“Seribu Kunang-Kunang di Manhattan”, sebuah kumpulan cerpen jaman lawas karangan “Omar Khayam” merupakan salah satu buku wajib yang pernah saya baca sewaktu SMA di abad lampau. Kini, saya terpaku di salah satu dari lima borough yang ada di New York City. Di antara ribuan pencakar langit, puluhan ribu pejalan kaki dan juga ratusan lampu neon yang berkilauan di tengah-tengah kota yang dulunya bernama New Amsterdam ini. Dan benarlah kata sang pengarang, pencakar langit itu tampak berkelap-kelip bak kunang-kunang.
New York, memang kota impian. Kesinilah jutaan imigran dari benua Eropa dan seluruh penjuru dunia datang untuk mengejar kehidupan yang lebih baik. Dan disinilah mereka kemudian berkumpul membentuk masyarakat Amerika yang bersemboyan “E Pleribus Unum” yang maknanya mirip dengan Bhinneka Tunggal Ika yang kita miliki. Karenanya di Manhattan ini, kita akan berjumpa manusia dari seluruh dunia dengan segala macam watak dan budayanya.
Perjalanan kali ini dimulai dari kawasan Times Square. Lampu neon raksasa menyilaukan mata dan berganti-ganti gambar yang menawarkan sejuta kenikmatan duniawi. Di sini terdapat penjual kaki lima yang menawarkan bermacam ragam kuliner termasuk makanan halal dari kawasan Timur Tengah sampai pritzel khas New York yang terkenal Ada pula pelukis wajah dengan model karikatur yang dalam waktu kurang 10 menit telah bisa mengubah wajah kita menjadi lebih segar dan lucu dengan biaya hanya 5 USD.
Saya terus berjalan menyusuri 42nd Street. Kawasan kaki lima yang lebar terasa tetap kurang nyaman karena ramai nya pejalan kaki dan wisatawan yang berjubel di sana. Maklum disini juga menjadi salah satu stasiun subway tersibuk di New York dengan bertemunya lebih dari belasan jalurnya. Pusat hiburan seperti Museum Patung Lilin terkenal Madame Tussaud dan juga “Museum unik dan langka “Ripley Believe it or Not” tampak bercahaya menarik calon pengunjung. Semuanya dengan harga tiket yang cukup lumayan mahal. Kalau mau hanya mejeng, boleh lah sekedar mampir di lobi dan mengambil beberapa gambar saja.
Saya terus berjalan dan kemudian sampai di persimpangan dan belok kanan ke 8th Avenue. Jalan yang lebih lebar dengan bermacam-macam daya tariknya. Restoran, toko 24 jam bercampur dengan toko dewasa alias “Adult Shop” yang menjual barang-barang pemuas syahwat lengkap ada di sini. Kehidupan malam di kota-kota dunia macam New York memang tidak dapat dipisahkan dari bisnis yang satu ini. Sama seperti beberapa gerai yang menawarkan life show yang ada di West 40th Street .
Saya terus menyusuri 8th Avenue, terus menyeberang 43rd Street, dan akhirnya sampai ke 44th Street. Disini, terdapat kawasan theatre yang merupakan bagian dari Broadway Theatre yang sangat terkenal dan menjadi ikon tujuan wisata di kota New York. Banyak sekali ragam orang yang lalu lalang di sini termasuk sekelompok pelaut yang lengkap dengan pakaian kelasi berwarna putih-putih yang menarik.
Deretan theatre menarik minat untuk sekedar mengintip dan melihat lakon apa yang dimainkan. Di antaranya dapat saya lihat beberapa yang sangat terkenal dan sudah tenar di seantero jagat. Mamma Mia, Phantom of the Opera, sampai Mathilda yang sedang on stage di Schubert Theatre ada di sini. Semua menawarkan hiburan yang memang membuat New York menjadi salah satu kota dunia dimana Theatre menjadi daya tarik utamanya. Pendek kata kawasan Broadway dan Time Square memang menjadi ikon kehidupan malam yang membuat New York selain dijuluki “Big Apple” juga tidak dapat disangkal sebagai sebuah kota yang tidak pernah tidur alias “The City that Never Sleep” sama seperti angkutan massal bawah tanah subway yang beroperasi selama 24 jam.
Namun, selain asyiknya menikmati pesona kehidupan malam di kawasan Broadway dan Time Square ini, saya juga sering kali mendengar raungan sirene kendaraan polisi yang dalam waktu hampir sekitar 10 menit sekali terdengar. Kadang-kadang juga terlihat mobil polisi yang melaju cepat dengan cahaya lampunya berwarna merah dan biru berputar-putar di atas kap kendaraan dan terasa menyilaukan mata.
Kita tidak tahu apa yang terjadi, mungkin hanya kecelakaan lalu lintas, bisa juga patroli normal, dan bisa juga mereka memang sedang mengejar kriminal dan pengedar narkoba serta tersangka teroris yang bisa saja berkeliaran berbaur dengan wisatawan dari seluruh penjuru Amerika Serikat dan dunia yang sedang menikmati kota New York ini.
