Berlayar di Sungai Nil dari Aswan Hingga Luxor Di Bawah Sengatan Mentari Nan Membara

Berita, Wisata106 Dilihat

Berlayar di Sungai Nil,  Mesir di bulan Agustus benar-benar sebuah pengalaman luar biasa. Suhu udara di siang hari dapat mencapai lebih dari 50 derajat Celsius. Akan tetapi, kemolekan sungai yang mengalir dari Sudan sampai ke Laut Tengah ini benar-benar memesona. Di kapal pesiar, kami dapat bersantai di bawah terik matahari, berenang, sambil menikmati hijaunya pepohonan di kedua sisi sungai ini.

Sepanjang pelayaran, kapal juga berhenti di beberapa tempat-tempat bersejarah berupa kuil-kuil kuno peninggalan dinasti-dinasti Mesir yang usianya telah ribuan tahun. Namun yang membuat saya sedikit kesal adalah ulah pemandu wisata pun selalu mencari tempat teduh di bawah bayang-bayang kuil untuk menjelaskan kisah dan cerita nya.  Sehabis bercerita, wisatawan dipersilahkan menikmati keindahan dan pesona Mesir kuno itu di bawah sengatan mentari yang membakar.  Akibatnya , kulit saya langsung menjadi hitam legam selama lebih kurang satu minggu di Mesir. Tidak kalah hitam dengan orang-orang Mesir.

Dari Aswan sampai Luxor

Perjalanan ke Aswan dimulai dengan naik kereta malam dari Kairo. Kereta dimana kita dapat sekalian tidur lelap setelah seharian mengembara di kota Kairo dan sekitarnya. Menikmati kemegahan era zaman Firaun di Saqara dan juga Memphis.    Setibanya di Aswan, kami dijemput di stasiun dan langsung diajak keliling melihat beberapa obyek wisata di antaranya ke Unfinished Obelisk dan tentu saja Bendungan Aswan.

Bendungan Aswan yang disebut juga Bendungan Nasser untuk memperingati Presiden Gamal Abdul Nasser yang berkuasa di Mesir ketika bendungan ini dibangun atas bantuan Uni Soviet di tahun 1960an.

Dengan adanya Bendungan Aswan banjir di Sungai Nil dapat dikendalikan sekaligus airnya dapat dimanfaatkan untuk pengairan di tanah yang subur di kedua tepi sungai Nil.  Kalau kita melihat peta Mesir, negeri ini memang luas dengan padang pasir sementara tanah yang subur hanya di sepanjang Sungai Nil ini.

Akan tetapi pembangunan bendungan ini juga  menenggelamkan beberapa bangunan bersejarah yang tidak ternilai harganya termasuk kuil Abu Simbel.  Dan solusinya adalah kuil-kuil tadi pun dipindahkan dengan dipotong batunya dan kemudian dirakit lagi di tempatnya yang baru.

 

Philae Temple: Pulau yang pindahkan ke tengah Sungai Nil

Masih di daerah Aswan, terdapat sebuah peninggalan bersejarah yang sangat menarik. Pada saat pembangunan Bendungan Aswan pada 1906, pulau Philae beserta kuilnya pun ikut tenggelam. Pulau ini dalam tulisan paku disebut “Apo” yang artinya gading, sedangkan dalam bahasa Yunani disebut “Elephantine”.

Ternyata  ada dua bendungan Aswan.  Yang lama dan dibangun pada 1906 disebut sebagai Bendungan Aswan Bawah (Low Aswan ), sedangkan yang dibangun pada tahun 1960 disebut sebagai Bendungan Aswan Atas. (High Aswan).

Menurut cerita, atas kerja sama beberapa negara, kuil yang tenggelam akibat dibendungnya Sungai Nil dan terdapat di bawah permukaan sungai kemudian dapat dipindahkan ke sebuah pulau baru yang letaknya lebih tinggi di tengah sungai Nil pada tahun 1970-an. Pulau karang yang baru ini dibangun mirip dengan pulau lama yang tenggelam dan dinamakan pulau Agilika, namun  lebih terkenal dengan nama lamanya yaitu Pulau Philae. Di tengah pulau ini terdapat Kuil Isis yang dibangun oleh bangsa Mesir kuno untuk menghormati Dewi Isis.

Kuilnya masih sangat indah dan kelihatan utuh , walaupun telah berusia hampir lima ribu tahun. Di bawah teriknya sengatan mentari yang membara saya tetap  bersemangat dan dapat menikmati keeksotisan  kuil di Pulau Philae ini.

 

Kuil Buaya di Kom Ombo

Pelayaran di Sungai Nil dilanjutkan dengan menuju Kom Ombo. Ketika kapal pesiar merapat maka kami pun cukup berjalan kaki di bawah terik mentari menuju Kuil yang konon dibangun pada abad ke satu SM ini. Kuil ini bertingkat dua dan yang menarik terdapat lebih dari 300 buaya yang telah di menjadi mummi.

Pada masa Kristen Koptik, kuil ini juga pernah menjadi gereja dan akhirnya baru pada akhir 19 dilakukan pemugaran terhadap kuil yang terdiri dari Kuil Sobek dan Kuil HaroerisSobek sendiri merupakan dewa berkepala buaya sedangkan Haroeris adalah dewa berkepala Elang. Di kuil ini kedua dewa itu banyak hadir berupa patung-patung raksasa dan ditemani dengan keluarga mereka.

Setelah sekitar satu jam melihat-lihat Kuil Buaya ini akhirnya kami pun kembali ke Kapal pesiar yang dengan setia menunggu untuk melanjutkan pelayaran ke Luxor melalui Edfu

Edfu Kuil terbesar kedua di Mesir

Pelayaran dilanjutkan kembali untuk menuju tempat persinggahan berikutnya, yaitu kuil Edfu yang terletak di tepi barat sungai Nil.

Sesampainya di dermaga kendaraan sejenis becak khas Mesir yang disebut “Caleche” siap mengantar wisatawan menuju kuil yang terletak di tengah-tengah antara Luxor dan Aswan ini.

Kuil Edfu yang terletak sekitar 115 kilometer dari Luxor ini merupakan salah satu kuil yang paling terjaga keasliannya. Kuil ini dibangun oleh Dinasti Ptolemeic yang berkuasa di Mesir setelah mesir jatuh ke dalam kekuasaan Iskandar Agung pada332 SM.

Menurut legenda , Edfu merupakan tempat pertempuran di antara dewa-dewa Mesir. Di sinilah Horus yang berkepala Elang menuntut balas atas kematian ayahnya Isiris yang dibunuh oleh saudaranya sendiri, Seth. Akhirnya Seth kalah dan diasingkan , Horus kemudian naik tahta. Dengan adanya mitos ini hampir semua Firaun di Mesir menganggap diri mereka sebagai titisan Horus yang disebut juga “The Living King”.

 

Pelayaran pun berakhir di Luxor

Pelayaran kemudian dilanjutkan menuju Luxor, yang merupakan kota yang dulunya menjadi ibukota beberapa dinasti Mesir kuno dan bernama “Thebes”. Di sini terdapat situs-situs bersejarah Mesir kuno seperti Kuil Luxor, dan Kuil Karnak .Selain itu juga terdapat “ Valley of the Queens” and” Valley of the Kings” dimana terdapat makam Tutankhamun yang termasyhur.

Sebuah pelayaran di bawah teriknya matahari di Sungai Nil yang tidak terlupakan. Semoga di lain waktu bisa berlayar lagi di Sungai Nil dalam suhu yang lebih bersahabat di bulan Maret atau April.

16 Desember 2020

 

Tinggalkan Balasan