bisa masuk ke jarum dan tabung,

(8) Laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering menerima transfusi darah yang tidak diskrining HIV.

Sejatinya yang perlu dimasyarakatkan oleh Bagian Kesra Setda Kabupaten Bekasi adalah mengajak warga agar tidak melakukan perilaku seksual dan nonseksual di atas. Ini merupakan langkah penanggulangan di hulu, sedangkan tes HIV dan pemberian obat antiretroviral adalah langka di hilir yaitu kepada warga yang sudah tertular HIV.

Di bagian lain disebutkan pula: Shandi menyampaikan, cara mencegah terjadinya penularan HIV/AIDS antara lain dengan menghindari seks bebas, bersikap saling setia dengan pasangan, dan menghindari narkoba.

Ini tidak akurat karena tidak ada kaitan langsung ‘seks bebas’ dengan penularan HIV/AIDS, jika seks bebas yang dimaksud adalah seks pranikah, zina, melacur atau selingkuh.

HIV/AIDS menular melalui hubungan seksual di dalam dan di luar nikah jika salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan suami atau laki-laki tidak memakai kondom setiap melakukan hubungan seksual.

Matriks: Sifat Hubungan Seksual dan Kondisi Hubungan Seksual Terkait Risiko Penularan HIV/AIDS. (Foto: Dok/AIDS Watch Indonesia/Syaiful W. Harahap)

Sedangkan ‘bersikap saling setia dengan pasangan’ juga tidak akurat karena bisa saja sebelum saling setia salah satu atau keduanya pernah tidak setia sebelumnya. Maka, bagi yang akan menikah dengan yang sudah pernah menikah sebaiknya menjalani tes HIV sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku agar bisa diketahui status HIV keduanya.

Begitu juga dengan ‘menghindari narkoba’ juga tidak akurat karena yang menularkan HIV bukan Narkoba (Narkotika dan bahan-bahan berbahaya). Narkoba adalah obat anestesi yang legal. Tanpa Narkoba ratusan bahkan bisa ribuan orang meregang nyawa di meja operasi setiap hari.

Narkoba terkait dengan penularan HIV/AIDS jika dipakai dengan jarum suntik secara bersama-sama dengan bergiliran. Soalnya, bisa saja salah satu di antara mereka mengidap HIV/AIDS sehingga darah masuk ke jarum dan tabung yang selanjutnya disuntikkan yang lain ke badannya dan terjadilah penularan HIV/AIDS.

Ada lagi pernyataan: Dirinya mengimbau kepada masyarakat ketika ada yang terindikasi terkena penyakit HIV/AIDS agar tidak panik dan tidak didiskriminasi, ….

Tidak ada indikasi baik berupa ciri-ciri, tanda-tanda atau gejala-gejala yang khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan orang-orang yang mengidap HIV/AIDS, dikenal sebagai Odha (Orang dengan HIV/AIDS).

Yang perlu disampaikan ke masyarakat adalah: Barangsiapa yang pernah atau sering melakukan salah satu atau beberapa perilaku seksual dan nonseksual berisiko tertular HIV/AIDS, maka segeralah konsultasi ke RSUD atau Puskesmas terdekat. Di beberapa daerah konsultasi dan tes HIV gratis, tapi tidak jelas apakah di Kab Bekasi gratis.

Di pamphlet yang ada di foto disebutkan: 5 Cara Pencegahan Penularan HIV. Pada cara Abstinence disebutkan: Tidak melakukan hubungan seks bagi yang belum menikah.

Pertama, hubungan seksual adalah hak biologis setiap orang sehingga melarangnya merupakan perbuatan yang melawan hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Kedua, penularan HIV/AIDS bukan karena sifat hubungan seksual (belum menikah), tapi karena kondisi hubungan seksual, di dalam atau di luar nikah, yaitu salah satu atau keduanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak memakai kondom. Ini fakta medis.

Judul pamphlet: Stop AIDS Jauh Virus-nya Bukan Orangnya.

Bagaimana caranya? Wong, virus (HIV) ada di dalam badan orang yang mengidap HIV/AIDS maka mustahil menjauhi virus tanpa menjauhi pengidapnya.

Tolonglah, Kemenkes dan dinas-dinas kesehatan, instansi dan institusi yang terkait dengan HIV/AIDS lebih arif dan bijaksana dalam memberikan informasi HIV/AIDS agar tidak menyesatkan masyarakat. (Tagar.id, 27 April 2023). *

Tinggalkan Balasan