Partisipasi Masyarakat Untuk Memutus Mata Rantai Penularan Virus Corona

Edukasi54 Dilihat

Pandemi virus corona terus menggeliat dengan kondisi tanpa partisipasi aktif masyarakat dalam memutus rantai penyebaran virus.

Ketika Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) menerima laporan tentang virus baru yang terdeteksi di Wuhan, China, banyak negara yang tidak menanggapinya sebagai risiko dalam bentuk pandemi. Dengan kondisi ini negara tidak melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menanggapi ancaman pandemi. Padahal, di situasi pandemi jika belum ada vaksin partisipasi masyarakatlah yang bisa diandalkan untuk memutus rantai penyebaran, dalam hal ini virus.

Bahkan, banyak kalangan yang mengatakan pandemi (wabah penyakit yang berjangkit secara cepat dan dalam kawasan geografi yang luas) hanya akan berkecamuk di China dan Korea Selatan. China karena awal virus terdeteksi, sedangkan Korea Selatan adalah negara tujuan utama pelancong asal China, terutama dari Wuhan.

Akibatnya, banyak negara di dunia yang anggap remeh dan tidak mempersiapkan diri menghadapi pandemi. Padahal, penelusuran menunjukkan awal Januari 2020 jutaan pelancong dari China, terutama dari Wuhan, terbang ke berbagai kota tujuan wisata di dunia. Banyak diantara pelancong Wuhan itu membawa virus, yang kemudian disebut WHO sebagai Coronavirus Disease 2019/Covid-19, tapi tanpa gejala.

  1. Gerak Cepat Pemerintah Antisipasi Penyebaran Virus

Maka, kasus virus corona pertama di luar China terdeteksi pada seorang perempuan berumur 61 tahun di Bangkok, Thailand. Pelancong ini adalah warga Wuhan. Thailand dengan sigap menutup akses keluar-masuk Negeri Gajah Putih itu. Destinasi wisata ditutup. PM Thailand, Jenderal Prayuth Chan-ocha, mengajak warga mau berkorban agar pandemi virus corona bisa ditanggulangi.

Pemerintah Thailand berhasil dengan dukungan rakyat. Tapi, Raja Thailand terbang ke Jerman membawa beberapa selir. Sampai akhirnya Jerman meminta agar raja tidak memerintah dari Jerman. Data terakhir yang dilaporkan situs independen, worldometer, tanggal 14 Oktober 2020, menunjukan jumlah kasus di Thailand 3.652 dengan 59 kematian. Thailand ada di peringkat ke-141 dunia dari 214 negara dan teritori serta 2 kapal pesiar mewah yang melaporkan kasus virus corona.

Sedangkan China juga bergerak cepat dengan menjalankan tes massal. Laporan terakhir worldometer menunjukkan China sudah melakukan tes corona terhadap 160 juta warganya dengan proporsi tes 111.163 per 1 juta populasi. Kasus yang rendah di China bukan karena vaksinasi, tapi karena tes massal yang sistematis sehingga memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Begitu juga dengan Korea Selatan yang mulai melakukan tes massal tanggal 2 Januari 2020, padahal kasus pertama di Negeri Ginseng itu terdeteksi tanggal 20 Januari 2020 pada seorang jemaat rumah ibadat. Laporan terakhir menunjukkan jumlah kasus di Korea Selatan 24.889 dengan 438 kematian. Korea Selatan ada di peringkat ke-83 dunia.

Akan halnya warga Wuhan yang wisata ke Korea Selatan padahal ada yang mengidap virus corona tidak menyebarkan virus karena warga Korea Selatan taat asas menerapkan protokol kesehatan. Ketika di awal Januari jutaan warga Wuhan melancong ke Daegu yang berhadapan dengan wisatawan ini hanya warga yang berkepentingan langsung, seperti petugas imigrasi, pelabuhan, bandara, hotel, restoran, dll. Sedangkan warga yang tidak mempunyai kepentingan memilih tetap di rumah. Kalua terpaksa ke luar rumah mereka menerapkan protokol kesehatan.