Saya terus berjalan menyusuri 44th Street dan kemudian kembali ke 8th Avenue. Setelah sejenak mampir di sebuah kedai kopi terkenal dan juga berbelanja Souvenir pernak—pernik New York yang sebagian besar dimiliki oleh imigran yang berasal dari anak benua India, akhirnya saya pun sejenak membeli makanan di sebuah gerai kaki lima yang memajang label halal dengan berbagai macam menu bergambar.
Cukup ramai pelanggan di malam itu. Sebagian membawa pulang alias take away, namun beberapa pelanggan nampak asyik menikmati makanan di samping gerai ini. Selain makanan, dijual juga minuman dalam kemasan botol seharga 1.50 USD. Asyiknya sang penjual kemudian memberi diskon sehingga sebotol air mineral dapat saya miliki dengan hanya 1 USD saja.
Sambil menyiapkan makanan, sang penjual itu pun kemudian sempat berbincang-bincang yang dimulai dengan sedikit basa-basi mengenai dari mana saya berasal dan hal yang tidak penting lainnya. Pembicaraan semakin serius ketika secara tidak sengaja saya bertanya mengapa di kawasan pusat kota New York ini begitu sering bunyi sirene polisi. Pertanyaan ini menjadi semakin serius karena saya juga menunjuk ke sebuah mobil polisi yang bertuliskan NYPD atau New York Police Department yang parkir tidak jauh dari gerai tadi.
“Kehadiran banyak polisi tentunya untuk memberi rasa aman kepada wisatawan!”. Kata sang pemilik gerai sambil tersenyum. Perbincangan terus melebar ke mana-mana, selain ke kehidupan malam yang berbau sex, juga kemudian melebar ke terorisme dan juga bahkan peredaran narkoba di tempat ini. Akhirnya saya pun teringat, sama seperti di kota kota lainnya di dunia. Peredaran narkoba memang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan malam dan seks.
Tetapi di New York ini, ada satu lagi tema yang lebih hangat yaitu terorisme. Tentunya kita semua teringat betapa kota New York pernah menyaksikan dan mengalami kisah dan sejarah yang paling kelam, tragis, sekaligus menyedihkan dan merubah kehidupan banyak orang termasuk kehidupan dan cara kita hidup sampai saat itu. Peristiwa itu adalah peristiwa yang terkenal dengan sebutan “Nine eleven” atau sembilan September yang kebetulan sama dengan nomor telepon emerjensi yang harus kita putar dalam keadaan darurat.
“Sehubungan dengan gerakan kontra terorisme ini maka saya sebagai pedagang gerai kaki lima saya juga diajak terlibat.”, tambahnya lagi sambil tersenyum dan kemudian menunjukkan sebuah stiker yang tertempel pada gerainya. Dengan jelas terbaca pada tulisan itu sebuah judul yang cukup fantastis yaitu “Operation Nexus”.
“This business is a recognized participant in the counterterrorism program named Operation Nexus”. This network of business and private sector representatives, directly reports any unusual circumstances of terrorist concern to the NYPD for investigation. These reports are based on an unsusual facts patterns. Unusual customer requests or circumstances appearing at odds with normal business practices” , demikian tertulis pada stiker yang ditandatangani oleh Komisaris Polisi di Kepolisian Kota New York itu.
Singkatnya, selain menjalankan bisnisnya di kaki lima kota New York, sahabat kita ini juga berperan sebagai kepanjangantangan polisi untuk memberikan informasi atas kejadian yang berlangsung di kawasan sekitarnya. Kejadian yang tidak biasa bisa berkait dengan adanya persiapan kegiatan terorisme maupun peredaran narkoba.
Peredaran narkoba di New York juga berkaitan erat dengan kegiatan kriminal dan terorisme. Bahkan ada info yang menyebutkan bahwa kawasan North Jersey di negara bagian New Jersey , yang terletak tidak terlalu jauh dari kota New York bahkan telah dijadikan semacam gudang atau daerah penimbunan narkoba yang kemudian diedarkan di New York. Hasil keuntungan bisnis haram ini kemudian digunakan untuk mendanai kegiatan terorisme.
Usaha kepolisian di New York yang melibatkan semua pihak dalam kegiatan memberantas narkoba dan kejahatan merupakan kegiatan yang terbukti bisa membawa hasil. Siapa sangka, sejenak mampir ke New York, dapat memperkaya wawasan kita tentang usaha pemberantasan peredaran gelap obat terlarang ini. Kiranya dapat menjadi bahan masukan bagi BNN dalam rangka pemberantasan narkoba menuju visi Indonesia Bebas Narkoba 2015.
Namun sekali lagi, Mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Dan semakin kita sering mengangkat tema bahaya narkoba bagi kehidupan masyarakat, semakin pula kesadaran semua pihak tergugah untuk turut berperan serta dalam menuju visi di atas tadi. Semoga!
New York, Akhir Mei 2014