Georgia yang akan kita kunjungi sekarang ini bukan terletak di Amerika Serikat. Georgia yang ini adalah sebuah republik eks wilayah Soviet. Dan di sini waktu berjalan santai. Yuk kita nikmati berbagai kisah dari Georgia.
Wajar jika banyak orang yang belum atau tidak tahu dimana letak Tbilisi. Begitu pula ketika saya katakan bahwa Tbilisi adalah ibu kota Georgia, dan banyak yang mengira bahwa Georgia merupakan salah satu negara bagian Amerika Serikat yang beribukota di Atlanta. Tbilisi memang tidak begitu terkenal dan sudah pasti belum masuk dalam daftar kunjungan kebanyakan orang Indonesia.
Penduduk di negeri yang terletak di Kaukasus Selatan dan menjadi batas antara benua Asia dan Eropa ini memiliki semboyan penegasan identitas ke-Eropa-an mereka: “Georgia, where Europe Start,”demikian sempat dilihat terpampang di bagian belakang kendaraan yang memakai kode GEO dengan gambar bendera berlambangkan “St. George Cross” ini.
Dalam jelajah ke Georgia in, saya bisa melihat sendi-sendi kehidupan masyarakat yang sedang berubah. Masyarakat yang sebagian besar menganut Kristen Ortodoks ini sempat hidup puluhan tahun di bawah rezim Komunis. Namun hingga kini keunikan identitas mereka tetap terjaga di antara pengaruh negeri tetangganya yaitu, Turki, Iran, Rusia, serta Armenia dan Azerbaijan.
Salah satu identitas Georgia yang masih dipertahankan sampai kini adalah penggunaan bahasa dan abjadnya yang khas. Cirinya ada pada lengkungan-lengkungan yang sekilas mirip abjad India, Thailand Kamboja, Myanmar, maupun Jawa, Dan aksara Mkhedruli yang terdiri dari 33 huruf itu pula yang terpampang di hampir semua tempat umum, seperti stasiun metro, bus, dan juga angkutan umum matshruska. Walhasil saya pun harus menghafalkan beberapa abjad supaya tidak tersesat.
Tbilisi memiliki angkutan umum, yaitu metro yang merupakan warisan zaman Soviet. Namun bus umum juga terasa cukup nyaman. Din halte bus, informasi rute dan jadwalnya terpampang di papan elektronik. Kalau mau naik kita cukup menempelkan kartu langganan di sebuah mesin, kemudian akan tercetak tiket kertas yang mencantumkan waktu dan nomor bus. Tiket ini harus disimpan, jikalau sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari petugas yang berseragam biru muda.
Selain itu ada juga sejenis angkot besar berwarna kuning yang disebut matshruska. Angkutan jenis ini cukup banyak dan sering terlihat, namun nomor rute dab tujuan hanya ditulis dalam aksara setempat. Sya sendiri pernah mencoba matshruska dengan tujuan Avlabari Metro Station dengan lambang M. Ongkosnya 0,80 Lari, bisa pakai uang tunai atau pakai kartu. Uniknya bayarnya sewaktu turun. Jadi mirip mikrolet atau angkot di Jakarta.
Tbilisi, Agustus 2013