  1. Sesumbar Terhadap Ancaman Pandemi

Maka, ketika pandemi berkecamuk di Italia yang akhirnya sampai pada episentrum merupakan kelalaian karena tidak mempersiapkan diri. Wisatawan dan penonton sepak bola dari berbagai negara berkunjung ke Negeri Pizza ini. Begitu juga dengan Spanyol yang juga jadi episentrum. Ketika pandemi sudah bergejolak di Eropa ribuan warga Madrid pergi ke Inggris mendukung klub sepakbola Atletico Madrid.

Sedangkan Amerika Serikat juga anggap remeh dengan sesumbar Presiden Donald Trump yang mengatakan tidak ada kesempatan bagi virus corona menginfeksi warga Amerika. Celakanya, dia sendiri terpapar dan delapan juga warga tertular yang menyebabkan 200.000-an meninggal karena infeksi virus corona. Laporan worldometer, 14 Oktober 2020, menunjukkan jumlah kasus di AS mencapai 8.094.879 dengan 220.939 kematian dan bercokol di puncak pandemi global.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, pun sesumbar negaranya bisa menghadang penyebaran virus corona. Tapi, laporan worldometer tanggal 14 Oktober 2020 menunjukan jumlah kasus di Rusia 1.340.409 dengan 23.205 kematian. Rusia di peringkat ke-4 dunia.

Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, pun sesumbar bahwa infeksi virus corona tidak lebih parah daripada flu. Dia pun tertular. Laporan worldometer tanggal 14 Oktober 2020 menunjukan jumlah kasus di Brasil 5.114.823 dengan 151.063 kematian. Brasil ada di peringkat ke-3 dunia.

Hanya negara-negara yang sigap bisa menangani pandemi, seperti Thailand, Vietnam dan Selandia Baru dengan partisipasi aktif masyarakat dan langkah strategis pemerintah. Jepang dan Australia yang semula bisa belakangan justru menghadapi penemuan kasus baru setiap hari.

  1. Terapkan ‘Vaksin Sosial’

Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tapi parsial di beberapa provinsi yang diperkecil ke kabupaten dan kota bahkan sampai ke tingkat kelurahan. Razia protokol kesehatan dijalankan.

Masalah besar yang dihadapi Indonesia adalah PSBB tidak berskala nasional sehingga tidak efektif. Soalnya, pandemi tidak mengenal batas fisik dan administrasi antara negara, provinsi, kota, kabupaten, kelurahan, dst. Virus corona ada di dalam tubuh warga yang tertular dengan kondisi tanpa gejala yang dikenal sebagai OTG (Orang Tanpa Gejala). Biar pun tanpa gejala mereka bisa menularkan melalui bersin, batuk dan berbicara jika tidak pakai masker.

Razia hanya ketika ada di luar lingkungan, tapi apakah ada jaminan semua warga menerapkan protokol kesehatan secara konsekuen dan konsisten?

Tentu saja tidak ada jaminan. Maka, tidaklah mengherankan kalau kasus virus corona di Indonesia terus bertambah antara 2.000-an sampai 4.000-an setiap hari. Dengan jumlah kasus 344.749 dan 12.156 kematian adalah langkah yang tidak pas kalau penanggulangan pandemi virus corona hanya bergantung pada vaksinasi yang dikabarkan mulai pada November 2020.

Sebelum semua penduduk divaksinasi penyebaran virus corona terus terjadi sehingga menambah jumlah kasus. Untuk itulah hanya partisipasi aktif masyarakat yang bisa menangani penyebaran virus corona dengan menjalankan ‘vaksin sosial’ yaitu protokol kesehatan: pakai masker, jaga jarak fisik dan cuci tangan (tagar.id, 15 Oktober 2020). *

Tinggalkan Balasan